Jejak-jejak Kawasan Banten Lama di Kabupaten Serang banyak meninggalkan bangunan yang sarat bernilai sejarah. Salah satu bangunan yang masih tersisa yakni Keraton Kaibon. Keraton ini terletak di Kampung Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Keraton Kaibon salah satu bangunan cagar budaya di Provinsi Banten, merupakan saksi kejayaan Kesultanan Banten Lama.
Bentuk bangunan Keraton Kaibon lebih unik jika dibandingakan dengan bentuk bangunan Keraton Surosowan. Pondasi bangunan didominasi dengan bentuk kotak atau persegi panjang. Bangunan keraton menghadap barat dengan kanal dibagian depannya. Kanal ini berfungsi sebagai media transportasi untuk menuju ke Keraton Surosowan yang letaknya berada di bagian utara.
Dilansir dari cagarbudaya.kemdikbud.go.id, Keraton Kaibon dibangun pada tahun 1815, merupakan keraton kedua di Banten setelah Keraton Surosowan. Keraton Kaibon dibangun sebagai persembahan Sultan Syaifudin kepada ibundanya, Ratu Aisyah, sebagai tempat tinggal. Nama Kaibon diambil dari kata keibuan, memiliki arti bersifat seperti ibu, lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Ruang-ruang di dalam pagar Keraton Kaibon lebih berorientasi ke ruang terbuka, di belakang atau berada di sebelah selatan. Di tengah dari ruang terbuka tersebut terdapat satu bangunan. Bangunan di tengah ruang terbuka ditengarai sebagai tempat istirahat, ruangan yang ada relatif berbentang pendek dibandingkan dengan ruang pada bangunan lainnya.
Jika dibandingkan dengan Keraton Surosowan, bangunan Keraton Kaibon tampak lebih arkais (Sundanese : kuno). Hal ini dapat dilihat dari bentuk arsitektur pintu-pintu gerbang yang berbentuk candi bentar. Candi bentar merupakan dua bangunan kembar yang dibuat pada sisi kanan dan kiri pintu gerbang, biasanya dihias ukiran-ukiran khas Bali, bentuknya tinggi dan meruncing ke atas.
Dalam konsepsi kuno bangunan-bangunan sakral dan sekuler pada arsitektur Jawa, terdapat fungsi-fungsi arsitektur tertentu yang memberikan indikasi ciri-ciri sebuah bangunan keagamaan atau bangunan sekuler. Di lihat dari bentuk pintu gerbangnya, maka Keraton Kaibon menunjukkan ciri-ciri sebuah keraton dengan gaya tradisional bernuansa keagamaan dan tampak sakral.
Pintu gerbang pertama, jalan masuk berbentuk candi bentar. Hal itu menunjukkan jika halaman yang akan dilalui masih bersifat profan (bersifat biasa dan sehari-hari), atau tidak bersifat keagamaan. Pada halaman kedua, jalan masuk ditandai dengan pintu gerbang berbentuk paduraksa atau bangunan berbentuk gapura. Bentuk ini menunjukkan bahwa halaman yang akan dilalui telah mempunyai nilai sakral.
Tata letak di Keraton Kaibon yang seharusnya untuk sitinggil, yakni bangunan terbuka berlantai tinggi yang merupakan bagian bangunan keraton terdepan yang biasa digunakan untuk menghadap raja, justru dibangun sebuah masjid. Jadi, bangunan masjid tersebut merupakan bagian utama dan terdepan sehingga berfungsi sebagai sitinggil di Keraton Kaibon.
Masjid Keraton Kaibon berbentuk persegi panjang dengan sebuah mihrab yang terletak pada dinding barat masjid. Mihrab tersebut berbentuk persegi panjang. Sedangkan di halaman berikutnya terdapat beberapa bangunan yang telah hancur dan sebagian lagi hanya tersisa pondasinya saja. Tampak lubang bekas penempatan balok-balok kayu di beberapa bangunan.
Keraton ini dibangun berbahan batu bata dengan campuran pasir dan kapur di atas tanah seluas 4 hektar.Beberapa bagian tembok dilapisi batu karang. Lantaran Sultan Syaifudin menolak permintaan Belanda untuk meneruskan pembangunan Jalan Anyer – Panarukan, tahun 1832 Keraton Kaibon dihancurkan oleh Belanda. Kini tinggal sisa pondasi dan pilar-pilar reruntuhan masih bisa disaksikan.
Keberadaan cagar budaya memang perlu dijaga dan dilestarikan. Lantaran wujudnya berupa benda maupun kawasan tentu akan bisa hilang tergerus oleh waktu atau karena ulah manusia jika tidak dilindungi. Peninggalan ini jika dikelola, dijaga, dan dilestarikan maka keberadaannya menjadi etalase untuk memperkenalkan keunikan warisan budaya dan media wisata edukasi bagi anak cucu nanti.