Roode Brug Soerabaia, salah satu komunitas kesejarahan Kota Surabaya mengisi kegiatan bulan Ramadan selain mengadakan bakti sosial ke Panti Asuhan Khadijah 2 Surabaya, Minggu (24/3/2024), juga mengadakan Webinar dengan topik “NGABUBUWRITE SEJARAH – Dasar-Dasar Menulis secara Umum”, Minggu (30/3/2024), pukul 16.00 hingga pukul 17.30.
Webinar diikuti peserta tak hanya dari anggota Roode Brug Soerabaia, peserta dari Kota Surabaya, namun peserta dari Kota Malang dan peserta dari Kota Temanggung, Jawa Tengah. Hadir sebagai pemateri Ali Muchson, photographer & writer www.alisson.id, sekaligus tim media dokumentasi Roode Brug Soerabaia dan Surabaya Walking Tour. Bertindak sebagai moderator Satrio Sudarso, Ketua Roode Brug Sorabaia. Berikut paparan pemateri:

Mengapa Harus Menulis? “Verba volant, scripta manent”, ungkapan Kaisar Titu di hadapan Senat Romawi, adalah ungkapan dalam bahasa Latin yang bermakna “kata-kata terbang, tulisan tetap”. Ungkapan ini mengacu pada konsep bahwa kata-kata yang diucapkan atau disampaikan secara lisan dapat terlupakanseiring waktu, sementara tulisan atau catatan tertulis memiliki kecenderungan untuk tetap ada dan dapat diacu kembali dalam jangka waktu yang lebih lama.
Dalam Al-Quran disebutkan oleh Surat Al “Alaq ayat 4 dan 5, yakni: Allażī ‘allama bil-qalam (4). ‘Allamal-insāna mā lam ya’lam (5). Artinya: Yang mengajar (manusia) dengan pena/qalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Beratolak dari kedua ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung manusia dianjurkan untuk menulis sebagai sarana dalam memperoleh pengetahuan sekaligus bernilai ibadah.

Menulis itu Kewajiban
Dalam Surat Al ‘Alaq 1-5 sebenarnya ada penegasan bahwa membaca itu wajib karena ia diperintahkan oleh Tuhan. Bacalah ayat-ayat tertulis dan ayat-ayat tak tertulis yang bertebaran di muka bumi. Lalu, agar bisa dibaca dan dipelajari (ulang), apa yang telah dibaca perlu diikat maknanya dengan pena/qalam.
Kehadiran kitab-kitab suci, termasuk Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an, adalah bukti nyata bahwa Tuhan perlu menggerakkan hamba-Nya untuk menuliskan firman-firman-Nya ke dalam kitab-kitab tersebut. Tentu, semua itu agar manusia bisa mengkajinya, mempedomani, dan menularkannya kepada sesamanya.
Memang kewajiban membaca itu utama, dan menulis baru menyusulnya. Bacalah, lalu tulislah. Kegiatan reseptif, lalu produktif. Keduanya rangkaian yang seharusnya selalu bertautan. Maka, secara implisit menulis bukan sunnah atau mubah, atau suka-suka, melainkan wajib adanya sehingga bisa dikategorikan sebagai amal ibadah.

Satu Kata Topik
Dikutip dari buku Write or Die – “Jangan mati sebelum menulis buku”, karya Much. Khoiri bahwa semua tulisan sepanjang dan sekompleks apa pun sejatinya berasal dari satu kata topik. Hanya satu kata topik! Kata topik adalah kata yang (potensial) mengandung beragam gagasan. Kata ini mewakili ide atau topik yang dimiliki oleh si empunya ide (penulis).
Untuk kata topik, sebuah kata bisa dikembangkan ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawah, dengan menambahkan informasi atau keterangan yang diinginkan. Makin luas wawasan dan kaya ide seseorang, makin potensial kata itu membesar dan meluas menjadi tulisan yang panjang, sepanjang yang diinginkan.
Kata “menulis”, misalnya, adalah sebuah kata topik, yang berbeda dengan kata “yang”, “tanpa”, “pada”, “untuk”, “mungkin” dan sejenisnya. Kata topik masih bisa dikembangkan dengan menambah unsur lain, baik itu kata benda, kata kerja, kata sifat, maupun kata keterangan untuk membangun makna.
Untuk kata “menulis”, misalnya, kita bisa bertanya: Siapa yang menulis? “Joni Gudel.” Menulis apa? “Ringkasan buku.” Maka, jadilah kalimat: “Joni Gudel menulis ringkasan
buku.” Hanya berhenti di sini? Tidak, kalimat sederhana ini masih bisa dikembangkan lagi yang lebih kompleks.
“Joni Gudel menulis ringkasan buku”, ditambah pertanyaan “Joni Gudel yang mana? Kemudian, ringkasan buku apa? Maka, perlu kita lengkapi dengan menyebutkan ciri-ciri Joni Gudel untuk menerangkan siapa dia sehingga berbeda dengan Joni Gudel yang lain barangkali ada. Di samping juga menyebutkan keterangan untuk ringkasan buku yang dimaksud.
Maka, jadilah (misalnya) begini: “(Saat ini) Joni Gudel, yang berperawakan sedang dan hitam manis serta suka mengenakan baju kotak-kotak, sedang menulis ringkasan buku yang ditugaskan oleh tutor menulinya, buku yang berjudul Kesaksian dari Garis Depan karya Ady Setyawan.”
Tulisan tersebut bisa berkembang, seperti: “Saat ini, tepat menjelang hadirnya senja, Joni Gudel, yang berperawakan sedang dan hitam manis serta suka mengenakan baju kotak-kotak, yang dibelinya beberapa hari silam, sedang menulis ringkasan buku. Ia menulis ringkasan buku atas tugas yang diberikan oleh tutor menulisnya. Adapun judul bukunya adalah Kesaksian dari Garis Depan karya Ady Setyawan. Ringkasan buku tersebut akan diikutsertakan dalam suatu lomba di komunitasnya, Roode Brug Soerabaia.”

Kaidah 5W + 1H
Kaidah 5W + 1H yakni suatu metode yang digunakan untuk menyusun informasi secara sistematis dalam sebuah karya tulis, baik itu artikel, laporan, berita, atau karya tulis lainnya. Metode ini memuat enam pertanyaan pokok yang harus dijawab dalam sebuah karya tulis.
Berikut contoh draft penggunaan kaidah 5W + 1H, misalnya tentang peristiwa “Runtuhnya Kerajaan Majapahit”
What (Apa): Apa yang terjadi dalam peristiwa tersebut? Runtuhnya Kerajaan Majapahit adalah peristiwa saat kekuasaan pusat kerajaan melemah dan daerah-daerah bawahan mulai memperoleh otonomi yang lebih besar.
Who (Siapa): Siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut? Kerajaan Majapahit, yang dipimpin oleh Raja terakhirnya, Raja Girindrawardhana atau Brawijaya V.
Where (Di mana): Di mana lokasi peristiwa tersebut berlangsung? Peristiwa ini berlangsung di wilayah Nusantara, terutama di Jawa, pusat kekuasaan Kerajaan Majapahit.
When (Kapan): Kapan peristiwa itu terjadi? Runtuhnya Kerajaan Majapahit terjadi pada awal abad ke-16, sekitar tahun 1520-an hingga 1540-an.
Why (Mengapa): Mengapa peristiwa tersebut terjadi? Runtuhnya Kerajaan Majapahit disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain konflik internal, serangan dari luar serta perubahan politik dan sosial di wilayah-wilayah bawahan.
How (Bagaimana): Bagaimana peristiwa tersebut terjadi? Keruntuhan Majapahit terjadi secara bertahap, melalui serangkaian konflik internal dan eksternal, penaklukan wilayah-wilayah bawahan oleh kekuatan luar, serta kemerosotan otoritas pusat yang mengakibatkan pecahnya kerajaan menjadi beberapa kekuatan kecil.
Jawaban keenam pertanyaan tersebut akan memudahkan penulis mengembangkan draft menjadi karya tulis atau artikel. Tata urutan 5W + 1H tak harus berurutan seperti tersebut, tergantung selera dan pertimbangan penulis. Bisa saja di awali dari who, where, when, why, atau how, unsur yang muncul lebih awal sebagai hal yang dianggap penting untuk diketahui pembaca.
Apa yang kita lakukan atau alami setiap saat dalam keseharian, mulai bangun tidur hingga menjelang tidur lagi, sejatinya adalah tulisan yang belum kita tulis. Pengalaman keseharian itu adalah sumber inspirasi yang tiada akan pernah kering, yang bisa dikembangkan menjadi karya tulis narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
Yuuk, kita mulai menulis, yakinlah bahwa Anda pasti bisa!


Note : Terima kasih atas fasilitas zoom meeting dari Mbak Sarah, istri Mas Wahyu D.
Kelihatannya gampang, jadi ingin mencoba.
Terimakasih pak Ali atas artikel yang inspiratif.
Sehat2 selalu, sukses dalam berkarya.