Jika Anda berkunjung atau sekedar melintas Kabupaten Bojonegoro, Anda akan menjumpai menu kuliner berbungkus dengan daun jati. Di antaranya, nasi pecel, nasi buwuhan, serabi atau ketan sambal kedelai, dan lainnya.
Bisa dimaklumi, Bojonegoro merupakan kabupaten yang terkenal hutan jati. Merilis data KPH Bojonegoro luas hutan 50.144 ha, di antaranya hutan lindung 1,051 ha dan kawasan perlindungan sekitar 6.000 ha. Itulah sebagian masyarakat memanfaatkan daun jati untuk keperluan pembungkus.
Kemasan daun jati sangat ramah lingkungan. Jika dibandingkan dengan kemasan plastik, kertas minyak, atau styrofoam atau sejenisnya, daun jati tentu lebih baik sebagai pembungkus makanan daripada plastik dan sejenisnya.

Kenyataan yang terjadi, umumnya masyarakat dengan berbagai kesibukan, akan selalu menginginkan serba praktis. Plastik dan styrofoam adalah barang yang sama-sama praktis untuk dijadikan kemasan makanan.
Tak hanya praktis, plastik dan styrofoam tahan panas, tahan lama, tidak gampang bocor, bisa menahan suhu, Namun, penggunaan kedua barang tersebut sangat membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan.
Back to Nature
Kiranya patut diteladani jika sebagian masyarakat Bojonegoro menggunakan daun jati sebagai pembungkus makanan. Selain ramah lingkungan, ada manfaat lain, di antaranya makanan awet hangat, ada aroma khas, dan terhindar dari bahan kimia.

Dengan bungkus daun jati makanan akan awet hangat dalam waktu lebih lama. Tekstur daun jati yang tebal dan lebar, kehangatan makanan bisa terjaga dengan lebih baik.
Selain lebih awet hangat, makanan yang dibungkus dengan daun jati akan mengeluarkan aroma khas, yang tak ditemui dengan bungkus plastik. Aroma pada makanan dapat mengunggah selera makan.

Begitu pula, daun jati bebas dari bahan kimia. Makanan tentu lebih aman dikonsumsi bila dibandingkan dengan kemasan plastik atau styrofoam.
Penggunaan kedua bahan tersebut dikhawatirkan ada bahan kimia yang terkontaminasi pada makanan dan terkonsumsi. Ingin hidup awet sehat, yuuk kembali gunakan bahan alamiah!