Puasa Gadget Kenapa Tidak? Reset Otakmu dengan ‘Dopamine Detox’!

Puasa Gadget Kenapa Tidak? Reset Otakmu dengan ‘Dopamine Detox’!
Share this :

Oleh
Wahyu D. & Ali Muchson

Tak dapat dipungkiri bahwa di era digital, era penggunaan gadget dan internet sudah merambah ke segala lapisan masyarakat, itu tak peduli orang tua, remaja, bahkan anak-anak. Gadget, piranti segenggaman tangan itu, menjadikan aktivitas mereka sangat dipermudah. Yakni, mempercepat komunikasi dan mempermudah pekerjaan. Namun, di sisi lain ada kecenderungan hampir setiap orang tidak dapat lepas dari gadget, akses internet, dan media sosial sehingga menumbuhkan sikap individualisme, dan rendahnya rasa sosial.

Di sela-sela jam efektif saat aktivitas rutin pun kadang lebih sering membuka gadget, melihat notifikasi, menjawab whatsApp, atau membuka video prank, daripada fokus pada tugas yang harus segera dituntaskan. Tak peduli apakah ia karyawan kantoran, mahasiswa, siswa, ibu rumah tangga, atau saat lagi ‘mager’ di warkop, dan lain-lain. Kebiasaan tersebut dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental. Oleh karena itu, kita perlu melakukan puasa hiburan, atau yang lebih dikenal dengan Dopamine Detox.

Aktivitas yang dianggap bisa menyenangkan namun bisa berdampak buruk bila dilakukan secara berlebihan, misalnya menggunakan gadget, bermain video game, dan berselancar di dunia maya tanpa memperhatikan waktu. Bahkan, tidak sedikit orang yang akhirnya menggantungkan kesenangan terhadap aktivitas tersebut sampai melakukannya secara berlebihan. Menunda-nunda sesuatu yang mestinya lebih penting daripada sekadar membuka-buka medsos.

Dilansir tayangan video dari YouTube Rianto Astono berjudul Dopamine Detox – Reset Otak, ia menjelaskan bahwa ketika ‘klik’ adalah jalan ninja kita menuju adiksi. Yakni, akses untuk mendapatkan kesenangan instan, pemenuh hasrat, pembunuh waktu, sehingga setiap kali kita membanjiri otak dengan dopamine. Dengan bermain game, media sosial, browsing tanpa tujuan jelas, buka YouTube melulu, atau bahkan membuka situs pornografi.

Dua jam bermain game berasa tak begitu lama, tetapi sepuluh menit belajar sesuatu langsung sakit kepala. Melalui sentuhan jari, sentuhan jari di handphone kita, itu adalah eskapisme kita. Kapan terakhir kamu makan tanpanya, beranjak tidur tanpanya, pacaran tanpanya, boker tanpanya, hangout tanpanya, bersenang-senang tanpanya, berlibur tanpanya, dan kapan terakhir kamu bercinta tanpanya?

Sekarang coba bayangkan, suatu hari kamu tak dapat mengakses internet atau mengunakan gadget kesayanganmu, apa yang akan terjadi? Teknologi internet yang digunakan secara keliru, tak hanya menghabiskan waktu dengan percuma, melainkan akan merusak otak dan menghancurkan hidup kita. Kita jadi seorang pemalas luas biasa. Cepat bosan, tak fokus, tak pandai bersyukur, dan terlalu sibuk pada hal-hal tak penting. Kita jadi pecandu, kita hidup namun serasa sudah mati.

Solusi Mereset Otak

Rianto Astono, dalam video di akun YouTube-nya, ia memberikan sebuah solusi sekaligus tantangan tentang bagaimana kita dapat mengembalikan hidup, dapat mengatasi rasa malas, meningkatkan level energi, dan mereset kembali otak kita supaya menjadi bahagia dan sukses, yakni dengan melakukan dopamine detox.

Waktu kita mendapatkan nilai A setelah belajar dengan tekun selama berhari-hari, kita merasa bahagia. Waktu kita memperoleh promosi jabatan karena telah bekerja dengan baik selama bertahun-tahun, kita pun bahagia. Saat kita nembak gebetan setelah pedekate yang lama dan dapat jawaban ‘iyes’, kita pun senang bukan main.

Tetapi masalahnya, berkat internet kita juga dapat merasakan pengalaman serupa hanya dari sebuah ‘klik’ atau sentuhan jari. Itu terjadi saat kita mendapatkan ‘likes’ di media sosial, bermain game, order junkfood via aplikasi, atau menonton pornografi. Kebahagiaan kini berada di ujung jarimu. Tak perlu waktu yang lama dan usaha yang besar untuk mendapatkannya.

Jika kamu bisa mendapatkan nilai bagus hanya dengan sebuah ‘klik’, apakah kamu mau menghabiskan waktu berhari-hari untuk belajar? Jika kamu bisa mendapatkan reward, level-up, likes, dan pengakuan sosial, hanya dari ujung jarimu, apakah kamu mau menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk bekerja dengan tekun?

Dopamine adalah hormon yang bertanggung jawab terhadap sensasi senang dalam otak kita. Bersama serotonin, endorfin, dan oksitosin, dopamine dijuluki sebagai ‘happy hormones’, atau hormon kebahagiaan. Dopamin juga berkait erat dengan motivasi dan hasrat untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan.

Saat kita merasa bahagia, otak kita dibanjiri dengan dopamine, tak peduli itu setelah kita melakukan hal yang sulit atau yang mudah. Berolahraga menghasilkan dopamine. Bermain game menghasilkan dopamine. Bercanda dengan teman menghasilkan dopamine. Nonton video prank yang lucu dan recehan juga menghasilkan dopamine. Pencapaian karier atau bisnis menghasilkan dopamine.

Begitu juga, nonton video orang pamer kemewahan sembari membayangkan kita di sana juga menghasilkan dopamine. Merawat tubuh, menyehatkan badan, mendapatkan shape yang baik menghasilkan dopamine. Sapaan manja dari host cantik, tulis nama di dada, dan jadi pascol terkenal di bigo juga menghasilkan dopamine.

Jika ada pilihan yang lebih mudah mengapa kita harus melakukan yang lebih susah? Tetapi sayang beribu sayang, semua itu pada akhirnya membuat kita tak lagi menghormati proses. Merusak sistem reward dalam otak kita. Sebab reward tak lagi datang dari serangkaian usaha dan rentetan waktu, melainkan dapat diperoleh setiap kali dibutuhkan hanya melalui ujung jari dengan ‘klik’.

Padahal, hidup tak semudah naik level di mobile legend, tak seindah newsfeed orang liburan di instagram, tak seromantis drama Korea, tak selucu prank di YouTube, tak seinstan binary option, tak seperti itu. Tetapi kita mungkin memang sudah jadi pecandu, yang selalu sakau dengan kebahagiaan dan pencapaian yang semu.

Maka tak heran apabila instan adalah new normal. Tak sabaran. Tak fokus. Selalu merasa jenuh. Tak pernah merasa puas atau terlalu gampang puas. Tak pandai bersyukur. Malas untuk hal-hal yang lebih penting, namun kelewat rajin untuk hal-hal yang tak berguna. Fear of Missing Out (FOMO), yakni takut tertinggal sesuatu, tetapi malah meninggalkan mimpi diri sendiri.

Internet adalah alat, ibarat pisau yang bergantung pada penggunanya. Yang dapat digunakan untuk memotong, atau membunuh. Tentu saja tak ada yang salah dengannya sampai ia digunakan secara berlebihan. Memakainya secara ekstrem, sambil merasa baik-baik saja. Hidup-hidup gue. Waktu-waktu gue. Tidak melanggar hukum, tidak masuk penjara. Tetapi ternyata ia mengubah seluruh hal dalam hidupmu.

Dan kita tak sadar, sejak kapan ia telah merusak otak kita. Membuat kita tak lagi nyaman tanpanya. Tak lagi mengejar apa yang sebetulnya kita impikan, atau mungkin kita tak lagi punya impian? Tak lagi menjadi manusia yang hidup, sehidupnya. Saat kita setiap kali lebih mementingkan kesenangan instan, daripada menyelesaikan masalah. Maka kita perlu berubah.

Caranya, adalah dengan menyingkirkan gangguan dan memperbaiki fokus, sehingga hal-hal penting yang terlihat bosan untuk dikerjakan, tak akan lagi terlihat sebosan itu. Dan goal yang ingin kita capai, ternyata tidak sejauh itu. Kita pun dapat mengembalikan hidup kita, maka mari coba Dopamine Detox.

Mengapa ada orang yang begitu fokus dengan hal-hal penting dalam hidupnya? Tidak malas bekerja, selalu mengembangkan bisnisnya. Mempererat hubungan sosial. Sementara, yang lain begitu malas melakukannya, tetapi malah menghabiskan waktu begitu percuma dalam candu internet? Jawabannya ada pada kebiasaan yang mereka lakukan setiap hari.

Berani dengan Tantangan ini?

Untuk membangun kebiasaan yang baik, Habit of Mind, kita dapat melakukan dopamine detox. Yaitu dengan memperbaiki sensor yang berada dalam otak kita. Saat motivasi hilang dan semangat luntur, kita tak lagi boleh menghibur diri dengan eskapisme. Berupa dopamine hit seperti yang biasa kita lakukan. Kita tak lagi memberikan reward setiap saat.

Alih-alih melakukannya, biarkan dirimu merasa bosan. Kamu mungkin akan merasa lesu darah dan setengah mati, tetapi itulah point-nya. Dengan membiarkan dirimu bosan, kamu akan membiarkan otakmu mereset dirinya. Kamu akan menjadi sangat bosan, sehingga hal-hal yang sebelumnya kamu anggap begitu membosankan, hal-hal yang justru lebih penting, dan prioritas. Masalah yang sebetulnya perlu kamu selesaikan, perlahan berubah jadi menyenangkan.

Beberapa hal yang perlu kamu kurangi atau bahkan hilangkan adalah pornografi, sosial media, game, musik, netflix, youtube, gosip, dan berita online. Kamu tentu tetap dapat menggunakan internet, aplikasi dan software yang mendukung pekerjaanmu. Tetapi perhatikan sekali lagi, jangan pernah menggunakannya untuk memberikan dopamine hit, seperti yang selama ini kamu lakukan.

Effort + Time. Berikan reward hanya ketika pekerjaan telah selesai, terutama setelah petang hari. Semakin besar pencapaian yang kamu dapatkan, maka semakin besar reward yang boleh kamu berikan. Ini seperti berbuka setelah puasa seharian, tenggorokan terbasahi, dahaga hilang, perasaan lega pun datang. Perasaan lega, itulah sebagai reward-nya, meski tak bicara pahala puasa.

Selanjutnya, Rianto Astono menyarankan, pertahankan dopamine detox ini selama 100 hari berturut-turut hingga menjadi habit yang baru. Dengan membiarkan otak kita beristirahat dari reward-reward yang semu, kita akan mulai mendefinisikan kembali kebahagiaan, dan merasa lebih bahagia. Bahkan untuk hal-hal kecil yang sering terlewatkan di depan mata.

Dedaunan lebih hijau, kicau burung jadi lebih merdu, kopi pahit terasa lebih nikmat. Hidup tenang, pikiran segar, bebas gangguan, lebih fokus, dan lebih produktif. Hingga akhirnya, kita pun jadi mempunyai lebih banyak ruang dan waktu untuk menyusun ulang goal yang ingin kita raih. Sekaligus secara perlahan mulai fokus untuk mencapainya. Yuukk, berani dengan tantangan ini?

You may also like

4 thoughts on “Puasa Gadget Kenapa Tidak? Reset Otakmu dengan ‘Dopamine Detox’!”

  1. Avatar
    Endang Sulistijorini

    Kampanye dopamine detox sangat harus dilakukan ini Pak Ali…saya lihat sendiri dari orang2 dekat benar mengalami apa yg ditulis di atas…jadi malas mengejar target hidupnya…akhirnya terlena.
    makasih saya mesti ngunjungi Youtoobe Rianto Astono…

    1. Bu Endang Sulustijorini,
      Inggih, saat ini di kehidupan hampir setiap orang sudah jadi pecandu gadget dan internet dalam kesehariannya.

      Khususnya para generasi muda millennial perlu perhatian dari orangtua atau guru agar ada pembatasan dan menggunakan piranti tersebut secara bijak.

      Matur nuwun sanget atas apresiasi dan support Panjenengan.
      Sehat-sehat selalu bersama keluarga besar Panjenengan.

  2. Mas Santoso Abetnego,
    Pemandangan di mana saja, masyarakat kita hampir setiap orang begitu menjadi pecandu gadget dan 6.

    Khususnya para generasi muda millennial perlu perhatian dari orangtua atau guru agar ada pembatasan dan menggunakan piranti tersebut secara bijak.

    Matur nuwun sanget atas apresiasi dan support Panjenengan.
    Sehat-sehat selalu bersama keluarga besar Panjenengan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *