Kampung Tambak Bayan terletak tak jauh dari Tugu Pahlawan Surabaya adalah perkampungan padat yang didiami warga etnis Tionghoa. Akibat pandemi Covid-19 perayaan Tahun Baru Imlek di kampung ini berbeda dengan perayaan tahun sebelumnya. Jika tahun lalu ada pertunjukan barongsai keliling kampung dan bagi-bagi angpao, tahun ini ditiadakan.
Koko Gepeng, salah satu warga Tambak Bayan, menuturkan bahwa agar tidak ada kegiatan yang memicu kerumunan di masa pandemi Covid-19, perayaan Imlek kali ini dilaksanakan sederhana. Pertunjukan barongsai yang biasanya menjadi agenda rutin setiap perayaan Imlek ditiadakan, juga tradisi bagi-bagi angpao. Kampung yang biasanya penuh nuansa warna merah dan berbagai lampion, kini sepi.
Lebih lanjut Koko Gepeng menambahkan, walaupun tidak mengadakan perayaan seperti tahun-tahun sebelumnya, warga masih diperbolehkan menerima kunjungan sanak familinya yang berdomisili berada di luar kampung Tambak Bayan. Hal yang perlu diperhatikan yakni mereka tetap mematuhi protokol kesehatan dengan menerapkan 5M.
“Perayaan Imlek sifatnya lebih individual pada setiap keluarga. Warga sudah diimbau oleh pengurus RT 2 RW 2 Tambak Bayan, selain tetap mematuhi protokol kesehatan, juga menghindari kegiatan yang bersifat kerumunan agar dapat memutus penularan Covid-19,” pungkasnya.
Re-Calling Tambak Bayan
Kampung yang letaknya tak jauh dari Tugu Pahlawan di pusat Kota Surabaya, Tambak Bayan adalah mempunyai nilai sangat strategis dan ekonomis, khususnya bagi para kolektor properti maupun para pengembang yang mengundang mereka untuk mengalihfungsikan sebagai kawasan bisnis daripada sekedar hanya sebuah kampung. Tetapi masalahnya bukan seenteng begitu.
Mengutip dari buku “Re Calling Tambak Bayan”, Tambak Bayan merupakan kampung pecinan tua di Kota Surabaya. Kampung yang di dalamnya dihuni oleh keluarga Tionghoa itu berhasil bertahan melewati badai konflik penggusuran. Mengaktivasi kampung yang mulanya sunyi menjadi riuh ramai adalah siasat warga untuk menghadang para serakah tanah. Kegiatan seni salah satu cara warga menyalakan api semangat.
Semula kampung Tambak Bayan Tengah terdiri atas dua kampung, masing-masing dibangun secara organik mengelilingi bangunan kuno peninggalan zaman Belanda. Tetapi pada tahun 1990 an, satu bagian dari kampung Tambak Bayan Tengah tersebut dibongkar, dan dialihfungsikan menjadi lahan parkir sebuah hotel.
Semenjak itu, satu kampung yang tersisa berusaha untuk bertahan dari bayang-bayang relokasi. Baru pada tahun 2010 an, Tambak Bayan mulai menjadi sorotan oleh komunitas seni dan peneliti urban. Mulailah saat itu ada berbagai kegiatan bersifat kolaboratif secara rutin dari kolektif seni, peneliti urban, dan warga setempat.
Pada perayaan Imlek, Jumat (12/2/2021), warga menginisiasi sebuah pameran arsip terkait kisah perjuangan kampung mereka. Pameran berisi potret-potret aktivitas warga dan seniman yang berkelindan atau ‘erat menjadi satu’ di kampung Tambak Bayan. Kegiatan mulai dari diskusi, pameran seni, penerbitan buku, konser musik, hingga produksi film. Pameran sekaligus sebagai peringatan satu dasawarsa perjuangan warga mempertahankan ruang hidupnya.
Selain pameran arsip, juga ada pameran mural yang dikerjakan secara kolaborasi antara warga dengan seniman. Setiap tembok warga hampir semua tak lepas dari saputan kuas, sehingga seluruh area kampung bercorak warna-warni untuk merayakan Imlek di tengah pandemi Covid-19. Tak kalah seru juga, seniman eksperimental Benny Wicaksono akan menampilkan karyanya bertajuk “Japamantra #01″.