Surabaya Walking Tour (SWT) merupakan suatu kegiatan bernuansa wisata sejarah, mengajak warga masyarakat untuk jalan-jalan sambil menggali kembali kisah sejarah suatu tempat atau bangunan bernilai sejarah di Surabaya yang telah lama terpendam oleh waktu. Dengan menggandeng Roode Brug Soerabaia, SWT mengadakan kegiatan bertajuk “Exploring Kya-Kya The Old China Town”, Minggu (22/1/2023) sore.
Jika biasanya peserta diajak jalan kaki ke objek wisata sejarah sebagai sasaran wisata, kali ini sebanyak 33 orang peserta, salah satunya Mr. Anthony Clark dari Konsulat Jenderal Australia, menumpang kereta kelinci, atau lebih dikenal dengan “odong-odong”, keliling seputar kawasan Jalan Kembang Jepun Surabaya, Jawa Timur. Lebih spesial lagi, kegiatan wisata sejarah dipandu oleh narasumber, yakni Osa Kurniawan Ilmam, periset sejarah sekaligus penulis buku.
Ady Setyawan, pegiat Surabaya Walking Tour, menuturkan bahwa acara diadakan kebetulan sekali dengan semarak perayaan Tahun Imlek 2574, atau masyarakat kebayakan menyebutnya degan Tahun Baru China. Kebetulan juga, Osa Kurniawan Ilham, selaku periset tentang Sejarah Komunitas Tionghoa di Surabaya, sedang pulang kampung lantaran lagi cuti kerja di salah satu perusahaan di Afrika Utara.
“Mas Osa Kurniawan Ilham ini bekerja di perusahaan bidang pengeboran minyak di Afrika Utara , jadi pulangnya jarang-jarang. Ini kebetulan sekali pulang beliau bertepatan perayaan Tahun Baru Imlek. Alhamdulillah, beliau sempatkan waktu buat menemani kita jalan-jalan,” tutur Ady Setyawan.
Nama Osa Kurniawan Ilham, lanjut Ady Setyawan, sudah tak asing lagi, khususnya di dunia periset sejarah dan perbukuan. Beliau bukat periset “kaleng-kaleng”, koleksi karya bukunya sudah banyak dan telah melengkapi etalase di toko buku Gramedia. Tak hanya di Kota Surabaya, tetapi di toko Gramedia di kota-kota luar Surabaya juga tersedia.
Hal yang menarik disampaikan Osa Kurniawan Ilham, yakni narasi tentang Jalan Kembang Jepun. Selama ini narasi yang berkembang nama Kembang Jepun selalu dikaitkan dengan para pelacur dari Jepang atau karayuki-san, konon dahulu mereka bekerja di tempat-tempat hiburan malam di kawasan ini. Lantaran itu, lantas berkembang sebuah teori bahwa Kembang Jepun disematkan pada kawasan itu karena terkenalnya para “kembang dari Jepang”.
Narasi tersebut, lanjut Osa Kurniawan Ilham, disuburkan oleh beberapa karya sastra yang menjadikan Kembang Jepun sebagai latar yang dibangun dalam cerita terkait kehidupan para pelacur Jepang tersebut. Hal tersebut dapat dijumpai pada Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer. Juga, Remy Silado dalam Kembang Jepun, dan Lang Fang dalam Perempuan Kembang Jepun.
Padahal, lanjutnya, peta Surabaya 1866 yang dibuat oleh T.W.A. Roessner secara jelas sudah menulis nama Kembang Djepoen. Yakni sebagian area Chinesche Kamp di sebelah selatan Handel Straat (atau Jalan Perniagaan), sekarang daerah Slompretan dan Bongkaran yang dibatasi oleh Jalan Gula. Artinya, pada 1866 nama Kembang Djepoen sudah eksis di sana, sedangkan Zaman Meiji baru dimulai dua tahun kemudian (1868).
“Apalagi masa datangnya para pelacur Jepang itu diperkirakan sekitar tahun 1885. Jadi, sebenarnya nama Kembang Jepun tak ada keterkaitan dengan narasi selama ini, para “kembang dari Jepang”, tambah Osa Kurniawan Ilham.
Osa Kurniawan Ilham menduga, nama Kembang Jepun diambil dari nama tanaman yang dahulu banyak tumbuh di kawasan tersebut. Tanaman tersebut bernama Kembang Jepun yang nama ilmiahnya Nerium Oleander, salah satu tanaman berasal dari Afrika Utara. Bunga yang cantik, namun mematikan lantaran getahnya mengandung racun.
Osa menambahkan, di sepanjang ruas Jalan Kembang Jepun berdiri berbagai gedung penting pada zamannya. Seperti Incasso Bank, dan bagian yang mengarah ke Jalan Panggung digunakan sebagai pasar dengan nama Passar Gelap. Kemudian bangunan Kantor W.H. Muller & CO, yang tahun 1919 sebagai investor KLM. Ada pula bangunan ekspedisi yang menggunakan jasa NIS (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij).
Di samping itu, tambahnya, ada pula bangunan Perusahaan Roti Tjwanbo yang sekarang dikenal sebagai Roti IN, bangunan Apotheek Filial Vriendschamp. Tahun 1937 pindah ke sudut Kaliasin dan kemudian dikenal dengan Apotek Kaliasin, sekarang menjadi lokasi Monumen Karapan Sapi. Kemudian ada bangunan gedung Deunie Bank yang bangkrut tahun 1925, pada tahun 1949 menjadi aset koran Jawa Post.
“Depan seberang Deunie Bank adalah Hongkong Shanghai Bank. Sebelah timurnya adalah Escompto Bank, yang sekarang jadi Bank Mandiri. Bangunan putih sebelahnya dengan kubah besar adalah Bank of Taiwan yang di bagian bawahnya digunakan sebagai Passar Terang. Ada pula gedung Nederlansche Handel Maatschappij yang dibentuk Raja Belanda, menggantikan fungsi VOC,” pungkas karyawan perusahaan pengeboran minyak di Afrika Utara .
Sambil naik odong-odong, beberapa tempat bersejarah sempat juga didatangi sebagai objek walking tour, di antaranya di The Siang Hwee – Asosiasi Pengusaha dan Pedagang Tionghoa, Pasar Bong, rumah Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Surabaya, Kelenteng Hok An Kiong, Geredja Kristus Tuhan, Istana Keluarga Tjoa, rumah abu keluarga Tjoa, The dan Han yang kini menjadi rumah sembahyang masyarakat Tionhoa.
Sementara itu, Surya Ari Muryanto (45), anggota TNI AL, menceritakan bahwa bersama keluarga mengikuti acara Surabaya Walking Tour ini sangat berkesan. Menurutnya, selain mendapatkan wawasan baru tentang tempat-tempat bernilai sejarah yang berada di Kota Surabaya, juga bisa berkenalan dengan teman-teman peserta dari kawasan Surabaya yang lain, bahkan dari luar Kota Surabaya.
“Yang pasti, saya beserta keluaga sangat berkesan. Mengikuti kegiatan tersebut kami jadi tahu tempat-tempat bernilai sejarah di Surabaya, juga mendapatkan kenalan baru, baik dari warga Surabaya maupun warga luar Kota Surabaya,” tambah bapak dari dua orang anak.
Di samping itu, dengan sengaja selalu mengajak anak-anak ikut kegiatan seperti ini dampaknya bagi mereka besar sekali, yakni anak-anak perlu mengenal sejarah kotanya sehingga mereka menyintai dan kelak akan menjaga kotanya. Apalagi, materi sejarah disajikan oleh pemandu yang berkopenten di bidangnya, anak-anak sangat antusias ketika mengikuti setiap penjelasan dari pemandu, pungkas anggota TNI AL Surabaya.
Pada kesempatan yang sama, Hapsari E. Palupi (42), Forex Manager, mengatakan bahwa meski waktu pelaksanaan sempat hujan cukup lebat, mengikuti penjelasan detail sekali dari narasumber yang luar biasa sehingga tak timbul rasa capek. Penjelasan narasumber berdasarkan hasil riset yang dilakukan membuat para peserta sangat tertarik dengan penjelasan di setiap tempat bersejarah tersebut.
“Secara pribadi, saya sangat berkesan. Walaupun hujan dan sempat lebat, namun panitia sigap dan fleksibel. Narasumber yang luar biasa, membuat cerita berdasarkan risetnya sangat menarik. Satu demi persatu bangunan dikenalkan dengan menarik kepada kami. Sangat enjoy, sehingga tidak ada rasa capeknya. Terima kasih banyak kepada semua pihak,” pungkasnya.
Foto Jejak Langkah
Peserta “Exploring Kya-Kya The Old China Town”
Sejak imlek masuk libur nasional dan terbuang di kalender, perekonomian semakin menggeliat. Apalagi imlek tahun ini gandeng rentang dg libur Sabtu,Minggu,Senin.
super informative and lively pictures.
thanks for sharing
superkeren, terimakasih pak ali