Gowes pagi tadi, Sabtu (18/12/2021), bersama Mas Wahyu D., Mbak Diana Deviantari, dan saya sendiri mengantarkan sekaligus ‘nguntapno’ (Jw) atau melepas perjalanan bersepeda Mas Ady Setyawan bersama Mbak Danti Ayu, sang isteri dari Surabaya ke Solo. Di Bundaran Waru pukul 05.44 WIB kami berpisah, dan Mas Ady Setyawan start melanjutkan perjalan panjang bersepeda.
Nuansa suasana libur akhir tahun sudah semakin terasa. Liburan panjang menjadi momen yang tepat bagi sebuah keluarga untuk merencanakan menikmatinya bersama. Apakah piknik bersama teman, hiking, hunting kuliner, wisata budaya dan sejarah, menonton pertunjukan, pergi ke museum, bermain ke taman atau kebun binatang, sambang famili di kampung halaman, atau staycation. Bahkan, ada yang century ride, salah satunya Mas Ady Setyawan bersama sang isteri.
Ady Setyawan menuturkan bahwa perjalanan bersepeda dari Kota Surabaya tujuan ke Kota Solo, kisaran 260 km lebih, dalam rangka refreshing akhir tahun. Tiap keluarga mempunyai cara masing-masing untuk menikmati refreshing di akhir tahun, untuk menikmati suasana santai bersama keluarga. Menurutnya, perjalanan bersepeda ini cara menikmati liburan keluarga bersama isteri.
“Pokoknya pancal saja sejauh-jauhnya, sekuat-kuatnya,” tutur pria pemerhati kesejarahan Surabaya, sekaligus founder Roode Brug Soerabaia, saat kami lepas di Bundaran Waru Sidoarjo Jawa Timur, Sabtu pagi (18/12/2021).
Mengutip dari maugowes.com, centry ride adalah perjalanan bersepeda sejauh 160,9 km (100 mil) atau lebih. Mulanya perjalanan bersepeda jenis ini dilakukan klub bersepeda untuk acara perjalanan tahunan, namun akhir-akhir ini berkembang jadi acara bulanan atau juga weekend. Bahkan, tak sedikit keluarga yang bersepeda jarak sejauh ini.
Ady Setyawan bersama sang isteri adalah ‘Century Rider’, lantaran perjalanan bersepeda dengan tempuh ratusan kilometer. Century Rider dibagi menjadi beberapa bagian yang tergantung dari jarak yang ditempuhnya, antara lain quarter century : 40 km (25 miles), half century : 80 km (50 miles), metric century : 100 km (62 mi), double metric century : 200 km (120 mil), dan double century : 200 miles (320 km).
*
Kiranya satau kata ‘salut’ buat Mas Ady bersama sang isteri. Rupanya yang mereka tundukkan bukan berapa jumlah tempuh ratusan kilometer, atau berapa puluhan ribu kaki harus mancal pedal. Namun lebih ke bagaimana mereka bisa mengatur ritme dan tetap mengobarkan api semangat saat melawan cuaca panas, naik turun tanjakan, haus, letih, dan sambaran angin dari kendaraan besar yang melewati atau berpapasan.
Ya, teriring doa. Semoga perjalanan beliau berdua lancar, dijauhkan dari segala hambatan, rintangan, gangguan, dan marabahaya sehingga selamat sampai tujuan. Ribuan kayuhan kaki, tetesan-tetesan keringat, dan serpihan-sepipihan perjalanan bersepeda semoga menjadi catatan ‘buku’ yang dapat dibaca dan menginspirasi orang lain. “Alon-alon pokok’e kelakon, Mas.”
CENTURY RIDER memang buset ha ha ha ,keren pak liputannya,selamat Natal dan Tahun baru
Mas Santoso A.,
Temanku & istrinya gila-gilaan memang. Gowes Surabaya – Solo. Solo – Jogja. Jogja – Semarang.
Memang century rider banget mereka.
matur nuwun.
Jadi ingat. Pernah terbersit harapan. Saat pertama kali mengajar menjadi Guru Sukwan di SDN Gunungsari III Tahun 1987an. Ada sepeda kenangan dibelikan teman. Saya pilih sepeda balap. Sepeda balap baru ini memberikan inspirasi untuk keliling dunia. Semua informasi ke sana kukumpulkan. Ada yang saya lupakan. Yaitu waktu. Pupus sudah harapan. Tak kesampaian karena waktu.
Masbro,
Sepeda balapnya masih disimpankah? Kalau masih ada bisa jadi benda memorable lantaran ada nilai historis hadiah dari teman.
Sehat selalu nggih….
Matur suwun.