Even tahunan Parade Surabaya Juang untuk tahun 2023 kali ini menyuguhkan berbagai atraksi pertunjukan bagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Berbagai pertunjukan, seperti teatrikal Perang 10 November 1945 dan Pertempuran Mulyorejo, membuat takjub para penonton yang hadir di sepanjang jalan dari start hingga finis, yakni dari Jalan Pahlawan hingga Jalan Wali Kota Mustajab atau depan rumah dinas Wali Kota Surabaya, Minggu (5/11/2023) sore.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bersama Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Rini Indriyani turut memeriahkan acara tersebut. Bahkan, Cak Eri dan Ning Rini, sebutan mereka berdua, berdampingan mengendarai sepeda motor klasik dari start hingga finis. Sedangkan jajaran Forkopimda, dan para Veteran Pejuang mengiringi dari belakang dengan mengendari mobil Jeep kuno.
Gelaran acara tahunan memperingati Hari Pahlawan 2023, dan untuk membangunkan memori kolektif masyarakat terhadap jasa pahlawan yang gugur dalam pertempuran 10 November 1945 di Kota Surabaya tersebut digarap atas kerja sama Disbudporapar dengan Roode Brug Soerabaia dan Yayasan Surabaya Juang. Acara ini pun telah didaftarkan ke dalam Kharisma Event Nasional (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk agenda 2024.
Wali Kota Eri Cahyadi menuturkan, acara ini digelar setiap tahun untuk memperingati Hari Pahlawan dan untuk mengingat jasa para pahlawan yang gugur dalam pertempuran 10 November 1945, di Kota Surabaya. Agar selalu diingat oleh seluruh masyarakat, acara ini akan didaftarkan ke dalam Kharisma Event Nasional (KEN) 2024.
“Parade Surabaya Juang sudah kita daftarkan ke KEN ya, jadi insyaallah satunya adalah Parade Bunga dan juga Parade Juang ini. Insyaallah semoga tahun depan bisa masuk ke dalam agenda nasional,” tutur Wali Kota Eri, Senin (6/11/2023).
Dalam kesempatan yang sama, Satrio Sudarso, Ketua Roode Brug Soerabaia, mengatakan bahwa Pertempuran 10 November 1945 merupakan peristiwa penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini terjadi di Surabaya dan merupakan bagian dari perlawanan rakyat Indonesia terhadap kehadiran pasukan Sekutu yang ingin menguasai kembali wilayah Indonesia setelah Jepang menyerah pada Perang Dunia II.
“Dengan mengadakan teatrikan perang dan memperingati peristiwa penting seperti Pertempuran 10 November 1945, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran sejarah di kalangan masyarakat. Hal ini penting agar generasi muda dapat memahami dan menghargai perjuangan para pahlawan dalam merebut dan atau mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” Kata Satrio Sudarso.
Di samping itu, lanjutnya, pertunjukan teatrikal ini juga berfungsi sebagai sarana pendidikan yang mengedukasi bagi masyarakat, khususnya para generasi muda. Melalui visualisasi peristiwa-peristiwa penting dalam pertempuran, mereka dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sejarah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
“Pertunjukan teatrikal ini juga dapat memperkuat rasa solidaritas sekaligus membangunkan memori kolektif masyarakat. Melalui partisipasi dan penontonan bersama, masyarakat dapat merasakan ikatan emosional dan kebersamaan dalam menghargai perjuangan para ahlawan,” tambahnya.
Selain perserta berbagai komunitas reenactor dari Kota Surabaya, hadir pula 300 orang dari komunitas reenactor luar Kota Surabaya. Di antaranya perwakilan komunitas reenactor dari Sidoarjo, Gresik, Bangil, Malang, Banyuwangi, Mojokerto, Kediri, Tulungagung, Trenggalek, Klaten, Yogyakarta, Semarang, Temanggung, Bandung, Jakarta, dan bahkan dari Banjarmasin. Sedangkan total pendukung tak kurang dari 7000 orang, pungkas dosen Univertitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Sementara itu, Heri Prasetyo, atau lebih dikenal dengan panggilan “Heri Lentho”, Yayasan Surabaya Juang, menjelaskan bahwa sebenarnya di balik acara Parade Surabaya Juang tahun 2023 ini ada pesan yang disampaikan. Yakni, menyuarakan “Kurban Perang dan Pengungsi”. Maka, dalam pertunjukan di antaranya divisualisasikan ada pengusung keranda, anak-anak kecil berlarian dengan memukul ‘kentongan’ bersama ibu-ibu.
“Kini Surabaya disebut Kota pahlawan, Negeri Bergabung Nasional , Bendera Merah Putih luruh berduka dalam setengah tiang. Apakah kita tetap menjadi setengah tiang, Setengah orang, setengah manusia yang dikuasai amarah untuk saling mengalahkan satu sama lain dengan Cara Berperang. Perang 10 November nyata, kami adalah kurban. Kurban Kemanusiaan,” seperti narasi puitis yang diceritakannya di sekretariat, dua hari sebelum gelaran.
Hal itu, lanjutnya, selaras dengan tanggal 6 November, hari ini, sebagai Hari Pencegahan Eksploitasi Lingkungan dalam Perang dan Konflik Bersenjata (International Day for Preventing the Exploitation of the Environment in War and Armed Conflict). Majelis Umum PBB telah resmi mendeklarasikan pada 6 November 2001. Oleh karena itu, setiap tahun pada 6 November selalu diperingati momen tersebut.
“Revolusi November, dari Surabaya untuk Dunia adalah tema yang kami usung. Yakni, dari Surabaya mari kita berseru untuk merawat bumi, menjaga masa depan. Damai dalam satu bumi, hentikan peperangan. STOP WAR! Revolusi November pada Parade Surabaya Juang, turut memperjuangkan dalam menciptakan kesadaran bersama untuk menjaga keamanan dan perdamaian demi menjaga alam dan mencegah eksploitasinya dalam konflik militer,” pungkas Heri Lentho.
Tangkapan Mata Lensa
Parade Surabaya Juang Tahun 2023
5 November 2023




























































































































