Hari Kartini : Emansipasi yang Tak Tinggalkan Kodrati

Hari Kartini : Emansipasi yang Tak Tinggalkan Kodrati
Share this :

Hari ini, Rabu (21/4/2021), diperingati sebagai Hari Kartini Tahun 2021. Setiap peringatan Hari Kartini tentu pikiran kita tak akan lepas dari istilah ‘emansipasi wanita’. Raden Ajeng Kartini adalah figur legendaris yang sangat familiar disebut di balik istilah tersebut. Perempuan yang hidup pada zaman penjajahan Belanda, sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.

Menilik Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian emansipasi wanita adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju. Emansipasi dimaknai sebagai pembebasan dari perbudakan dan persamaan hak.

Jika dijabarkan lebih luas, memaknai emansipasi wanita yakni wanita tidak lagi dipandang rendah akan kemampuan dan kecerdasannya. Oleh sebab itu, wanita wajib memperoleh hak untuk mendapatkan pendidikan, dan memanfaatkan ilmunya bagi kehidupan. Kiranya perlu dicermati bahwa tidak ada terselip pernyataan tentang persamaan “seluruhnya” antara hak wanita dengan pria.

‘Habis Gelap Terbitlah Terang’ jangan dipelintir untuk slogan bertopeng emansipasi tanpa batas. Lantaran buku tersebut muncul istilah emansipasi wanita. Di Era global, berkat jasa Raden Ajeng Kartini peran wanita terbuka luas untuk melakukan aktivitas di berbagai aspek kehidupan. Namun perlu diperhatikan, ada hal yang wajib dijalani sebagai makhluk yang memiliki ‘kodrat’ yang berbeda dengan laki-laki.

Ditengarai masih banyak terjadi aktivitas dengan mengatasnamakan emansipasi wanita. Beberapa kalangan perempuan sangat gigih memperjuangkan hak-haknya yang berskala luas tentang kehidupan, namun tidak untuk keluarga. Berlomba-lomba mengejar karir, gila kerja, dan cenderung mengabaikan perannya di dalam rumah tangga.

Lantara dalih beban ekonomi atau mengejar karir, banyak perempuan yang bekerja di luar rumah. Dengan terpaksa pengasuhan anak dialihkan kepada jasa penitipan anak atau jasa menjaga anak. Akibatnya bagi anak, keluarga tak berperan sebagai sekolah yang pertama dan utama, padahal sejatinya orangtua adalah gurunya. Dalam hal ini keluarga tak lebih sebagai status belaka.

Sebenarnya juga tak perlu dipersoalkan, asalkan tanggung jawab atau peran kerumahtanggaan bagi seorang perempuan tak diabaikan, sehingga tak berkesan kata emansipasi menjadi sesuatu yang miris didengar. Jadikan rumah sebagai ‘batii jannatii’, atau ‘rumahku surgaku’, yakni tempat peristirahatan yang dirindukan untuk memaknai kata ‘pulang’ bagi setiap anggota keluarga.

Kiranya tak berlebihan senyampang memperingati Hari Kartini, yukk para perempuan di negeri tercinta ini betapa pentingnya membangun kembali opini yang telah dicetuskan Raden Ajeng Kartini. Bahwa perempuan itu hebat dalam karir, keluarga dan segal hal. Bahwa perempuan itu tempat ‘pulang’ bagi keluarganya, bahwa perempuan itu tak lupakan batas antara hak dan kewajibannya.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *