Nonton Bareng : Menggali Sejarah yang Telah Terkubur Waktu di Film “Unearthing Muarajambi Temples”

Nonton Bareng “Unearthing Muarajambi Temples”
Share this :

“Saya sudah otw ke Cinepolis CITO,” demikian pesan di whatsapp dari Sylvi Mutiara seorang teman komunitas Roode Brug Soerabaia. Ia yang memegang daftar kolektif nama anggota yang telah didaftarkan untuk nonton bareng film Unearthing Muarajambi Temples di Cinepolis City of Tomorrow (CITO) Surabaya, Kamis (23/11/2023).

Nonton Bareng “Unearthing Muarajambi Temples”
Tiket kolektif nonton bareng film Unearthing Muarajambi Temples

Buru-buru tentu. Kami janjian pukul 18.30 harus sudah sampai di lobby Cinepolis, lantaran jam tanyang film pukul 19.00. Seiring juga nanggung dengan waktu salat Maghrib dan kemacetan lalu lintas. Mengingat, saat-saat demikian masih padatnya lalu lintas di Jalan Ahmad Yani Surabaya. Namun, kami terbiasa on time, jadi sudah memperhitungkan jarak, waktu, dan kondisi lalu lintas.

Kami, dari komunitas Roode Brug Sorabaia nonton bareng dengan empat orang, yakni Sylvi Mutiara, Wahyu Udanto, Satrio Sudarso, dan saya sendiri. Nonton bareng Unearthing Muarajambi Temples yang diprakarsai Young Buddhist Surabaya diperuntukkan selain perorangan, juga untuk berbagai komunitas yang secara kolektif daftarnya. Sempat pula bertemu personil Pernak-Pernik Surabaya Lama (PSL).

Nonton Bareng “Unearthing Muarajambi Temples”
Suasana antrean untuk mendapatkan tiket nonton bareng film Unearthing Muarajambi Temples

Unearthing Muarajambi Temples

Unearthing Muarajambi Temples adalah film dokumenter garapan Nia Dinata – Kalyana Shira Foundation, yang didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI. Film ini menggali cerita sejarah yang telah terkubur waktu tentang situs Candi Muarajambi di tepi Sungai Batanghari Desa Muaro Jambi Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

Selingan candaan ringan dan kocak, narasi dari aktor di tengah-tengah jalan cerita serasa membuat penonton tidak sedang menonton film dokumenter. Film berdurasi sekitar 80 menit, dikemas secara apik dan menarik sehingga tak membosankan. Hal ini, tampak dari antusias penonton yang memenuhi tak kurang dari 90% kursi Cinepolis, mereka terus mengikuti jalan cerita.

Nonton Bareng “Unearthing Muarajambi Temples”
Dari kiri mke kanan : Olga Lydia, Nia Dinata, Aina, dan Fifi

Unearthing Muarajambi Temples terinspirasi dari buku Mimpi-Mimpi dari Pulau Emas (Dreams from The Golden Island) yang ditulis Elizabeth Inandiak bersama masyarakat Desa Muaro Jambi. Banyak isu yang diusung di film ini, namun toleransi jadi salah satu pesan paling kuat. Terlihat dari penggambaran pengembangan Candi Buddha di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas adalah muslim.

Film Unearthing Muarajambi Temples menggiring penonton untuk menelusuri sejarah sejak masa lampau hingga saat ini. Yakni, sejak kejayaan Sriwijaya hingga kini, situs Muarajambi juga menjadi ruang hidup masyarakat adat Islam asli Jambi dengan segala tradisinya. Selain difungsikan sebagai situs edukasi dan pariwisata, kompleks candi juga dipakai sebagai tempat peribadatan umat Buddha.

Nonton Bareng “Unearthing Muarajambi Temples”
Nonton sembari nahan kantuk . Gak apa koq, film belum diputar.

“Fasilitas di kompleks ini juga tampak digunakan oleh komunitas yang melakukan pembelajaran nonformal. Hal tersebut pun menunjukkan bagaimana ajaran kebaikan dan toleransi terwaris turun temurun, meski itu dilakukan oleh masyarakat yang heterogen,” kata saya dari mengamati jalan cerita film.

Shooting, atau pengambilan gambar untuk dokumenter dilakukan di dua negara, yaitu Indonesia, di Desa Muaro Jambi, dan di India. Hadirnya India di film ini bukan tanpa alasan, hal ini lantaran Candi Muarajambi memiliki kaitan amat erat dengan Mahawihara Nalanda, pusat pembelajaran Buddha di Bihar, India.

Nonton Bareng “Unearthing Muarajambi Temples”
Personil Roode Brug Soerabaia foto bareng Olga Lydia

Pada masa lalu, Candi Muarajambi berfungsi sebagai pusat pendidikan internasional, para pelajar asing dari India, Tiongkok, dan Tibet datang untuk belajar dan menekuni ilmu pengetahuan. Luas kompleks Candi Muarajambi 3.981 hektar, dengan panjang mencapai 7,5 kilometer. Candi ini memiliki luas 8 kali lebih besar dibandingkan dengan Candi Borobudur di Jawa Tengah.

Garapan film ini rupanya mengusung semangat berkolaborasi antara tim produksi dengan masyarakat di sekitas kompleks Candi Muarajambi. Pemeran-pemeran film pun tampak beberapa anak, remaja hingga orang dewasa dari masyarakat setempat. Seperti hadirnya Aina, perempuan sopir bentor, juga Fifi berperan sebagai tokoh muda, serta komunitas desa seperti sekolah alam.

“Selain menyuguhkan pengetahuan, dan memperkenalkan kompleks percandian Muarajambi sebagai destinasi pariwisata yang menarik, film ini juga memiliki pesan penting tentang toleransi. Melalui cerita yang disuguhkan, penonton diharapkan dapat memahami betapa pentingnya menghormati dan menghargai perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan, serta budaya,” simpulan saya.

Nonton Bareng “Unearthing Muarajambi Temples”
Personil Roode Brug Sorabaia foto bareng Aina

Featured image : Personil Roode Brug Soerabaia dan PSL foto bareng dengan Nia Dinata

You may also like

1 thought on “Nonton Bareng : Menggali Sejarah yang Telah Terkubur Waktu di Film “Unearthing Muarajambi Temples””

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *