Mengapa Orang Jepang Begitu Tenang Hadapi Pandemi Covid-19?

  • EDUKASI
Cuci Tangan-Shutter Stock
Share this :

Berhadapan dengan masyarakatnya yang tidak respons, cuek, banyak negara dibuat cukup repot akibat pandemi Covid-19. Tidak sedikit yang berontak hingga membuat keributan dengan petugas kesehatan.

Bahkan di Surabaya ada salah satu dari tim tenaga kesehatan (nakes) dari salah satu Puskesmas sampai dilempar dan dilumuri tinja oleh keluarga penderita karena tidak mau anggota keluarganya yang positif Covid-19 dievakuasi ke rumah sakit oleh nakes tersebut.

Pada saat berbagai negara begitu shock dan terlihat ada kepanikan dengan coronavirus pada awal pandemi, mengapa negara Jepang yang penduduknya terinfeksi coronavirus juga justru tampak relatif tenang dalam menghadapinya?

Kehidupan di Jepang saat pandemi Cocid-19
Salah satu suasana kehidupan di Jepang saat pandemi Cocid-19 (Foto Getty Images)

Pertanyaan itu, sebagaimana yang diceritakan Paulus melalui unggahan video di kanal Youtube Ceritakan Media, yang berjudul Mengapa orang Jepang begitu tenang dalam menghadapi pandemi Corona?.

Hal tersebut, menurutnya, lantaran orang Jepang memiliki nilai-nilai dan budaya yang membuatnya lebih siap dalam menghadapi krisis pandemi coronavirus atau Covid-19.

Budaya dan nilai-nilai orang Jepang, yang diceritakan Paulus, ada empat hal yang tampak sebagai ciri yang melekat bagi umumnya masyarakat Jepang, yakni :

Kebiasaan Bersih

Orang Jepang dikenal sangat berbudaya bersih. Sejak dini, usia sekolah, anak-anak sudah dikenalkan dan diajarkan untuk membiasakan diri mencuci tangan, dan menjaga lingkungan sekitar. Mereka membawa bekal makanan sendiri dari rumah yang disebut ‘Bento’. Sehingga anak-anak sekolah tidak jajan sembarangan.

Selain itu, rata-rata mereka juga sudah terbiasa membawa tisu basah untuk keperluan pribadi, meski sabun dan tisu pembersih selalu tersedia di setiap toilet di Jepang. Selama 12 tahun bersekolah, dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, bersih-bersih adalah bagian dari jadwal rutin para pelajar.

Terkait penggunaan masker, kalo diperhatikan orang-orang Jepang sebenarnya sudah terbiasa menggunakan masker sebagai bagian dari kebersihan. Khususnya, pada saat mereka sedang flu, pilek, batuk, dan sebagainya.

Ketika seseorang sakit flu, mereka memakai masker agar orang lain tidak tertular. Tindakan kepedulian terhadap sesama seperti ini mengurangi penyebaran virus, sehingga menurunkan beban ekonomi yang timbul akibat absen kantor karena sakit dan pengeluaran untuk obat-obatan.

Tidak berjabat Tangan Melainkan Menunduk atau ‘Ojigi’

Orang Jepang tidak berjabat tangan melainkan menunduk atau disebut ‘Ojigi’ ketika mereka sedang bertemu, atau pun dalam suatu perjamuan. Bangsa Jepang memang sejak dahulu melakukan salam antara satu dengan lainnya dengan cara menunduk, alias ‘ojigi’. Jadi bukan berjabat tangan.

Ojigi (Sumber: www.thoughtco.com)
Ojigi (Sumber: www.thoughtco.com)

Nah, pada saat penyebaran Covid-19, ketika orang-orang dihimbau untuk tidak berjabat tangan, bagi orang Jepang itu tidak ada masalah. Mereka bukannya sudah terbiasa memberikan salam dengan menundukkan badan saja.

Saat ini negara Jepang tergolong salah satu negara yang memiliki jumlah orang tua yang relatif banyak. Lantaran itu, dapat dipastikan bahwa budaya dan nilai-nilai Jepang akan terus terjaga dan lestari hingga dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Tidak Merepotkan Orang Lain

Masyarakat Jepang dikenal memiliki filosofi yang disebut dengan ‘Meiwaku Shinai Youni’, yakni ‘Jangan Merpotkan Orang Lain’. Sudah menjadi kebiasaan, umumnya mereka berusaha menjaga jarak dengan orang asing, atau orang baru dikenal.

Bukan karena sombong, melainkan karena takut orang lain tidak senang. Sehingga mereka selalu memberikan ruang kepada orang lain supaya orang tersebut merasa nyaman. Sebab itu pula, mereka sangat menjaga privasi orang.

Memang umumnya orang Jepang juga menjaga jarak sosial dengan sesama, terutama orang yang baru pertama kali dikenalnya. Pikiran menyamankan orang lain ini selalu ada pada warga Jepang. Maka, menurut mereka akan lebih baik mengurus dan menjaga dirinya sendiri secara mandiri.

Patuh Terhadap Aturan

Orang Jepang juga terkenal sangat disiplin dan sangat taat terhadap aturan. Salah satu gambaran, mereka menyeberang jalan dan membuang sampah pada tempatnya. Artinya, mereka tidak sembarangan ketika menyeberang jalan, atau ketika membuang sampah.

Ketika terjadi pandemi coronavirus mereka begitu patuh dan tunduk dalam mengikuti perintah dan aturan dari pemerintah sehingga suasana di Jepang sangat kondusif, makanya Jepang tampak relatif tenang saja.

Orang Jepang patuh terhadap aturan
Orang Jepang patuh terhadap aturan (Sumber eddiesmi/wikipedia)

“Semoga budaya dan nilai-nilai orang yang positif dapat kita pelajari dan kembangkan dalam kehidupan kita,” imbau Paulus saat menutup ceritanya.

Kasus kenaikan terinfeksi hanya di Tokyo, karena tidak sedikit orang asing pun masuk ke Tokyo. Sehingga Tokyo seolah sudah menjadi ‘melting pot country’, masyarakat heterogen yang semakin homogen, dari elemen yang berbeda melebur menjadi satu.

*

Sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari banyak hal positif budaya kita, baik budaya yang terkait dengan kearifan lokal maupun terkait dengan kehidupan beragama. Namun, semua berpulang pada moralitas masing-masing untuk menerapkannya.

Ya, ada baiknya kita kembali becermin diri. Mungkin cermin kita sudah kusam, buram dan kabur, bolehlah pinjam cermin orang lain. Dari cermin budaya masyarakat Jepang, barangkali akan tercerahkan tentang apa yang menjadi kekurangan kita.

#featured image : Dok. Kompas

You may also like

3 thoughts on “Mengapa Orang Jepang Begitu Tenang Hadapi Pandemi Covid-19?”

  1. Memang,kebiasaan masyarakat kalau sudah menjadi budaya, maka akan menjadi karakter suatu bangsa, apapun kebiasaan itu,
    Sehingga akan menjadi sesuatu yg sudah terbiasa dilakukan, sudah bukan hal baru lagi bagi warga negaranya , unk melakukan setiasp saat setiap hari dlm kehidupannya

  2. Kedisiplinan dan mendisiplinkan diri berpulang kepada individu masing-masing, yg nantinya akan meluas ke keluarga, masyarakat kecil, berlanjut ke budaya bangsa.

Leave a Reply to Andajani Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *