Film Siksa Kubur Munculkan Dialektis Berbeda bagi Masing-Masing Penonton

Film Siksa Kubur Munculkan Dialektis Berbeda bagi Masing-Masing Penonton
Share this :

“Kenapa orang mencuri? Kenapa orang berbohong? Kenapa orang korupsi? Kenapa orang membunuh? Kenapa orang tetap melakukan dosa padahal menurut agama setiap manusia akan mendapat balasan setelah mereka meninggal? Jawabannya sederhana. Karena manusia tidak percaya,” monolog Sita dalam salah satu official teaser film Siksa Kubur di https://www.youtube.com/embed/OmPIBa4q8vw

Film Siksa Kubur, film yang baru saja tayang pada 11 April 2024, atau satu hari setelah Idulfitri 1445 Hijriyah, adalah film horor relegi garapan sutradara Joko Anwar. ‘Siksa Kubur’ menawarkan pengalaman menegangkan dan penuh tanda tanya, serta menarik perhatian penonton dengan kisah cerita yang tak lazim, penuh misteri, dan dengan ending yang membingungkan.

Umumnya film-film di tanah air disuguhkan dengan penggambaran realis dan alur maju yang straight to the point, namun pada ‘Siksa Kubur’ ini plot berperan penting untuk mengaduk-aduk penceritaan yang menciptakan kesan surealis. Hal itu, lantaran plot dan ending film ini terkesan memberikan ruang penyelesaian kepada masing-masing penonton dengan satu tujuan ‘percaya’.

“Interpretasi saya tentu tak sama dengan interpretasi teman menonton di sebelah saya, atau para penonton yang lain. Itu tergantung cara pandang masing-masing setelah diaduk-aduk emosinya dari plot dan ending film tersebut,” kata saya.

Sejumlah bintang ternama, di antaranya Faradina Mufti, Reza Rahadian, Muzakki Ramdhan, Widuri Puteri, Fachri Albar, Happy Salma, Slamet Rahardjo, Christine Hakim, Jajang C. Noer, Niniek L. Karim, Djenar Maesa Ayu, dan Putri Ayudya adalah nama-nama yang menjadi daya tarik tersendiri, pun mampu menyeret ke dalam perjalanan psikologis ke benak para penonton.

Cerita film panjang ‘Siksa Kubur’ sejatinya berkaitan dengan cerita film pendek Grave Torture (7:52 menit), karya Joko Anwar yang rilis di YouTube pada 2012. Yakni, menceritakan seorang anak dari pembunuh berantai yang secara tak sengaja masuk ke dalam peti mati ayahnya. Dengan korek api, anak itu menyaksikan ayahnya disiksa di dalam kubur atas perbuatan buruknya.

Grave Torture tidak berisikan jump scare yang membuat penonton berteriak ketakutan, namun lebih menghasilkan atmosfer menyeramkan. Sehingga membawa penonton masuk ke dalam cerita yang menggambarkan kepercayaan bahwa adanya siksa kubur setelah kematian. Film tanpa ada dialog, hanya mengandalkan unsur visual dan suara untuk menimbulkan ketegangan dan ketakutan.

“Film Siksa Kubur bukan film horor konvensional yang berfokus pada makhluk gaib atau setan, namun jalan cerita mengandung muatan religi, sehingga film ini menawarkan perspektif yang berbeda dalam genre film horor. Makanya sata ikut penasaran,” kata saya.

‘Siksa Kubur’ juga dipenuhi dengan easter egg, yakni pesan terselubung yang mengambil referensi dari karya yang telah ada sebelumnya. Keberadaan easter egg ini tidak hanya menambahkan elemen kejutan bagi penonton, tetapi juga meningkatkan daya tarik film dengan memberikan kesempatan bagi para penggemar untuk menemukan kembali referensi-referensi tersebut.

Partisipasi Fachri Albar dalam ‘Siksa Kubur’ membangkitkan kembali ingatan pada karya lain dari Joko Anwar, terutama ‘Pintu Terlarang’. Bangunan yang digunakan dalam adegan panti jompo dalam “Siksa Kubur” tampak serupa dengan bangunan yang muncul dalam ‘Pintu Terlarang’.

