Satu kesempatan emas, saya bisa bincang-bincang santai dengan Bang Ananda Sukarlan, Pianis dan Komponis Indonesia. Meski sedang sibuk, ia menerima saya dengan ramahnya, di tengah-tengah memberikan arahan di acara Master Class yang dikoordinasikan oleh Amadeus Enterprise, di Ruang Halle Wisma Jerman, Jalan Taman AIS Nasution 15 Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (4/2/2023).
Patrisna May Widuri, dari Amadeus Enterprise, menjelaskan bahwa Master Class sebagai bagian atau rangkaian untuk menuju kegiatan besarnya Ananda Sukarlan, yaitu kompetisi “Ananda Sukarlan Awards”. Tahap awal, kegiatan tersebut akan dilaksanakan secara online pada tanggal 28 Februari 2023. Sedangkan acara puncaknya, yakni acara final, akan dilaksanakan secara live di bulan Mei mendatang.
“ Nah, seperti biasa kalau menjelang kompetisi ini, Mas Ananda Sukarlan keliling ke berbagai kota untuk bisa memantau, kemudian membantu pianis-pianis muda ini untuk mempersiapkan diri dalam rangka menghadapi ajang kompetisi tersebut,” jelasnya.
Masih menurut Patrisna, dalam kompetisi tersebut, salah satu atau sebagian dari karya yang harus dimainkan oleh para peserta adalah karya-karya Ananda Sukarlan. Jadi, sebelum pelaksanaan beliau ingin memantau dan mengajarkan secara langsung bagaimana cara memainkan piano yang benar, cara menghayati musik yang dimainkan, dan cara pembawaan diri, agar karyanya bisa dimainkan secara benar.
Di sela-sela acara Master Class, Ananda Sukarlan menuturkan bahwa kedatangan di Surabaya ini salah satu tempat tujuan program keliling-keliling yang target sebenarnya adalah ke pelosok-pelosok Indonesia. Program keliling ini dalam rangka dirinya ingin menyebarluaskan virus musik klasik ke daerah-daerah yang belum terjamah adanya musik klasik diajarkan .
“Sebenarnya Surabaya ini sudah menjadi langganan saya. Artinya, sudah sering sekali, apalagi sebelum pandemi itu bisa dua atau tiga bulan sekali itu ke Surabaya, memberikan Master Class, memberikan ide-ide baru, dan perspektif yang baru kepada murid-murid yang sedang mendalami musik klasik,” tuturnya.
Banyak dari guru-guru Surabaya, lanjutnya, seperti Patrisna Widuri, Nitya Primantari, dan Rosalinawati Iman mengundang untuk hadir di Surabaya dengan tujuan untuk memberikan perspektif baru tentang perkembangan musik klasik. Di samping itu, jika para siswa memainkan karya-karyanya, mereka bisa belajar langsung dari komponisnya. Hal itu penting agar mereka benar memainkannya.
Ananda Sukarlan menambahkan, sebelum ke Surabaya ia datang ke Bekasi, ke Bandung, tepatnya ke Lembang, kalau Bandung itu sudah ada musik klasik diajarkan. Menurutnya, ia ingin memantau dari dekat bagaimana perkembangan musik klasik diajarkan di kota-kota atau daerah-daerah yang sudah ada tempat kursus atau les-les musik klasik.
“Ini terkait dengan saya sebagai pendiri “G 20 Orchresta”, yang diminta oleh Kemendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, untuk memantau bakat-bakat anak negeri bermain musik klasik di seluruh pelosok Indonesia. Jadi, waktu saya selenggarakan audisi, musikus-musikus datang dari berbagai tempat. Tidak terprediksi, ternyata bukan kota-kota besar yang menghasilkan musikus-musikus yang baik. Talent atau bakat bermusik tidak tergantung di mana tinggal mereka,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, satu-satunya orang Indonesia yang masuk dalam buku “The 2000 Outstanding Musicians of the 20th Century” itu menyorot tentang kurikulum yang diberlakukan saat ini, Kurikulum Merdeka. Kurikulum sekarang ini hampir seperti full day di sekolah-sekolah. Sampai pukul 14.30, sehingga anak-anak sampai di rumah sudah pukul 15.00 lewat, atau pukul 15.30.
“Belum lagi kalau ada bimbel, OSIS, atau segala macam, itu lebih lama lagi. Itu tidak menunjang anak-anak untuk les ekstrakurikuler seperti musik, melukis, balet, atau menggali bakat-bakat yang lain. Jadi, kurikulum ini mungkin baik bagi anak-anak untuk penguasaan ilmu pasti, matematika, atau bidang yang lain. Tetapi tidak untuk yang seni-seninya, sedangkan seni itu kan penting sekali,” sorotnya.
Musik, melukis, balet, dan talent-talent lain, lanjutnya, itu juga bisa jadi jalan hidup seseorang. Banyak orang justru gara-gara musik dan lainnya itu memperkaya hidupnya. Meski belum tentu harus jadi musikus, jadi seniman, tetapi bakat itu dapat memperkaya hidup. Dengan jadwal sekolah samapi jam segitu, tidak menunjang untuk anak-anak bisa les macam itu. Bukan hanya lesnya, untuk latihannya juga. Seperti piano, itu kan harus banyak waktu untuk berlatih.
Pianis dan komponis jebolan belajar di University of Hartford, Amerika Serikat, dan di Royal Conservatory of The Hague, Den Haag, Belanda, berharap kepada pengambil kebijakan bahwa sekolah itu seperti di Eropa, jadwal sekolah itu hanya sampai pukul 12.00 atau pukul 12.30. Jadi, mereka itu banyak waktu untuk mengembangkan bakat dengan mengikuti les-les tertentu, harapnya.
“Karena tak semua anak bakal jadi matematikus, ilmuwan, lowyer, arsitek, atau dokter, tetapi ada juga yang misalnya ingin jadi pembuat film, musikus, pencipta musik buat film, bikin pertunjukan, atau bikin teater. Kalaupun mereka tak sempat jadi pembuat teater, tak jadi aktor atau aktris, namun itu menjadi salah satu modal untuk memperkaya hidup mereka,” pungkas pendiri Yayasan Musik Sastra Indonesia (YMSI).
Usai mengikuti Master Class, Grace Joe Anggrianto (23), menceritakan bahwa setelah mengikuti kegiatan Master Class Ananda Sukarlan hari ini, yang ia peroleh lebih jelas bagaimana cara memainkannya lagu tersebut, bagaimana berimprovisasi, dan lebih detail yang diajarkan sehingga dapat lebih mengerti, dan dapat memainkan piano lagi lebih baik ke masa depan.
“Meski lagunya dipelajari sudah cukup lama, sebelum mengikuti Master Class ini, ketika diajarkan langsung oleh Kak Ananda Sukarlan ini, saya dapat lebih mengerti bagaimana memainkan piano, dan bagaimana cara membawakannya lagu. Dengan ini, saya berharap dapat memainkan piano lebih baik lagi untuk ke depannya,” cerita Grace, panggilan akrabnya.
Pada kesempatan yang sama, Dastan Prajnyacipta Laksono (12) menambahkan pengalamannya, yakni setelah mengikuti Master Class yang diajarkan langsung oleh Ananda Sukarlan, cara main piano dirinya lebih lancar, juga mendapatkan bagaimana cara berimprovisasi dengan benar. Misalnya, ketika memainkan lagu-lagu yang senang, mainnya harus dengan ekspresi senang, kalau lagu yang sifatnya seram, mainnya juga ada unsur suasana seram juga.
“Mainnya bisa lebih lancar, dapat juga misalkan lagu-lagu yang senang, maka cara mainnya harus senang, dan kalau lagu-lagu yang nyeremin, itu cara mainnya ya bisa nyeremin juga,” pungkas siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Surabaya.
Master Class ini dlaksanakan secara private, satu per satu, secara marathon para peserta bergantian memainkan salah satu lagu ciptaan Ananda Sukarlan, dilaksanakan mulai pukul 09.00 hingga pukul 21.00. Diikuti para peserta se Kota Surabaya yang dikoordinasikan oleh Amadeus Enterprise. Saya mendapatkan kesempatan emas ini berkat kebaikan Dhahana Adi, Asisten Program dan Budaya Wisma Jerman.
Seorang master yg rendah hati patut diteladani. Salut untuk Bang Anda Sukarlan.