Meraih dan mempertahankan kemerdekaan tak akan terwujud tanpa perjuangan para pahlawan. Untuk menanamkan kembali nilai-nilai perjuangan para pahlawan dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan, Pemerintah Kota Surabaya melalui kerja sama Disbudporapar dan Dispendik menggelar Sekolah Kebangsaan. Kali ini di SMP Negeri 19 Surabaya, Rabu (21/6/2023).
Acara digelar di Aula Lt. 3 SMP Negeri 19 Surabaya, Jalan DR. Ir. Soekarno (MERR) Surabaya, Jawa Timur. Diikuti oleh lebih dari 200 siswa perwakilan dari Kelas VII dan Kelas VIII. Hadir Kepala SMP Negeri 19 Surabaya Sri Widowati; dua narasumber yakni Dio Yulian Sofansyah, guru SMA Muhammadiyah 2 Surabaya; dan Ady Setyawan, founder Roode Brug Soerabaia, komunitas kesejarahan Surabaya.
Tujuan Sekolah Kebangsaan yakni memberikan pemahaman kepada para siswa Surabaya akan pentingnya nilai-nilai perjuangan lantaran Kota Surabaya satu-satunya kota bergelar sebagai Kota Pahlawan. Oleh sebab itu nilai luhur perjuangan harus ditanamkan kepada masyarakat, terutama kepada para pelajar.
Kepala SMP Negeri 19 Surabaya, Sri Widowati, saat membuka acara mengimbau kepada para pelajar agar mengikuti kegiatan Sekolah Kebangsaan ini dengan sungguh-sungguh sehingga akan memperoleh manfaatnya. Ia juga mengingatkan bahwa kegiatan ini ada pre test dan post test, untuk itu agar para siswa betul-betul memperhatikan materi apa yang disampaikan oleh para narasumber.
“Kegiatan Sekolah Kebangsaan ini diawali dengan pre test sebelum pemaparan materi, dan diakhiri dengan post test setelah para narasumber menyampaikan materi. Untuk itu, ikuti dengan sungguh-sungguh,” imbaunya.
Sebagai narasumber pertama, Dio Yulian Sofansyah menyampaikan paparannya tentang sosok Kusno. Kepada para pelajar ia menjelaskan bahwa Koesno adalah nama kecil Soekarno. Lahir 6 Juni 1901 di Jalan Pandean IV/40 Surabaya. Ayah bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, dan ibu bernama Ida Ayu Nyoman Rai, lantaran sakit-sakitan pada usia 11 tahun namanya berganti “Soekarno”.
“Masa kecil Soekarno, pertama bersekolah di Tulungagung, kemudian di Surabaya bersekolah di HBS (Hogere Burger School). Saat bersekolah di HBS, Soekarno tinggal atau indekost di rumah H.O.S. Tjokroaminoto, Jalan Peneleh VII/29-31 Surabaya. Saat tinggal di Peneleh inilah kesadaran berpolitiknya timbul,” tambah salah satu penulis buku Surabaya Masa Lalu dalam Masa Kini.
Harapan untuk generasi muda, lanjutnya, dapat mencerna dan memahami sejarah menjadi suatu hal yang bisa manfaat untuk masyarakat. Pemahaman terkait sejarah mungkin dipahami masyarakat awam itu banyak unsur negatifnya. Maka, sebagai pelajar bisa belajar lebih fokus untuk menyingkap tabir sejarah yang mungkin masih ada unsur-unsur negatif menjadi lebih positif bagi masyarakat.
“Melalui program Sekolah Kebangsaan ini, roh-roh kebangsaan yang mungkin terkikis dengan adanya globalisasi dan lain-lain itu bisa muncul lagi dan menguat lagi. Generasi muda dari berbagai tingkat jenjang pendidikan bisa meningkat lagi rasa kebangsaannya dan rasa nasionalismenya sehingga menjadikan Indonesia lebih baik dari sebelumnya,” pungkas Dio.
Pada kesempatan yang sama, Ady Setyawan menyampaikan bahwa rumah sederhana milik H.O.S. Tjokroaminoto di Jalan Peneleh Gg VII, dibangun pada 1870-an bernuansa khas Jawa. Bagian depan terdapat pagar setinggi 1 meter dilengkapi empat pilar dari kayu, menyokong bagian atap itu dulu menjadi rumah belajar para tokoh muda perintis kemerdekaan, termasuk Soekarno, Semaoen, Alimin, Musso, dan Kartosoewirjo.
Juli 1921, lanjutnya, Soekarno melanjutkan sekolah ke Technische Hoegeschool te Bandung, kini ITB. Lulus tahun 1926, kemudian ia terjun di dunia politik. Mendirikan Partai Nasionalis Indonesia tahun 1927. 29 Des 1929, pertama kali Soekarno ditangkap Belanda dan dipenjara di Penjara Banceuy Bandung. Tahun 1930 dipindahkan ke Penjara Sukamiskin, keluar tahun 1931.
“Kemudian tahun 1933 kembali ditangkap atas aktivitasnya di Partindo, diasingkan ke Flores. Antara 1938 hingga 1942, Soekarno diasingkan ke Bengkulu hingga kedatangan Jepang,” tambah penulis lima buku tentang Pertempuran Surabaya 1945.
Berbeda dengan Belanda, menurutnya, pada masa pendudukan Jepang, Jepang berusaha merangkul Soekarno. Ia dilibatkan dalam bermacam organisasi bentukan Jepang, di antaranya Jawa Hokokai, Putera, BPUPKI, PPKI, propaganda PETA, dan Romusha. Soekarno bersama tokoh-tokoh lain diundang ke Tokyo pada tahun 1943 oleh Perdana Menteri Jepang, Hideki Tojo.
“Lantas tahun 1945, Sukarno diundang oleh Marsekal Terauchi, Komandan Rikugun Asia Tenggara di Dalat Vietnam, bicara tentang rencana Kemerdekaan Indonesia,” lanjutnya.
Jelang proklamasi, tambahnya, Soekarno dan Moh. Hatta diculik kelompok golongan muda ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945, mereka menuntut agar proklamasi kemerdekaan segera diumumkan. Kemudian 17 Agustus 1945 Proklamasi dikumandangkan, dan 18 Agustus 1945 Soekarno Hatta diangkat sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama RI oleh PPKI
“Kepada para pelajar, nilai-nilai yang dapat dipetik dari sosok Koesno yakni Soekarno adalah semangat belajar yang tinggi, semangat anti kolonialisme yang tegas, dan semangat menjaga kehormatan bangsa,” pungkas pria pehobi lari dan bersepeda.
Cerita Lintas Gambar
Sekolah Kebangsaan di SMP Negeri 19 Surabaya
21 Juni 2023
Sejarah ditulis oleh pemenang, mungkin kata² itu sudah nggak berlaku sekarang, karena banyak kaum muda sekarang sudah mulai serius ubek² sejarah bangsa ini.
betul sekali… kalau sejarah ditulis pemenang atau sejarah itu dua cerita, lalu buat apa ada keilmuan sejarah?
terimakasih pak ali
Makasih Pak Ali…ikut nyimak, semoga tulisannya berkah bagi generasi muda…Aamiiin