Keuntungan bersepeda keliling kota, yakni bisa mengulik kembali tempat-tempat yang dulu sebagai salah satu ikonik kota yang kini keberadaannya sudah hampir punah, atau bahkan sudah punah. Tempat-tempat yang generasi kini mungkin tak mengenalnya, di antaranya yaitu Pasar Tunjungan.
Taman Bungkul, kami tetapkan untuk titik kumpul bersepeda keliling tengah kota Surabaya bagi kami berlima yakni Wahyu D., Rachmad Priyandoko atau dikenal C4KM4D (seniman mural & scribble Surabaya), Bagus Yusuf W., Nur Wahyudi, dan aku sendiri, Sabtu pagi (26/2/2022).
Pada zaman kolonial Belanda keberadaan Pasar Tunjungan melengkapi citra Surabaya sebagai pusat distribusi dagang selain Pasar Blauran, Pasar Genteng, Jembatan Merah, Kembang Jepun, Pasar Pabean, dan Pasar Pegirian. Saat itu Surabaya menjadi kota dagang penting di Indonesia.
Dirilis dari surabayapagi.com bahwa Pasar Tunjungan adalah salah satu pasar legendaris. Pemerintah Kolonial Belanda membangun pasar tersebut sekitar tahun 1923. Dengan keberadaan pasar tersebut tentunya kawasan ini menjadi sangat ramai dan berkembang sebagai area komersial.
Lantaran sebagai salah satu kawasan komersial dan strategis, Tunjungan cukup terkenal di Surabaya sejak zaman dulu, dan bahkan menjadi jujugan kalangan borjuis Belanda yang ingin nongkrong, bersantai, dan kongkow-kongkow sekaligus berbelanja.
Pada masa pendudukan Jepang, Pasar Tunjungan berganti nama menjadi Toko Chiyoda, tempat menjual tas, koper, dan sepatu. Sedangkan saat pertempuran 10 November 1945, tempat ini dijadikan markas besar Arek-Arek Suroboyo menyusun strategi dan merancang siasat melawan pasukan Inggris.
Meski demikian, pasar yang sarat dengan nilai historis kini fasilitasnya menjadi gedung tua, tampak reot dan tak terawat. Pasar Tunjungan kini seperti bangunan lawas bernuansa horor. Aktivitas perdagangan sepi, sangat memprihatinkan, padahal pasar ini dalam penguasaan PD Pasar Surya.
Bangunan berlantai tiga itu, plafon dari lantai satu hingga lantai rusak cukup parah. Di lantai satu, ada tertulis stan warung kopi, warung makan, sejumlah etalase kaca kosong di beberapa lorong. Beberapa stan yang tutup bertuliskan nama kantor, seperti kantor notaris, dan DPW GANI Jatim. Entah masih ditempati atau tidak.
Di lantai dua beberapa sisa-sia bongkaran stan masih tampak berserakan. Kemudian pintu masuk menuju lantai tiga ditutup total. Lift untuk menuju ke lantai tiga tidak berfungsi sama sekali. Beberapa bagian berkarat, menandakan lift tersebut telah lama tak berfungsi.
Pemandangan Pasar Tunjungan kini sangat kontras dengan bangunan di seberangnya. Belantara beton yang terdiri atas Mal, hotel dan apartemen menjulang tinggi seakan menusuk langit. Juga kontras dengan Jalan Tunjungan yang telah resmi dihidupkan kembali sebagai tempat wisata bertajuk ‘Tunjungan Romansa”.
Masyarakat Surabaya yang datang di kawasan Jalan Tunjungan tak hanya semata disuguhi suasananya. Namun, berbagai spot foto yang telah dihiasi dengan berbagai mural, aneka produk UMKM, kuliner, dan melihat pertunjukan seni dan budaya. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meresmikan “Tunjungan Romansa”, Minggu (21/11/2021).
*
Mengingat historisnya, di samping untuk mengimbangi Jalan Tunjungan sebagai tempat wisata dan perkembangan kawasan sekitarnya, revitalisasi Pasar Tunjungan sangat diperlukan. Barangkali Pasar Tunjungan bisa dirancang ulang sebagai pusat oleh-oleh dan kuliner kearifan lokal sehingga menjadi jujugan bagi warga Surabaya atau warga luar. Terwujud atau tidak, itu berpulang kembali kepada Pemkot Surabaya.
Mengenang sejarah kota surabaya,
Bu Sulustyorini,
Masih banyak sudut-sudut kota Surabaya yang dapat di-explore untuk diceritakan kepada generasi kekinian
agar mereka tahu dan menghargai perjuangan para pendahulu.
Sehat selalu bersama keluarga besar Panjenengan nggih.
Sebuah lierasi yang luar biasa, perlu dikembangkan, perlu dutuangkan dalam tulisan-tulisan bapak. Kelak pasti manfaat yang luar biasa, semngar terus pantang kendur, salam sehat dan lierasi
Keren, saya juga kepingin lo pak Ali
Bu Kun Mariyati,
Sekali waktu perlu jalan-jalan susuri kota, banyak hal yang bisa kita ceritakan bagi generasi millenial.
Sehat selalu bersama keluarga besar Panjenengan nggih.
Pak el wiyono,
Matur nuwun atas apresiasi dan support Panjenengan. Semoga Pemkot Surabaya tak membiarkan Pasar Tunjungan bak bangunan horror.
Sehat selalu bersama keluarga besar Panjenengan nggih.
Mengenang Tunjunfan ingat lagunya Mus Mulyadi . Rek ayo rek,mlaku-mlaku nang Tunjungan.Malem Minggu kok dicampur karo Timur.
Masbro Santoso A.,
Kawasan Tunjungan banyak menyimpan historical perjuangan mempertahankan NKRI dengan peristiwa pertempuran 10 November 1945.
Ada Hotel Majapahit tempat penyobekan bagian warna biru bendera Belanda, sehingga tersisa merah dan putih.
Sehat selalu bersama keluarga besar Panjenengan nggih.