Rabeg : Semula Menu Kuliner ‘Sakral’ Favorit Sultan Maulana Hasanuddin Banten

  • KULINER
Rabeg : Semula Menu Kuliner ‘Sakral’ Favorit Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Share this :

Bermula dari kiriman share konten dari youtube oleh Yusuf Bagus W., seorang teman di Surabaya, tentang menu rabeg saat alisson.id di Cilegon. Dia menuliskan pada pesan whatsapp-nya bahwa terlalu disayangkan ketika sedang di Cilegon, atau Banten pada umumnya, jika tak mencicipi menu favorit Kesultanan Banten, yakni era Sultan Maulana Hasanuddin.

Cerita punya cerita, untuk memenuhi tuntutan penasaran dari tayangan video youtube yang dikirim teman, demi meyakinkan diri akhirnya coba-coba browsing di Google. Dari beberapa artikel ternyata makin membuat penasaran, seperti apa sih menu rabeg itu? Hingga Senin petang (31/1/2022) diajak ‘andok’ di warung ‘Nasi Uduk – Rabeg Khas Cilegon Daging Sapi’ di Jalan Stasiun Samping Eks Bank BJB Cilegon.

Rabeg : Semula Menu Kuliner ‘Sakral’ Favorit Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Olahan rabeg daging dan jeroan sapi yang siap dijajakan

Menu rabeg nyatanya memang mengundang selera makan, karena racikan khas dengan rempah-rempah dan bumbu komplit yang melumuri daging, membuat aroma sedap dan lezat untuk di santap. Rabeg merupakan makanan khas yang sudah ada sejak masa awal Kesultanan Banten. Menu khas Banten ini semula diolah menggunakan bahan dasar berupa daging kambing.

Namun, untuk memfasilitasi sebagian orang yang tidak menyukai olahan daging kambing, muncul varian menu rabeg dengan bahan dasar daging sapi, bahkan juga daging kerbau. Melengkapi olahan daging, diolah juga jeroan seperti hati, limpa, paru-paru, babat, dan lainnya. Rabeg disajikan dengan nasi uduk dan acar ketimun, bisa juga tambah telur asin, telur dadar, perkedel, atau kerupuk.

Rabeg : Semula Menu Kuliner ‘Sakral’ Favorit Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Pilihan lauk pelengkap menu nasi uduk – rabeg

Sejarah Awal Menu Rabeg

Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, yang menjadikan daya tarik menu rabeg selain rasanya yang tak diragukan lagi, juga sejarah awal mulanya. Konon, menu kuliner tersebut memiliki nama awal yang terinspirasi dari kota yang bernama Rabigh, yakni kawasan pelabuhan dengan permukiman padat penduduk di kota Jeddah, di Provinsi Makkah. Yakni, di sebelah barat Arab Saudi.

Ketika kali pertama Sultan Maulana Hasanuddin beribadah haji, kota yang ia singgahi adalah Rabigh. Sebuah kota dekat pelabuhan, tempat ketika ia turun dari kapal. Ketika itu, sultan sempat menikmati menu makanan berbahan daging kambing dan berkuah dengan cita rasa khas. Sultan menyukainya. Setelah kembali ke Banten, ia minta dibuatkan menu tersebut sebagai sajian khas di keraton.

Rabeg : Semula Menu Kuliner ‘Sakral’ Favorit Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Penjual sibuk melayani pelanggan

Sebenarnya juru masak kesultanan tidak mengetahui bahan-bahan bumbu yang digunakan untuk membuat makanan yang disantap oleh sultan saat singgah di kota pelabuhan tersebut. Dengan memberanikan diri, juru masak mencoba mengolah daging kambing dengan bumbu berdasar atas perkiraan saja. Saat dihidangkan ternyata cita rasa olahan daging kambing itu cocok bagi sultan.

Mulai saat itu olahan kambing tersebut selalu menjadi menu wajib di Keraton Kesultanan Banten untuk acara-acara tertentu. Seiring berjalannya waktu, dan masyarakat pun sudah mulai familiar dengan menu kuliner khas kota Rabigh, sehingga sebutan nama berubah menjadi Rabeg. Hal ini barangkali sesuai kebiasaan penyebutan agar lebih mudah mengeja oleh kalangan masyarakat Banten.

Rabeg : Semula Menu Kuliner ‘Sakral’ Favorit Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Warung kaki lima “Nasi Uduk – Rabek Daging Sapi Khas Cilegon” Jalan Stasiun Samping Eks Bank BJB Cilegon

You may also like

6 thoughts on “Rabeg : Semula Menu Kuliner ‘Sakral’ Favorit Sultan Maulana Hasanuddin Banten”

    1. Bu Juli Indawati,
      Terima kasih buat apresiasi Panjenengan.
      Cita rasanya hampir sama menu krengsengan daging kalau di sini. Enak juga sih.
      Semoda tetap sehat selalu bersama keluarga besar.

    1. Mas Santoso A.,
      Asal muasalnya dari nama kota pelabuhan “Rabigh” di kawasan Jeddah, Arab Saudi.
      Cita rasanya seperti krengsengan daging, 11-12 lah.
      Sehat-sehat selalu nggih. Matur nuwun.

Leave a Reply to Ali Muchson Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *