Sebagian besat masyarakat banyak memilih bersepeda sebagai alternatif menerapkan gaya hidup sehat untuk memiliki imunitas di masa pandemi Covid-19. Banyak disebut bahwa coronavirus rentan menyerang seseorang yang tak memiliki imuntias tubuh yang kuat.
Namun disayangkan, peningkatan tren bersepeda itu tak dibarengi dengan kesadaran untuk mematuhi lalu lintas ketika berada di jalanan. Akibatnya, mereka pun kerap mendapat kritikan karena tak patuh lalu lintas, atau bergerombol di jalan hingga mengganggu pengguna lalu lintas yang lain.
Lantaran semakin marak penggunaan sepeda maka untuk mewujudkan tertib berlalu lintas dan menjamin keselamatan penggunaan sepeda di jalan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan aturan terkait penggunaan sepeda. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 Tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan resmi ditetapkan per 14 Agustus 2020.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi melalui media briefing menuturkan bahwa aturan ini untuk menjamin keselamatan pesepeda dan semua pengendara. Kita lihat beberapa pesepeda mulai tidak ditolerir karena masuk tol dan bahayakan dirinya dan orang lain, Rabu (23/9/2020).
Lebih lanjut Budi menambahkan, dalam pengaturan penggunaan sepeda dalam Permenhub tersebut mengacu pada tiga aspek komponen guna menjamin keselamatan pesepeda, yakni persyaratan teknis sepeda, tata cara bersepeda, dan fasilitas pendukung.
Selain itu ada pula jenis persyaratan keselamatan yang harus dipenuhi pesepeda saat di jalan yaitu, spakbor, bel, sistem rem, lampu, alat pemantul cahaya berwarna merah, alat pemantul cahaya roda berwarna putih atau kuning, dan pedal.
Secara teknis disebutkan bahwa penggunaan spakbor dikecualikan untuk jenis sepeda balap, sepeda gunung, dan jenis sepeda lain. Untuk penggunaan lampu dan alat pemantul cahaya juga disebutkan harus dipasang pada malam hari dan dalam kondisi jarak pandang terbatas karena gelap, atau saat hujan lebat, berada di terowongan, atau pada saat kondisi jalanan berkabut.
“Saat berkendara di jalan terutama malam hari para pesepeda harus menyalakan lampu dan menggunakan pakaian maupun atribut yang memantulkan cahaya. Jangan lupa harus menggunakan alas kaki atau sepatu, serta yang penting juga yaitu memahami dan mematuhi tata cara berlalu lintas, serta menggunakan helm untuk pesepeda,” jelas Dirjen Budi.
Adapun persyaratan lainnya bahwa sepeda digolongkan menjadi dua kategori, yakni sepeda untuk kepentingan umum dan kepentingan olahraga. Kalau untuk kepentingan umum dapat digunakan sehari-hari oleh masyarakat.
“Kalau untuk kepentingan umum dapat digunakan sehari-hari oleh masyarakat. Ke depannya kami mengharapkan bahwa sepeda ini dapat digunakan untuk kepentingan sehari-hari masyarakat seperti ke sekolah, kantor, pasar, atau ke mall,” jelas Dirjen Budi.
Bangun Budaya Tertib
Tampaknya jumlah pesepeda turun lagi belakangan ini, tidak seperti ketika maraknya orang bersepeda dulu dimungkinkan karena banyak yang merasa stres tak bisa keluar. Akibatnya, banyak pesepeda baru yang justru tak mempunyai etika dalam bersepeda, seperti tak berbagi jalan dan tak taat rambu lalu lintas.
Meski jumlah pesepeda turun lagi, peraturan tetap dibutuhkan untuk membangun budaya masyarakat. Yakni, budaya tertib berlalu lintas dan menghargai hak pengguna lalu lintas yang lain. Mengingat banyak yang mengeluh jalan menjadi rebutan untuk berbagai jenis kendaraan.
Permenhub dibutuhkan untuk membentuk budaya yang sehat ketika berlalu lintas. Sehingga semua pihak memahami posisinya, tidak merasa menjadi kelompok yang harus diutamakan atau diprioriraskan daripada kelompok yang lain.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, sepeda termasuk dalam kategori kendaraan tidak digerakkan oleh mesin. Karena masuk dalam kelompok bukan kendaraan bermotor, pengaturannya berada di pemerintah daerah.
*
Permenhub yang diundangkan pada 25 Agustus 2020 sayangnya masih banyak masyarakat yang belum membaca aturan ini secara utuh. Peraturan terkait sepeda ini merupakan produk bersama dengan para pemangku kepentingan, baik pemerintah, kepolisian, masyarakat, komunitas sepeda, pemerhati dan pakar transportasi.
Pada akhirnya, bersepeda harus diatur, apakah dengan peraturan menteri atau gubernur, peraturan wali kota atau bupati. Kiranya juga tidak cukup dengan peraturan saja tetapi juga diimbangi dengan menyiapkan infrastruktur jalan bagi kepentingan pesepeda.