Ketika membersamai rombongan āPSL Goes to Lasem ā Blusukan Edanā baru memasuki halaman kelenteng, Minggu (9/7) lalu, bangunan ini tampak dengan keindahan detail ornamen atap, ukiran kayu, dan pahatan-pahatan di berbagai bagian bangunan. Meski keberadaannya sudah tertimbun waktu, sudah sekian abad, namun keindahan arsitekturnya masih bertahan hingga kini.
Serasa tak habis kata yang mampu mendeskripsikan betapa moleknya Kelenteng Cu An Kiong. Kelenteng terletak di tepian Sungai Lasem, Jalan Dasun No. 19, Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Terkenal dengan keindahan detail ornamen atap, ukiran kayu, pahatan dan mural pada dinding bagian dalam. Meski sudah berabad-abad, keindahannya tak lekang tertimbun waktu.
Agni Malagina, pemandu acara saat PSL berkunjung di Kelenteng Cu An Kiong, menuturkan bahwa Klenteng Cu An Kiong memiliki bentuk bangunan khas daerah Cina bagian selatan. Bangunan itu berbentuk persegi empat atau siheyuan yang memiliki atap atap ekor walet, atap Ying Shan atau Yinwei Xing. Jenis atap ini baru populer pada masa Dinasti Qing (1644-1911).
āSesuai peraturan pada masanya, jenis atap ini hanya digunakan sebagai atap bangunan kuil serta bangunan kantor yang dipenuhi oleh simbol-simbol keberuntungan,ā tutur Pengajar FIB Universitas Indonesia.
Kelenteng Cu An Kiong dibangun pada abad ke-17 oleh para imigran Tionghoa yang berlayar ke Lasem untuk berdagang. Kelenteng ini didedikasikan untuk dewa Tionghoa Cu An Kiong, yang juga dikenal sebagai Kaisar Cheng Huang, yang dianggap sebagai pelindung komunitas Tionghoa, sebagai salah satu kelenteng tertua di Pulau Jawa.
Bangunan utama klenteng ini, lanjutnya, dipenuhi oleh aneka ragam hias simbolik yang penuh makna, menggambarkan prinsip Yin dan Yang. Simbolik Yin ditunjukkan berupa ornamen burung hong atau phoenix yang dipahat di bagian kiri teras kelenteng, sedangkan simbolik Yang berupa ornamen naga yang dipahat di bagian kanan kelenteng.
āAdapun dinding depan terbuat dari kayu yang menyatu dengan pintu-pintu, dipenuhi ukiran bunga-bunga dalam vas. Pada bagian atap terdapat ukiran detil diorama yang terinspiransi dari Roman Tiga Negara, San Guo Yan Yi,ā tambahnya.
Dinding bagian dalam Kelenteng Cu An Kiong dipenuhi mural. Mural monokrom hitam putih itu diambil dari 100 panel ākomikā Fengshen Yanyi, yang dikenal juga dengan nama Fengshenbang atau Kisah Mitologi Dewa-Dewa Taois karya Xu Zhonglin. Komik ini mengambil latar masa akhir Dinasti Shang (1600-1046 SM) dan masa kebangkitan Dinasti Zhou (1046-256 SM).
āBercerita tentang penggulingan Raja Zou (Dinasti Shang) oleh Raja Wu dari Dinasti Zhou yang dibantu oleh pahlawan tempur, dewa-dewi, roh halus, dan mahluk jadi-jadian. Begitu detilnya gambaran torehan tinta pada dinding Cu An Kong sehingga gambar itu tampak hidup,ā tambah peneliti Sastra Tiongkok Modern, Sastra Tionghoa Melayu, dan Tionghoa Transnasional di Indonesia.
Di dalam klenteng terdapat patung yang berhubungan dengan laut, yaitu Dewi Ma Zu atau sering disebut Mak Co sebagai Dewi Samudra atau Dewi Laut. Menurutnya, dewi tersebut dipuja para pelaut untuk mendapatkan keselamatam. Bagi nelayan, sebelum musim melaut, mereka akan mengadakan sembahyang pemujaan bagi Ma Zu pada tanggal 23 bulan ketiga penanggalan Imlek.
āBagi masyarakat Tionghoa, terutama warga Lasem, tanggal ini merupakan tanggal ulang tahun Ma Zu. Dewi Ma Zu begitu sangat dipuja, sehingga pengunjung tabu untuk mengabadikan figur Ma Zu menggunakan kamera,ā pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua PSL Chrisyandi Tri Kartika, mengatakan bahwa awalnya PSL adalah komunitas yang suka āblusukan edanā tentang Kota Surabaya masa silam, baik tentang kuliner, budaya, bangunan kuno yang berstatus Bangunan Cagar Budaya maupun bukan. Pun tak ketinggalan kesenangan untuk dokumentasi foto-foto sebagai bentuk penyelamatan cagar budaya.
Namun, tambahnya, PSL juga mempunyai agenda āblusukan edanā di luar Surabaya. Selain blusukan edan di Lasem dan sekitarnya ini, telah dijadwalkan pada tanggal 9-10 Setember 2023 mendatang PSL akan blusukan edan di Kota Lawang, menginap di Hotel Niagara, dilanjut blusukan di Kota Malang. Kedua kota tersebut memiliki banyak peninggalan dan cerita masa lampau.
āKami telah menjadwalkan blusukan edan berikutnya ke Kota Lawang dan Kota Malang. Kedua kota ini memiliki banyak peninggalan bangunan kuno dengan cerita-cerita di balik keberadaannya di masa lalu maupun kini,ā pungkas Chrisyandi.
Cerita dari Mata Lensa



