Selain itu, dalam ‘Siksa Kubur’ disuguhkan sebuah easter egg yang tak kalah menarik. Joko Anwar mengajak penonton untuk memperhatikan keberadaan sebuah pohon besar yang muncul dalam salah satu adegan film tersebut. Pohon ini memiliki kemiripan dengan pohon yang terlihat dalam ‘Pengabdi Setan 2’, bahkan terletak di depan rusun yang sama.

Pun seputar karakter Nani yang diperankan oleh Christine Hakim dalam film Siksa Kubur. Kehadiran karakter ini dalam film tersebut dengan akhir tragisnya telah memunculkan spekulasi yang menarik, terutama karena sang aktris sebelumnya juga berperan dalam film Joko Anwar, ‘Perempuan Tanah Jahanam’ sebagai Nyi Misni.

Isu sosial tampaknya tak lepas dari amatan Joko Anwar sehingga diangkat pula ke dalam ‘Siksa Kubur’. Obsesi Sita membuktikan kebenaran siksa kubur itu dibalut dalam tiga isu sosial yang terjadi di masyarakat, yaitu isu terorisme, kekerasan seksual di pondok pesantren, dan panti jompo. Meski isu sensitif, tampaknya penonton tak begitu mencerna dari isu-isu tersebut.

Alur Cerita ‘Siksa Kubur’

Seperti yang dijelaskan oleh Michael Kevin dalam detikPop berjudul Teori dan Penjelasan Alur Cerita Siksa Kubur bahwa bagaimana pandangan penonton dalam merespons penceritaan yang disuguhkan oleh ‘Siksa Kubur’ barangkali beberapa di antara para penonton mungkin masih kebingungan dalam mencerna plot dan ending film tersebut.

Berikut adalah teori dan spekulasi penjelasan bagaimana ‘Siksa Kubur’ menuntun penonton untuk ‘percaya’ sebagaimana yang diharapkan dari premis film tersebut. Yakni satu perenungan, kesimpulan filosofis atau pesan yang ingin disampaikan pembuat film kepada penonton:

Hampir Setengah Durasi Film adalah Visualisasi Siksa Kubur

Meski di menit-menit akhir dalam film tersebut visual penyiksaan dalam kubur secara gamblang ditampilkan, namun sebenarnya siksa kubur telah dimulai sejak kurang lebih satu jam pertamanya. Clue ini terdengar dari pernyataan Pak Wahyu yaitu siksa kubur tak berwujud fisik namun berasal dari ketakutan paling besar seseorang di dalam hidupnya.

Sita sebagai karakter utama mempunyai ketakutan terbesar saat ia percaya bahwa agama itu salah. Hal ini ditandai semenjak kejadian pertama Sita masuk ke dalam kubur. Dari situlah Sita dan Adil mengalami siksa kuburnya. Muncul berbagai kejadian aneh kepada Sita seperti kematian Bu Nani, teman perawatnya menusuk diri sendiri, dihantui Pak Wahyu, juga masuk ke dalam terowongan.

Sementara Adil dihantui rasa ketakutannya kepada mayat-mayat yang berusaha merundungnya pada saat memandikan jenazah. Hal ini juga dikuatkan dengan perbedaan scoring (peran musik/audio sebagai pemberi atmosfer) seperti denyut jantung yang intens sesaat Sita keluar dari dalam kuburnya. Tak lama dikuburkan hidup-hidup, Sita mati dan Adil tak bisa menolongnya.

Sita Sudah Mati Saat Dikubur Hidup-Hidup, Adil Mati Dipatok Ular

Dalam action pertama saat Sita dikubur terasa biasa-biasa saja. Sita tidak melihat ada siksa kubur terhadap mayat Pak Wahyu dan Adil berhasil menggali kembali kuburan untuk mengangkat Sita. Ini merupakan bentuk halusinasi Sita dan Adil karena sebenarnya mereka telah mati. Mereka tidak bisa membandingkan realita dan alam kubur karena itu bentuk dari siksa kubur.

Teori penjelasan atau interpretasi tersebut diperkuat pada saat scene ‘ritual’, yakni saat itu jelas-jelas dikatakan bahwa melihat tak perlu mata hanya perlu percaya. Pada saat tersebut sebenarnya menjelaskan bahwa semakin banyak Sita tidak percaya, ia akan semakin disiksa dengan kesurealisan dunia, disiksa kuburnya yang memunculkan teror aneh aneh di setiap menitnya.

Hal ini kembali diperkuat pada saat Sita sadar ternyata beberapa scene sebelumnya hanyalah halusinasinya yang ternyata ia masih di dalam kubur. Namun bukan berartu saat ia melihat Pak Wahyu, ia sudah berada di dalam realita, melainkan penyiksaan Pak Wahyu adalah puncak akhir dari bentuk siksa kubur yang dialami Sita.

Detail terakhir yang ditampilkan pada saat Sita berhasil keluar dibantu oleh Adil. Adil terlihat bengkak di area mata dan lehernya yang mengindikasikan ia dipatok oleh ular yang lewat di sekitarnya. Saat mereka berjalan tertatih-tatih terdapat suara voice over mengatakan “man rabbuka” yang berarti kini mereka telah memasuki fase kematian, saat Sita dan Adil ditanyai oleh malaikat.

Kematian Karakter Sepanjang Film Tidak Nyata

Di pertengahan durasinya, banyak scene gore atau adegan berdarah yang menyeramkan yang dialami oleh Sita. Meninggalnya Bu Nani setelah wajahnya ditarik oleh mesin cuci, penghuni panti yang menggila, temannya yang bunuh diri berkali-kali, masuk ke terowongan, masuk ke toko ayah ibunya merupakan bentuk siksa kubur secara psikologis yang dialami oleh Sita.

Hal ini didukung oleh pernyataan Pak Wahyu sebelumnya, dan juga didukung pernyataan pada saat kekurangan oksigen manusia mulai berhalusinasi. Sementara Adil mendapat siksa kubur dihantui oleh mayat-mayat yang pernah ia mandikan. Merujuk dari perkataan Pak Wahyu, siksa kubur tak selalu mengincar fisik manusia, karena fisik manusia telah mati pada saat kematian.

Kiranya film ‘Siksa Kubur’ menerjemahkan bagaimana seorang roh manusia yang meninggal masih bisa disiksa sesuai dengan perbuatannya semasa hidup walau raganya telah mati. Hal ini lah yang membawa konteks utama di film ini bahwa manusia mestinya percaya akan adanya siksa kubur dan segera memperbaiki perbuatannya selagi masih hidup di dunia.

Detail ini ditunjukkan di akhir film, terlihat seseorang dengan cincin angsa menyetel ulang video sebelum kematian Pak Wahyu. Bisa dipastikan bahwa orang tersebut adalah Bu Nani yang sebenarnya ia masih hidup. Jadi segala kematian yang terjadi setelah scene pertama Sita masuk kedalam kubur merupakan scene penyiksaan kubur Sita, bukan yang terjadi di dunia nyata.

Konteks Film Siksa Kubur

‘Siksa Kubur’ menyajikan film horor psikologi yang didasarkan terhadap suatu kepercayaan. Percaya atau tidak, semuanya dilimpahkan kepada penonton. Kita sebagai manusia yang masih hidup tentu tidak mengetahui apa yang akan terjadi nantinya di hari setelah kematian. Namun, secara bahasa agama, kita percaya ada kehidupan dalam konteks yang berbeda.

Film ini menggiring kepercayaan dengan cara tidak menyajikan dengan gamblang, namun mengalir lambat seiring berjalannya cerita. Penggunaan slow phase atau fase lambat bukan hanya semerta-merta untuk mengenalkan karakter, melainkan memberi ruang kepada penonton untuk berpikir dan merefleksikan dirinya untuk mengaitkan pengalaman hidup dengan cerita filmnya.

Kiranya ‘Siksa Kubur’ menjadi film horor surealis, formatnya terkesan baru dalam perfilman Indonesia. Saatnya para penonton tak hanya disuguhi cerita yang langsung terarah, melainkan mereka diajak memahami apa isi dari cerita film ini terhadap kehidupan masing-masing. Pun harapan akhirnya, penonton timbul kepercayaan seperti tagline film ini “anda akan percaya”.

*

Pada ujungnya, ‘Siksa Kubur’ dapat menjadi dua sisi mata pisau, di satu sisi bisa menjadi penguat keyakinan bagi orang beriman bahwa segala sesuatu pasti akan mendapat balasan. Namun di sisi lain, tak menutup kemungkinan juga dapat menimbulkan potensi untuk dilecehkan lantaran tidak percaya. Pro-kontra dialektis tersebut justru memancing orang penasaran, seperti apa sih filmnya?

Features image : Dok. official poster film Siksa Kubur

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *