Kepada RâŠ.
Sekuntum senyum mengembang dalam aliran rasa
Rahasia apa yang tersimpan dalam debaran
Saat kau seperti kijang emas
Meloncat-loncat di hadapanku
Hendak kutangkap, lalu lenyap
Kusimpan wujudmu dari sepi ke sepi
Kutoreh hatimu dengan pisau naluri
Diammu Sendu,
Hangatmu rindu
Demikian puisi bernuansa sedap-sedap berbumbu rasa galau, yang ditulis di buku bahasa Indonesia Galih yang dipinjam Ratna, kemudian Ratna menyalinnya ketika di rumah. Kisah dua sejoli, Galih dan Ratna, yang saling jatuh cinta di bangku SMA dalam film Gita Cinta dari SMA. Sayang hubungan keduanya kandas karena Ratna tak disetujui dengan Galih oleh orangtuanya.
Selain terispirasi dari Kisah Galih dan Ratna, ketika bangun pagi membuka whatsapp, melirik foto profil âseseorangâ, tegerak saya untuk menulis. Biasanya foto profil di media sosial dipajang foto diri semenarik mungkin, namun ini tidak. Dia menampilkan sebuah foto kalimat inspiratif, âPercayalah, kecewa tapi tidak marah itu adalah sabar yang luar biasa!â.
Galih (Rano Karno) dan Ratna (Yessi Gusman). Keduanya adalah bintang kelas, baik dalam pelajaran, olahraga maupun sopan santun. Keduanya adalah pelajar teladan. Serangkaian ungkapan cinta dalam bentuk puisi membuat Gita Cinta dari SMA, yang diangkat dari novel karya Eddy D. Iskandar dengan judul yang sama, menjadi salah satu film remaja paling romantis pada tahun 1979.
Sayang cinta mereka tidak kesampaian karena ayah Ratna yang beretnis Jawa tidak menyetujui hubungan anaknya dengan Galih yang berasal dari Sunda. Ia telah menjodohkan Ratna dengan seorang mahasiswa yang sedang berkuliah di Universitas Gadjah Mada.
Pada malam perpisahan, pihak sekolah mengumumkan bahwa Galih dan Ratna menjadi siswa-siswi terbaik. Sayangnya, dengan segala macam alasan, cinta mereka diputus. Cinta mereka harus berpisah karena Ratna melanjutkan kuliah dan akan menikah di Yogyakarta.
Tak kalah menarik, puisi dalam surat Ratna yang dikirimkan kepada Galih saat akan berpisah. Dalam surat itu ia ungkapkan rasa kekecewaan dirinya harus berpisah lantaran dipaksa menikah dengan pria pilihan sang ayah. Untaian kalimat sederhana, namun sangat dalam di relung hati makna yang dikandungnya.
“Aku sengaja menghadiahkan dasi yang sudah dipasang agar kau tinggal memakainya, sebab nanti mungkin aku tak akan di sisimu, tak bisa memasangkan dasi untukmu.
Sedangkan keretan gas, pakailah nanti jika kau mulai merokok.
Galih, aku tahu mengapa ayah sangat membenci hubungan kita.
Aku telah dijodohkan dengan lelaki berdarah ningrat, sekarang ia masih berkuliah di Fakultas Kedokteran UGM.
Apa dayaku, aku hanya seorang wanita.
Aku wanita yang mencintaimu hanya menemui jurang, aku dewasa dalam pelukanmu.”
Anda yang menapaki usia remaja di era 80-an mungkin menjadi salah satu penonton yang terpapar ‘virus’ kekecewaan dari kisah cinta Galih dan Ratna. Kekecewaan tidak diungkapkan dengan perilaku negatif misalnya marah atau emosi, namun dikemas apik dengan sikap kedewasaan, saling menerima, dan mengikhlaskan. Barangkali itu gambaran bahwa kecewa pun dapat dikemas menjadi sikap positif. Sabar misalnya.
Pandai-Pandai Kelola Kekecewaan
Pernahkah Anda kecewa atau dikecewakan? Atau, membuat kecewa lain orang? Jika jawabannya pernah, Anda perlu memejamkan mata sejenak lalu tarik napas panjang-panjang untuk merefleksi diri, dialog dengan diri sendiri.
Di belahan dunia mana pun, tak ada manusia yang tak pernah merasa kecewa. Kecewa adalah hal yang lumrah dialami oleh setiap orang tanpa memandang usia. Dalam KBBI, kecewa diartikan sebagai kecil hati, tidak puas (karena tidak terkabul keinginannya, harapannya, dan sebagainya), tidak senang; cacat, cela; gagal (tidak berhasil) dalam usahanya dan sebagainya.
Sepanjang manusia hidup dan mempunyai banyak harapan maka kekecewaaan itu pasti akan terus ada dan membayang-bayangi. Kapan pun dan di mana pun, kecewa bisa datang dari mana saja entah itu dari hubungan kekeluargaan, pertemanan, pekerjaan, harapan, bahkan urusan percintaan.
Perbedaannya ada pada bagaimana seseorang merespons kekecewaan itu. Setiap orang mempunyai cara yang berbeda dalam meluapkan kekecewaannya tersebut. Sebagian ada yang menanggapinya dengan sesuatu yang positif, ada juga yang menanggapinya dengan hal negatif, emosi dan marah.
Kiranya lebih terpuji jika rasa kecewa tersebut direspons dengan sesuatu yang positif. Sebaliknya, jika merespons dengan hal negatif, itu hanya akan membuat gelisah dan membuang banyak energi. Ada banyak cara untuk mengelola rasa kecewa tanpa marah atau emosi yang meluap.
Satu misal, berupaya mencoba merefleksi diri dengan berbagai pertanyaan, selama ini apakah yang sudah dilakukan, apakah memang selama ini sudah melakukan hal yang semestinya, atau mungkin diluar dari itu. Apabila sudah berhasil menemukan jawaban sebagai titik permasalahannya, cari jalan keluar.
Langkah selanjutnya, memperbaiki apa yang dianggap menjadi masalah atau hal yang perlu diperbaiki. Dengan berpikir positif, setidaknya itu akan mampu membuat seseorang merasa lebih lega. Pikiran buruk yang sempat mendera perlahan akan hilang dan berganti suasana lebih rileks.
Selain itu, agar dapat memproteksi hati dari rasa kecewa, beberapa hal yang dapat dilakukan agar dapat meminimalkan rasa kecewa tersebut, di antaranya;
(1) Bertawakkal atau berserah diri terhadap Tuhan.
(2) Ciptakan suasana agar mood menjadi lebih baik, lakukan hobi, atau olahraga ringan.
(3) Tingkatkan rasa optimis, buang jauh rasa pesimis.
(4) Selalu positif, baik dalam pikiran maupun perbuatan, dan
(5) Cuek juga perlu, tetapi seperlunya.
*
Nah, hindari terjebak dalam dua hal, yakni bedakan antara harapan dan angan-angan atau fantasi. Hal ini perlu Anda sadari atau pahami bahwa kadang secara tidak sadar kita sedang menggabungkan antara harapan dan fantasi di lintasan satu jalan yang sama.
Kiranya tidak keliru untuk memimpikan sesuatu setinggi-tingginya, tetapi jangan sampai mimpi itu berubah menjadi angan-angan atau fantasi. Lantaran terjebak hanya fokus dalam angan-angan tanpa fokus untuk melakukan action, ya akhirnya menemui kekecewaan. Jangan sampailah!
YahâŠ, semua itu berpulang pada bagaimana kemampuan mengolah rasa masing-masing orang.