Emosi Itu Tak Mesti Marah, Olah Emosi Anda Jadi Daya Kreatif

  • EDUKASI
Emosi Itu Tak Mesti Marah, Olah Emosi Anda Jadi Daya Kreatif
Share this :

Lita : “Tahu kamu, si Lina tuh uring-uringan melulu gegara gak aku kasih contoan hasil tugas!”
Lisa : “Iya, tuh. Sekarang dia emosian banget.”
Lita : “Dia sih maunya enakan, gak mau berusaha sendiri. Selalu gantungkan ke orang lain.”
Lisa : “Lucunya, jika gak dikasih, emosinya muncul, lantas sewot ke kita, ya!”

Ilustrasi dialog di atas gambaran yang kerap dijumpai di dunia kampus atau dunia sekolah, bahkan mungkin di dunia kerja juga antarrelasi sekawanan. Orang-orang sering mengasosiasikan kata ‘emosi’ sebatas bermakna ‘marah’. Ketika melihat seseorang yang sedang emosi, kita sering berpikir orang itu sedang marah, atau paling tidak sedang terlihat marah.

Namun, sebenarnya pengertian emosi itu bukan berarti tak sebatas hanya marah belaka, melainkan sebagai ungkapan atau luapan perasaan yang begitu bercampur aduk, tumpang tindih dalam waktu yang bisa dikatakan relatif singkat. Plato menyebut bahwa perilaku manusia mengalir dari tiga sumber utama, yakni keinginan, emosi, dan pengetahuan.

Emosi dalam KBBI bermakna di antaranya (n) 1. luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; 2. keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan); keberanian yang bersifat subjektif); 3. (cak) marah. Jadi, makna emosi itu ‘marah’ adalah dalam kebiasaan ragam cakapan.

Pengertian Emosi

Mengutip pengertian emosi menurut Don Hockenbury dan Sandra E. Hockenbury dalam bukunya ‘Discovering Psychology’, emosi adalah kondisi psikologi yang kompleks yang mencakup tiga komponen berbeda, yaitu pengalaman subjektif, respon fisiologis, dan respon perilaku atau ekspresif (Cherry, 2019).

Sedangkan Robert C. Solomon dalam artikelnya juga menulis bahwa emosi adalah pengalaman kompleks akan kesadaran, sensasi jasmani, dan perilaku yang mencerminkan pemaknaan perseorangan terhadap sebuah kejadian, keadaan, atau peristiwa.

Barangkali secara sederhana dapat disimpulkan, emosi adalah (kumpulan) perasaan terhadap sesuatu yang dipengaruhi subjektivitas, respon tubuh, dan respon perilaku kita. Tiga hal ini memengaruhi emosi kita dengan caranya masing-masing, yang berbeda-beda pula.

Subjektivitas mengacu pada bagaimana suatu hal yang membuat Anda suka, belum tentu membuat orang lain suka. Respon tubuh mengacu pada bagaimana kondisi fisiologis bisa menjadi petunjuk akan emosi seseorang, contohnya gemetaran, berdebar-debar. Sedangkan respon perilaku mengacu pada perilaku atau ekspresi seseorang ketika merasakan suatu emosi.

Beragam hal yang menjadi petunjuk untuk menginterpretasikan emosi seseorang, baik diri kita sendiri maupun orang lain, ini penting bagi kita untuk mengetahuinya. Ketika Anda sering atau bahkan mungkin mahir dalam menginterpretasikan emosi, ini berarti emotional intelligence Anda adalah cukup tinggi.

Emosi Itu Tak Mesti Marah, Olah Emosi Anda Jadi Daya Kreatif

Emosi tak sebatas hanya marah belaka, melainkan berbagai ungkapan perasaan.
Emosi tak sebatas hanya marah belaka, melainkan berbagai ungkapan perasaan. (foto dok. sapawarga.com)

Olah Emosi Anda Jadi Daya Kreatif

Mengutip unggahan video di YouTube Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz, berjudul ‘Jadikan Emosi di dalam Dirimu Melahirkan Daya-daya Kreatif’ bahwa kalau emosi normal itu representasi terus perasaan yang muncul. Tetapi sebaliknya, kalau emosi kreatif itu perasaan terus melahirkan representasi. Menurutnya, alatnya adalah intuisi.

“Jadi, olahlah emosimu biar kreatif. Kalau hanya berhenti di emosi normal saja, ya itu tidak kreatif,” tuturnya.

Lebih lanjut Fahruddin memberikan contoh, jatuh cinta itu energinya besar. Manfaatkan energi itu secara kreatif. Kalau hanya dipakai ‘yang-yangan’ (Jw-dialog Yogyakarta), atau ‘berpacaran’ dalam bahasa Indonesia, ‘eman-eman’ atau sangat disayangkan. Pakai juga untuk secara intuitif bisa melahirkan puisi, melahirkan buku, bisa melahirkan yang lain-lain. Itu namaya kreatif.

“Jika kamu sedang marah dengan seseorang, maka jadikan emosi ‘marah’ itu menjadi emosi kreatif. Karena sering marah-marah, lantas punyalah ide untuk belajar filsafat marah. Itu kreatif namanya,” tambahnya.

Kalau berhenti di marah saja itu namanya normal. Artinya yang muncul pertama representasi marah lebih dulu, baru emosi kemudian. Tidak ada kelanjutannya. Jadikan emosi yang ada dalam diri itu melahirkan daya-daya kreatif, melahirkan sesuatu yang baru yang mengubah hidupmu, imbau dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

“Kita ini harus berkembang terus, jangan ‘mandek’. Berkembang terus ke arah yang lebih baik, lebih baik terus. Di situ kita butuh emosi yang kreatif, alatnya intuasi tadi,” katanya.

Mengapa intuisi?, lanjutnya, karena intuisi itu yang dapat melahirkan gagasan-gagasan alternatif. Kalau memakai akal saja akan melahirkan emosi normal, hanya sampai itu saja. Tidak ada kelanjutannya.

Fahruddin mengandaikan, “Pak, saya bikin lagu karena saya sedang patah hati,” kata seseorang remaja. Mitra bicara barangkali akan merespons dengan kalimat, “Kamu patah hati koq malah bikin lagu!” Itu kan tidak nyambung kalau memakai akal, tetapi secara intuitif sangat masuk akal. Jadi, sumpek-mu itu melahirkan inspirasi baru.

Makanya seniman-seniman itu, tambahnya, kan banyak yang ingin menajamkan intuisi. Juga para budayawan, dan para mistikus itu yang ditajamkan intuisi dengan cara menjauhkan diri dari kerumunan. Mengapa? Karena dalam kerumunan akan terlibat terus dengan masyarakat, akibatnya cara berpikir susah berubah, mendapat alternatif susah pula.

“Kamu mencari inspirasi koq di tengah orang sebanyak ini, tidak ketemu-ketemu inspirasi itu. Biasanya menjauh dari keramaian, dari situ energi kreatifmu keluar, dan intuisimu hidup,” pungkasnya.

Nah, di situlah bedanya apa yang disebut dengan emosi normal melawan emosi kreatif. Jadikan emosi apa pun dalam diri Anda menjadi emosi yang kreatif, yang akan melahirkan sesuatu yang baru yang bermanfaat bagi bagi diri sendiri, juga bagi orang lain, tegasnya.

Intuisi bakal bekerja dengan lebih efektif di suasana hening, dan tenang. Maka demi melatih mengasah intuisi Anda bisa bermeditasi, berdiam diri, atau merenungkan sesuatu dengan suasana sehening mungkin. Sebab, di tengan keramaian dan tekanan intuisi akan jadi bias atau subjektif.

Bahkan, saat nongkrong di toilet pun, intuisi Anda bisa muncul, jadi lebih jernih karena suasana tenang dan pikiran sedang rileks. Bisa jadi, dari toilet dapat melahirkan gagasan-gagasan baru yang dapat mengubah hidup Anda.

Emosi Itu Tak Mesti Marah, Olah Emosi Anda Jadi Daya Kreatif
Intuisi bekerja dengan lebih efektif di suasana hening, dan tenang. (foto dok. topduniaanimasi.blogspot.com)

Apa itu intuisi?

Intuisi adalah ide atau gagasan yang muncul dari seorang individu dan digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan tanpa didahului dengan analisis yang disengaja. Intuisi merupakan kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas, pemahaman itu tiba-tiba saja datangnya, dan di luar kesadaran. Tidak sama dengan insting.

Intuisi diatur oleh sistem bawah sadar Anda. Intuisi sebenarnya juga berasal dari informasi atau pengalaman yang pernah dialami sebelumnya, namun informasi tersebut berada di alam bawah sadar. Ketika intuisi muncul maka keputusan itu adalah keputusan yang muncul dari alam bawah sadar. Sehingga, intuisi muncul tanpa harus berpikir dengan matang, tiba-tiba muncul begitu saja.

*

Sementara banyak orang yang meremehkan intuisi. Padahal dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa intuisi dapat menjadi jawaban yang terbaik dan benar jika Anda bisa mengasahnya. Intuisi juga perlu diasah, ia akan berubah menjadi lebih baik seiring dengan bertambahnya waktu dan tergantung dengan seberapa sering Anda menggunakannya.

Mengapa Anda perlu mempertimbangkan intuisi? Ya, karena intuisi ‘tahu’ apa yang terbaik untuk Anda meski tidak bisa dimengerti dan dianalisis secara sadar. Para ahli bahkan menyatakan, sistem alam bawah sadar sudah mengetahui jawaban yang benar sebelum sistem sadar mengetahuinya. Maka, jangan meremehkan intuisi yang muncul ketika Anda berada di bawah pilihan yang sulit.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *