Roode Brug Soerabaia, komunitas kesejarahan Surabaya, menghadiri undangan panitia Peringatan Mengenang Perjuangan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dalam Pertempuran Jalan Salak, atau Jalan Pahlawan TRIP Kota Malang, kini. Pertempuran terjadi pada 31 Juli 1947. Sarasehan dilaksanakan di Aula Museum Brawijaya Malang, Sabtu (29/7) pagi.
Sarasehan dihadiri empat pemateri, di antaranya Kepala Pelaksana Sejarah (Kalakjarah) Bintaljarah Dam V/Brawijaya, Letkol Kav. Tutur Suwantoro; penulis buku Malang Tempi Doeloe, Dukut Imam Widodo; Dr Reza Hudiyanto, M.Hum., akademisi dari Universitas Negeri Malang (UM); dan generasi TRIP Cone Djarot. Dihadiri pula Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji; Gunarso, Pembina TRIP Jawa Timur; dan perwakilan para pelajar Kota Malang.
Kepala Pelaksana Sejarah (Kalakjarah) Bintaljarah Dam V/Brawijaya, Letkol Kav. Turur Suwantoro, dalam sambutannya menuturkan bahwa agenda ini sebagai media penguatan literasi dan memberikan wawasan kepada generasi muda Kota Malang terkait perjuangan Pahlawan TRIP. Yakni, tentara dengan semangat membara, meski saat itu usia mereka masih sangat belia.
âMereka berjuang untuk melawan tentara Belanda dalam Agresi Militer Belanda I pada 31 Juli 1947. Akibatnya, sebanyak 35 tentara TRIP gugur di medan perang. Hingga akhirnya, mereka dimakamkan secara bersama dalam satu liang lahat,â tuturnya.
Tutur menambahkan, saat ini Jalan Salak Kota Malang telah diubah namanya menjadi Jalan Pahlawan TRIP. Selain nama yang berubah, di tempat itu pula monumen bersejarah, Taman Makam Pahlawan TRIP, yang tetap berdiri hingga saat ini.
âPahlawan TRIP saat pertempuran terjadi usianya rata-rata masih 14 hingga 18 tahun. Ini yang perlu kita tanamkan bersama, semangat juang tak pandang bulu. Penuh keberanian dan tanggung jawab. Saat itu, mereka bersikukuh ingin lepas dari bangsa Belanda, penjajah bangsa Indonesia,â tambahnya.
Beberapa rangkaian kegiatan dalam rangka untuk mengenang jasa dan perjuangan Pahlawan TRIP. Di antaranya, sarasehan, bazaar, napak tilas, teatrikal hingga upacara di Taman Makam Pahlawan TRIP yang dulu berada di Jalan Salak. Lantaran saat itu pertempuran dan gugurnya para pahlawan tersebut di sana,â pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji menegaskan bahwa penanaman pengetahuan dan wawasan tentang perjuangan Pahlawan TRIP ini sangat bagus. Bahkan, di tanah Nusantara ini hanya di Kota Malang saja yang memiliki Taman Makam Pahlawan TRIP.
âIni kan luar biasa. Jadi, harapan kepada para generasi muda juga agar mengerti dan memahami. Bahkan menjadikan inspirasi, khususnya tentang nilai-nilai sejarah perjuangan dari Pahlawan TRIP,â tegasnya.
Usai mengikuti sarasehan, Rombongan perwakilan Roode Brug Soerabaia menyempatkan juga anjangsana di Museum Brawijawa Malang. Museum yang menyimpan kepingan sejarah perjuangan rakyat Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Sejumlah benda seperti senjata, kendaraan, barang-barang milik pejuang hingga perpustakaan berisi dokumen sejarah pengabdian dan perjuangan TNI.
Mengutip kemuseum.org, Museum Brawijaya dibangun atas prakarsa Brigjen TNI (Purn.) Soerachman yang kisaran tahun 1962 menjabat sebagai Pangdam Brawijaya. Museum ini kemudian dibangun tahun 1967, dan diresmikan Mei 1968 oleh Pangdam Brawijaya generasi berikutnya, Kolonel (Purn.) Dr. Soewondo.
Museum yang terbuka untuk umum itu juga menyimpan sebuah gerbong kereta tua yang diabadikan untuk mengenang jasa pejuang. Keberadaan gerbong tersebut sekaligus menjadi menjadi saksi bisu kekejaman penjajah mematahkan semangat meraih kemerdekaan. Gerbong itu disebut âGerbong Mautâ. Ia merupakan kendaraan tempat tewasnya puluhan pejuang saat perjalanan dari Bondowoso hingga Surabaya.
Pada 1947 Belanda melakukan penangkapan besar-besarann terhadap pejuang Indonesia di Bondowoso. Akibatnya, penjara Bondowoso mengalami kelebihan kapasitas hingga penjajah memutuskan pemindahan tahanan ke Surabaya. Pemindahan itu dilakukan dengan tiga gerbong kereta. Seratus tahanan dipaksa masuk dalam gerbong panjang 5,27 meter, lebar 2,82 meter, dan tinggi 3,34 meter untuk menempuh perjalanan belasan jam.
Salah satu dari tiga gerbong ditutup dan dikunci mengakibatkan 46 orang meninggal, sakit parah 11 orang, sakit 31 orang, yang sehat tinggal 12 orang. Lantaran oksigen yang minim ditambah perlakuan penjajah yang tidak memberi mereka makan dan minum, membuat banyak pejuang pejuang bertumbangan. Bahkan, hidup sebagian besar dari mereka berakhir di dalam gerbong tersebut. Peristiwa terjadi pada 23 November 1947.
Rombongan perwakilan Roode Brug Soerabaia dikoordinasi oleh Wakil Ketua Roode Brug Soerabaia, Satrio Sudarso. Turut pula dalam rombongan perwakilan yakni Sylvi Mutiara, Wahyu D. Nurul, Fatmawati, Yoyog, Jibril, dan Ali Muchson.
Tangkapan Mata Lensa
Sarasehan Peringatan Pertempuran Jalan Salak
Kota Malang, 29 Juli 2023