Roode Brug Soerabaia Hadiri Undangan “Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”

  • EDUKASI
“Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”
Share this :

Begitu suara berbagai jenis instrumen seperti gong, saron, bonang, kendang dan lain-lain mengalun khas menyulap suasana dan memberikan nuansa tradisional pertunjukan kearifan lokal, ludruk. Alunan instrumen mengiringi gerakan penari remo muncul di panggung. Tari remo, tarian yang menggambarkan kegagahan, kepahlawanan, dan keberanian sebagai penyambut tamu.

Pun, kidungan jula juli, tembang yang berupa pantun jenaka bercirikan khas berbahasa Jawa Timuran yang berisi guyonan, humor, pesan moral, maupun sindiran jenaka yang dibawakan duet antara Cak Robets Bayoned dengan Cak Ipul atau Zaiful Irwanto nama aslinya, suasana jadi penuh “geerr” ngakak, dan tepuk tangan saat pembukaan “Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”, di Joglo Merah Putih, Jalan Dr. Ir. H. Soekarno 678 Surabaya, Minggu (21/1/2024) malam.

Lantaran saya angkatan generasi baby boomers, generasi 60 an, pikiran saya langsung surut ke era 70-80 an, ada tokoh ludruk Sidik Wibisono atau Cak Sidik, Markeso atau Cak Markeso, Cak Kartolo, dan Cak Sapari. Namun, sebenarnya jauh sebelum mereka, dikenal pula tokoh ludruk seperti Pak Santik (periode 1905-1920 an), Cak Pono (periode 1920-1930 an), dan Cak Gondo Durasim atau Cak Durasim (periode 1933-1944).

Pun di era 90 an muncul Ludruk Tjap Toegoe Pahlawan (LTTP), salah satu grup yang ludruk diawaki sejumlah mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), tenar saat itu. Lantas dikenal Dargombes yang bernama asli Rahmat Hidayat, Agus Lengki, Jackie Rahmansyah, Agus Basman, dan Lies Hartono atau kini akrab disapa Cak Lontong, juga Ali Aridli. Mereka sekawanan dari Teknik Elektro angkatan 1988.

Ketenaran para pemain ludruk tak hanya dari kepiawaian melempar guyonan ketika monolog dan dialog maupun lakon yang dimainkan, namun juga dari bahasa tubuh mereka yang bisa membuat para penonton “geerr” terpingkal-pingkal. Karakter ludruk itu ringan, ceplas-ceplos, tapi gayeng. Keunikan seni peran yang karakteristik tersebut kini dimiliki pula oleh para personil The Luntas Indonesia yang dimotori oleh Cak Robets Bayoned.

Luntas, akronim dari Ludrukan Nom-noman Tjap Arek Soeroboio, grup ludruk yang memiliki pendekatan kontemporer, namun tak meninggalkan pakem seni ludruk pada lazimnya. Hal ini tampak saat pementasan tetap menampilkan tari remo, kidungan jula-juli, kostum, properti, musik maupun efek suara, hingga tema lakon yang lebih kekinian sehingga menarik perhatian anak muda seperti dari komunitas Cak dan Ning Suroboyo.

Robets Bayoned, salah satu motor penggerak Luntas, menuturkan bahwa tetap konsisten mengadakan pertunjukan tanpa menunggu tanggapan atau job dan jadwal dari dinas terkait. Dengan cara woro-woro, Luntas tetap konsisten mementaskan pertunjukan ludruk. Luntas dibentuk 21 Januari 2016, satu-satunya grup ludruk yang mandiri, mempunyai tobong atau tempat pertunjukan sendiri.

“Ludruk The Luntas Indonesia itu bukan untuk siapa-siapa, tetapi ludruk ini ya untuk ludruk itu sendiri. Tujuan kami ingin ‘nguri-uri’ ludruk agar tetap ada dan dikenal kalangan muda. Menghidupkan ludruk, tidak mencari hidup dari ludruk,” tutur Robets Bayoned, yang nama aslinya Erland Setiawan, saat pembukaan acara “Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits” di Joglo Merah Putih tersebut.

Luntas, namanya terinspirasi dari tumbuhan yang banyak manfaatnya. Luntas (bahasa Jawa) adalah tanaman sejenis semak, bisa dibuat pagar pekarangan rumah, bisa untuk obat, dan dimakan sebagai lalapan. Filosofinya, Luntas diharapkan menjadi obat kerinduan akan kesenian ludruk, menjadi pagar budaya agar ludruk tetap terjaga, dan produk seninya masih bisa dikonsumsi masyarakat di era modern ini, pungkasnya.

