Katamu Duniamu, Mulutmu Harimaumu!

  • EDUKASI
Katamu Duniamu, Mulutmu Harimaumu!
Share this :

Mengutip dari About Us di alisson.id bahwa dunia adalah bahasa, sedangkan dalam filsafat bahasa bahwa dunia adalah kata-kata. Maka kata-kata kita itulah menunjukkan dunia kita, siapa kita. Apa-apa yang keluar dari mulut, saya perhalus ‘lisan’ kita, sedikit banyak akan menunjukkan gambaran dari roh watak atau kepribadian kita.

Kata-kata itu dahsyat, kata-kata itu bibit ketika kita mengucapkan sesuatu. Maka, berhati-hati dalam bertutur kata karena dari sisi spiritual, kata-kata adalah doa. Kata-kata kita menunjukkan potret kualitas spiritualitas kita. Baik atau buruk. Lantaran kata-kata itu doa, maka jika berulang-ulang kita mengucapkannya, suatu ketika akan dapat terwujud dalam kenyataan.

Membiasakan bertutur kata dengan baik akan terekam ke dalam memori otak bawah sadar, sehingga tanpa dipikir panjang pun, maka yang keluar dari lisan kita tentu kata-kata yang baik pula. Hal ini menandakan bahwa suatu proses panjang pembinaan diri telah dilalui. Selalu berada dalam circle orang-orang yang tepat, yakni mereka yang selalu berada dalam kebaikan.

Sebaliknya, jika kita memiliki kebiasaan berkata-kata buruk, misalnya suka mencela, mencaci, menggunjing, mengutuk, berghibah, membicarakan aib seseotang, dan berkata-kata kotor, semua itu telah dilakukan atas kendali otak bawah sadar. Maka, tanpa disadari kebiasaan berkata-kata buruk tersebut akan berulang-ulang, lantaran selalu saja membiarkan keluar dari lisannya.

Dalam konteks bersosialisasi antarsesama manusia, sudah tentu ada norma–norma atau etika- etika yang mesti kita saling jaga agar tidak terjadi kesalahpahaman. Sikap santun, hormat, saling menghargai, dan rasa penuh empati merupakan unsur penting dalam kehidupan bersosial. Dengan sikap positif tersebut akan tercermin sosok yang luhur budi dan berkepribadian mulia.

Lebih-lebih di era digital saat ini, semua orang dimudahkan untuk mengakses informasi apapun hanya lewat genggaman, melalui gadget dan media sosial. Satu hal memungkinkan, melalui media tersebut dapat memudahkan orang berghibah, bergunjing, mengolok-olok, mencaci, menghina, membicarakan aib, berkata-kata kotor dan lain-lain melalui unggahan, status, atau whatsapp, dan lain lain.

Perlu diingat, jejak digital itu tak kan benar-benar terhapus meski konten sudah dihapus oleh yang bersangkutan. Dan ‘apesnya’, jika seseorang yang digunjingkan tidak terima dan dapat membuktikan dengat alat bukti yang meyakinkan, urusan jadilah panjang. Pasal-pasal tertentu dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) siap menjeratnya ke ranah hukum.

Sebagaimana dilansir dari Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat ke-53, Allah SWT menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW, “Dan katakanlah kepada hamha-hambaKu, Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”

Jika dicermati, ada pelajaran menarik dari ayat tersebut, Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan anjuran kepada hamba yang beriman agar mereka bertutur kata yang baik dan menyejukkan dalam berkomunikasi dan berbicara. Ada makna tersirat, bila hal itu tak dilakukan, maka syaitan akan melontarkan di antara mereka api permusuhan. Syaitan benar-benar musuh nyata bagi manusia.

*

“Mulutmu, Harimaumu!” sebuah ungkapan yang mengajarkan kepada kita bahwa tutur kata yang keluar dari mulut ini mesti kita kendalikan, “Ojo waton njeplak!”, istilah Jawa. Jika tidak, perkataan itu akan menjelma menjadi ‘galak’, seperti harimau yang siap menerkam balik diri kita sendiri. Oleh sebab itu, dengan lisan seorang dapat terangkat derajatnya dan beroleh kebaikan. Sebaliknya, dengan lisan pula seseorang dapat tersungkur ke jurang jahanam.

NB : Ilustrasi foto dari pngtree

You may also like

1 thought on “Katamu Duniamu, Mulutmu Harimaumu!”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *