Dalam Rangkaian Pernak-Pernik Surabaya Lama (PSL) Goes to Parakan Temanggung, Jawa Tengah
Acara Mengulik Kotagede Yogyakarta sebenarnya mengawali rangkaian kegiatan “PSL Goes to Parakan.” Goes to …., yakni suatu kegiatan khas PSL ber-tagline #blusukanedan tak hanya di dalam Kota Surabaya, namun di berbagai kota lain. “PSL Goes to Parakan.” adalah jalan-jalan sambil blusukan mengulik sejarah bangunan peninggalan terkait dengan Parakan Living Heritage, Jumat – Sabtu (5-6/7/2024).
Mengapa acara PSL Goes to Parakan diawali dengan Mengulik Kotagede Yogyakarta? Prinsipnya menghemat waktu. Ibarat sekali dayung, dua pulau dapat terlampaui. Dari Surabaya kami berangkat pukul 05.30, dan mampir di Solo ‘andok’ sarapan pagi Nasi Liwet Bu Tini di Pasar Ayu Solo Balapan. Usai itu, perjalanan lanjut ke Kotagede, Yogyakarta. Pukul 11.00 an sudah sampai di Kotagede, padahal rombongan sempat juga ‘andok’ Es Dawet Ngudi Roso di Bogem, kedua ‘andok’ itu atas traktiran Bapak Hartono Widjaja.
Sejumlah 14 anggota PSL turut #blusukanedan, begitu tiba di Kotagede langsung ke obyek blusukan, yaitu di Living Museum Kota Gede, Living Museum Kota Gede, Ndalem Natan, Gg. Soka lewat Rumah Pesik, Rumah Pocong Sumi, Omah UGM, Tembok Masjid Kota Gede, Masjid Kota Gede, Beetween Two Gates, dan Watu Gilang. Blusukan hingga petang hari, baru kami check in hotel di kawasan ‘kampung bule’ Prawirotaman.
Agris Rizki, salah satu anggota PSL yang sekaligus sebagai pemandu #blusukanedan di Kotagede, menjelaskan satu persatu obyek blusukan di Kotagede tersebut, yakni:
Living Museum Kotagede
Pada era modern saat ini membuat peran museum kini lebih berkembang yang semula museum berorientasi pada koleksi, kini museum lebih memusatkan perhatian pada dampak keberadaannya bagi masyarakat. Pada awalnya museum lebih memposisikan diri sebagai sebuah sarana pendidikan bagi masyarakat, kini lebih fokus kepada mengajak keterlibatan individu dan atau kelompok turut aktif berperan.
Living Museum Kota Gede dahulu merupakan kediaman Hj. Noerijah, Putri dari Prawirosoewarno, seorang saudagar di Kotagede. Disebut juga sebagai Rumah Kalang karena merupakan rumah dari golongan saudagar dan pengrajin perhiasan di Kotagede. Lokasi Living Museum Kotagede Rumah Kalang di Tegalgendu Kotagede.
Rumah Kalang memiliki gaya arsitektur modern awal di Indonesia dengan beberapa ornamen Art Deco pada pilarnya, namun tetap menggunakan pakem Jawa untuk penataan area rumah dan pembagian fungsi ruangannya. Sedangkan pada inner court terdapat sebuah rubahan/bunker.
Ndalem Natan
Ndalem Natan merupakan salah satu bangunan kuno yang berdiri sejak tahun 1857. Awalnya, bangunan ini merupakan rumah tinggal salah satu saudagar di Kotagede. Di dalamnya terdapat guest house, resto-cafe, toko souvenir dan toko buku. Bagian yang bebas di eksplor sebagai obyek foto di sekitar cafe, pendopo dan pelataran depan, sedangkan dalam rumah berbayar 75K. Bangunan besar yang berada di Jl. Mondorakan 5, Kotagede, Jogjakarta.
Arsitektur bangunan tersebut menggambarkan akulturasi gaya bangunan Jawa dan Eropa. Bangunan itu dulu dikenal dengan nama Wisma Proyodanan. Dalam berbagai catatan, Wisma Proyodanan terakhir dimiliki oleh Mulsim Anwar Pranoto, seorang pengusaha dari Solo. Namun akibat gempa tahun 2006, bangunan rusak parah dan akhirnya dijual. Kini bangunan tersebut dimiliki oleh Nasir Tamara, dan dinamai dengan sebutan Dalem Natan Royal Heritage.
Gang Soka Lewat Rumah Pesik
Di sepanjang Gang Soka lewat Rumah Pesik dengan jalan kaki sampai finis peserta blusukan dapat menikmati berbagai bangunan perpaduan arsitektur Jawa dan Eropa. Tedapat bangunan estetik berupa dinding dari Rumah Pesik, rumah seorang Kalang yang sekarang menjadi museum sekaligus hotel yang dimiliki oleh Rudi J pesik, CEO DHL Indonesia. Mantan presiden Polandia Lech Walesa pernah menginap di sana.
Rumah Pocong Sumi
Orang pertama yang menempati rumah tersebut adalah pasangan suami istri Atmosudigdo. Pasangan Atmosudigdo memiliki lima orang anak yang salah satunya menjadi Menteri Agama (Menag) pertama Republik Indonesia, Muhammad Rasjidi. Dia lahir pada 20 Mei 1915 dan dilantik sebagai Menag pada 3 Januari 1946.
Dua saudara Rasyidi tinggal di luar negeri dan dua lainnya tinggal di luar Jogja. Sedangkan Rasjidi sendiri tinggal di Jakarta sejak menjabat sebagai Menag. Setelah 1946 rumah tersebut tak dihuni sehingga terbengkalai. Lantaran terbengkalai cukup lama, akhirnya banyak menghadirkan cerita mistik di dalamnya.
Omah UGM
Omah UGM pada awalnya bangunan terbengkalai, kemudian dibeli dan direvitalisasi oleh UGM. Sekarang rumah tersebut menjadi destinasi rumah tradisional Yogyakarta, khususnya Kotagede. Keberadaan rumah yang masih utuh, dan bisa dieksplor hingga ke dalam. Pun rumah ini menjadi rujukan bagi yang ingin mempelajar arsitektur rumah Jawa. Untuk masuk dikenakan retribusi sebesar 10K.
Tembok Masjid Kotagede
Tembok Masjid Kotagede merupakan tembok batas kompleks Masjid Kotagede. Tembok ini membentuk sebuah benteng yang kokoh melindungi masjid. Tembok di Masjid Gedhe Mataram memiliki warna oranye dengan tinggi sekitar dua meter. Pada puncak tembok ini terdapat ‘kemuncak’.
Kemuncak merupakan bagian atas atau puncak candi yang biasanya terdapat pada candi-candi peninggalan agama Hindu dan Buddha. Tembok yang mengitari Masjid Gedhe Mataram ini belum pernah direnovasi sama sekali sejak awal berdirinya pada 1587. Hanya saja, sempat dilakukan plester semen ketika terjadi gempa pada 2006 silam.
Masjid Kotagede atau Masjid Gedhe Mataram
Masjid Gedhe Mataram mulai dibangun pada tahun 1578 dan selesai pada tahun 1587. Masjid ini dibangun pada era Panembahan Senopati dengan banyak melibatkan masyarakat yang pada saat itu. Masjid ini merupakan masjid tertua di Yogyakarta sekaligus warisan peninggalan Kerajaan Mataram Islam di Jogja. Masjid ini sudah berdiri sejak tahun 1587 oleh Kanjeng Panembahan Senopati Sutawijaya, pendiri Mataram Islam.
Berbeda dengan masjid pada umumnya, masjid yang terletak di Dusun Sayangan, Jagalan, Banguntapan, Bantul ini memiliki bentuk bangunan yang istimewa, karena masjid ini dikelilingi oleh tembok tinggi memutari masjid. Tembok ini membentuk sebuah benteng yang kokoh melindungi Masjid Gedhe Mataram.
Beetween Two Gates
Kampung Alun-Alun dibentuk oleh dinding-dinding dan gerbang kecil yang mempertemukan dengan gang-gang sempit sebagai penghubung antar kampung. Sebagian Kampung Alun-Alun berbatasan dengan deretan rumah-rumah tradisional Jawa yang berada di antara dua pintu gerbang dan dikenal sebagai Between Two Gates atau Lawang Pethuk.
Between Two Gates berlokasi di Kelurahan Purbayan, Kotagede, istilah nama tempat ini berasal oleh Tim Peneliti dari Jurusan Teknik Arsitektur UGM pada tahun 1986. Dalam bahasa Indonesia diartikan “Di Antara Dua Gerbang”. Bentuk dan tata ruang dari rumah-rumah tradisional Jawa yang terdapat di kompleks ini tetap dipertahankan keasliannya hingga saat ini dan menjadi bagian dari museum hidup (Living Museum) Kotagede.
Watu Gatheng dan Watu Gilang
Setelah mengunjungi komplek masjid dan makam, perjalanan menuju ke arah selatan, ke sebuah kampung yang disebut Kampung Dalem (dahulu bekas dalem atau keraton) yang di dalamnya terdapat bangunan kecil. Di dalam bangunan kecil tersebut terdapat tiga buah batu bulat, berwarna kuning keemasan, yang disebut Watu Gatheng, dan sebuah batu persegi empat yang bernama Watu Gilang.
Watu Gatheng berupa tiga batu bulat masif menyerupai bola yang berwarna kekuning-kuningan. Sedangkan Watu Gilang yang dipercaya orang sebagai tahta raja-raja Mataram-Islam berupa papan batu berwarna hitam legam. Pada sisi atas batu itu terdapat prasasti dalam berbagai bahasa. Keberadaan prasasti tersebut justru memunculkan pertanyaan.
Batu berbentuk segi empat ini dipercaya sebagai singgasana raja pertama Mataram Islam. Watu Gilang sebagai tempat duduk Panembahan Senopati sebelum akhirnya pusat kerajaan dipindahkan ke Pleret. Tercatat dalam sejarah jika raja Mataram Islam yang bertakhta di Kotagede hanya sampai raja kedua. Periode Sultan Agung yang merupakan raja ketiga adalah masa transisi perpindahan kerajaan dari Kotagede menuju Pleret.
Tangkapan Mata Lensa
Mengulik Kotagede Yogyakarta
Sarapan Nasi Liwet Bu Tini
Es Dawet Ngudi Roso Bogem
Living Museum Kotagede
Ndalem Natan
Gang Soka Lewat Rumah Pesik
Rumah Pocong Sumi atau Omah Indhise
Omah UGM (Universitas Gajah Mada)
Tembok Masjid Kotagede
Makan Siang Sudah Sore di Resto Longkang Kotagede
Watu Gatheng dan Watu Gilang
Kebaya Oma
Jalan-Jalan Seputar Jalan Prawirotaman Yogyakarta