Entah sudah berapa ratus bulan purnama berlalu, kerinduan menonton kesenian ludruk terbayar oleh aksi panggung Ludruk Opera Luntas dengan lakon “Tumpeng Maut”, yang dikemas apik dengan drama kolosal “Kompi Maling” ft. Front Kolosal Soerabaja. Turut meriahkan pula Stand Up Comedy: Dedy Gigis & Friends, Sastra: Puisi Aixa Paramitha, Wayang Blang Bleng: Ki Ompong Soedarsono Temanggung, dan Tari Sufi Nusantara: Mbah Minto Bojonegoro.

Saking gayengnya, acara baru dipuncaki pada jelang tengah malam dengan doa bersama, dilanjutkan pemotongan tumpeng. Para pendukung acara dan tamu undangan khusus diminta ke panggung dan berbaris menunggu giliran untuk menerima sepiring nasi kuning beserta lauk pauk. Kemudian mereka menikmati nasi tumpeng bareng-bareng beserta beberapa personil Luntas.

“Hei, Bets, endi janjimu jange mbalekno jarik sing koen colong? Nek gak koen balekno, koen bakal tak laporno polisi!” (Hei Bets, mana janjimu akan kembalikan jarik yang kamu curi? Jika tidak kamu kembalikan, kamu akan aku laporkan kepada polisi!), tegur Pak Lurah di tengah-tengah orang-orang menikmati nasi tumpeng. Disaksikan Carik, Cak Ipul danCak Anam, suami yang istrinya kehilangan jarik.

Dengan entengnya, Robets Bayoned menjawab bahwa jariknya sudah dijual dan uangnya untuk menambahi uang sumbangan dari para pendukung acara untuk membeli tumpeng. Tumpengnya sudah habis dibagikan dan dimakan bareng-bareng, termasuk Carik, Ipul, Anam, dan juga Pak Lurah sendiri.

“Kalau aku dihukum, aku gak terima kalau sendirian. Ya, semua yang makan tumpeng harus dihukum juga. Termasuk para pendukung, undangan, Carik, Ipul, Anam dan Pak Lurah. Inilah, disebut lakon Tumpeng Maut!”, jawab Robets Bayoned yang disambut “geerr” ngakak dan tepuk tangan penonton, menggema di tengah malam.

Sementara para undangan yang hadir tak hanya dari kalangan seniman ludruk Surabaya, namun dari berbagai kalangan pemerhati seni budaya Surabaya, termasuk dari bagian Kesra Pemkot Surabaya, juga Graha Sastra dan Budaya (GATRA) Lumajang. Sedangkan Roode Brug Soerabaia hadir diwakili oleh Wahyu D., Nur Wahyudi, Jibril, Bagus Yusuf W., dan saya sendiri – Ali Muchson.

Ini Kata Mata Lensa
“Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”


“Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”
Cak Ipul atau Zaiful Irwanto nama aslinya membuka acara “Anniversary – 8th The Luntas Indonesia” sebagai ketua

“Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”
Adegan dagelan mereka bikin “geerr” ngakak

“Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”
Adegan Cak Ipul dan Cak Robets Bayoned bertemu di jalan

“Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”
Wayang Blang Bleng perform Ki Ompong Sudarsono Temanggung Jawa Tengah

“Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”
Salah satu adegan teatrikal “Kompi Maling”

“Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”
Tarian Sufi Nusantara perform Mbah Minto Bojonegoro

“Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”
Roode Brug Soerabaia menyerahkan kue ulang tahun, Cak Robets Bayoned yang tiup lilinnya. (foto : Jibril)

“Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”
Tumpeng Maut dibagi-bagikan. (foto: Jibril)

“Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”
Inilah sekawanan yang harus dihukum bersama Robets Bayoned lantaran turut rame-rame makan tumpeng hasil dari mencuri jarik istri Cak Anam. (foto: Jibril)

“Anniversary The Luntas Indonesia – 8th Work without Limits”
Saya bersama Ki Ompong Soedarsono dari Temanggung Jawa Tengah, dalang Wayang Blang Bleng

Featured image by: Jibril

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *