Teddy A. Permana, Arsitek yang tergabung dalam Yayasan Manarul Ilmi (YMI) ITS – Waqaf Desain Masjid, menuturkan bahwa desain infrastruktur seperti bangunan masjid, gedung pemerintah, atau rumah hunian, dan lain-lain diharapkan memiliki karakter yang dapat mewakili budaya sehingga menunjukkan ciri khas daerah setempat.
“Pembangunan infrastuktur sebaiknya bisa menunjukkan ciri khas budaya di daerah masing-masing karena karya arsitektural juga merupakan karya seni,” tutur pria yang akrab dengan sapaan Bang Tedd ketika mempresentasikan desain masjid di hadapan Rektor beserta jajaran pejabat rektorat UIN Mahmud Yunus Batusangkar di ruang pertemuan rektorat, Jumat (22/7/2022).
Lebih lanjut Bang Tedd menjelaskan, saat ini para arsitek masjid banyak yang menerapkan lokalitas pada rancangannya. Untuk rancangan masjid UIN Batusangkar ini, kami mengejawantahkan satu konsep dasar ikonik dari morfologi Deta atau Destar. Deta merupakan tutup kepala yang umumnya digunakan oleh Raja atau Penghulu Adat, maupun para lelaki Minangkabau umumnya.
“Deta adalah kain penutup kepala khusus dikenakan oleh kaum lelaki Minangkabau. Konon, di dalam kehidupan kesehariannya lelaki Minangkabau masa dahulu, deta selalu dipakai sebagai kelengkapan yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Kaum lelaki Minangkabau tidak akan merasa lengkap apabila tidak memakai deta di kepalanya, lebih-lebih di lingkup keluarga atau kerabat kerajaan,” jelas Alumni A/32 ITS Surabaya.
Bang Tedd menambahkan, Deta berbentuk selembar kain persegi yang dibentuk sedemikian rupa menjadi sebuah ikat kepala dengan bentuk yang sederhana hingga paling rumit. Semakin rumit bentuknya melambangkan semakin tinggi kedudukannya. Deta dengan lipatan mengibaratkan kepala yang sedang berpikir, dengan mengkerutkan kening. Ini yang mengihami desain untuk masjid.
“Nilai filosofi yang dikandung, deta dengan semakin banyak kerutan meyimbolkan semakin banyak akal budi dan undang-undang yang diketahui. Kerutan deta juga memberikan makna bahwa ketika hendak berbuat mesti mengerutkan kening untuk berpikir terlebih dahulu sehingga tidak tergesa-gesa dalam bertindak,” tambahnya.
Untuk desain masjid, masih menurut Bang Tedd, dari morfologi deta tersebut diambil bentuk deta dengan lima kerutan/lipatan sebagai dasar desain. Lima lipatan tersebut mewakili lima Rukun Islam sebagai kewajiban beragama paling mendasar umat Islam. Di samping itu, lima lipatan mewakili dari lima Sila Pancasila sebagai falsafah hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Berangkat dari pandangan tersebut, berpegang pada falsafah dasar ketauhidan, yakni “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” dan falsafah Pancasila, kemudian desain bangunan masjid UIN Batusangkar ini dirancang dengan lima lantai. Fungsi masing-masing lantai dan sarana pendukungnya sebagai sarana “halal tourism” disesuaikan dengan kerangka berpikir dan masukan-masukan dari pemberi tugas, tambahnya.
“Filosofi deta tersebut kami harapkan akan menjadi ikonik, yang mengandung keunikan tersendiri sehingga melekat di benak dan menjadi kebanggaan seluruh warga kampus UIN Batusangkar maupun masyarakat pengunjung masjid ini,” harapan salah satu owner dari Biro Konsultan Arsitektur dan Engineering, T+D.
Universitas Islam Negeri (UIN) Mahmud Yunus Batusangkar merupakan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri di Indonesia yang berada di Kota Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Lokasi pembangunan masjid di kawasan kampus di Jalan Raya Padang Panjang – Batusangkar, Kota Batusangkar.
Pembangunan masjid UIN Mahmud Yunus Batusangkar diprakarsai oleh Yayasan Global Spirit of Ummah Jakarta dengan didukung oleh Yayasan Manarul Ilmi (YMI) ITS – Waqaf Desain Masjid Surabaya, Financial Technology (Fintech) Syariah Jakarta, dan Asosiasi Developer Property Syariah (ADPS) Bandung.
Sukses untuk tim perencana dan tim pelaksana kedepannya.