Judul ini sengaja saya mengutip dan meminjam sebagian kalimat dari sampul depan sebuah buku “Sekolah Menjadi Orangtua – Catatan Seorang Konselor” karya Ani Chistina. Ia menuliskan di bagian bawah sampul depan buku tersebut dengan tulisan aslinya begini, “Rumah adalah sekolah pertama dan utama di dunia di mana gurunya adalah orangtua.”
Berangkat dari tulisan di bagian bawah sampul buku tersebut, lantas terlintas di benak bahwa sejatinya semua anak tumbuh dan berkembang akan menjadi apa kelak diawali dan berangkat dari bagaimana pola asuh orangtua yang diterapkan. Dalam hal ini, Diana Baumrind (1971) membedakan pola asuh, apakah orangtua sebagai autoritarian, permisif, atau autoritatif.
Pola asuh autoritarian, yakni pola asuh yang cenderung membatasi dan menghukum. Anak selalu didesak untuk mengikuti arahan orangtua dan menghormati pekerjaan serta jerih payah mereka. Orangtua yang menerapkan pola ini terbiasa membuat batasan dan kendali yang tegas. Tidak ada tawar- menawar akan sering dijumpai dalam pola pengasuhan model ini.
Berbeda dengan pola asuh autoritarian, pola asuh permisif yakni orangtua justru cenderung memberi kebebasan lebih pada anak. Orangtua ada kecenderungan tidak peduli sehingga perilaku sosial anak kurang atau tidak cakap, terutama dalam hal pengendalian diri, dalam hal ini ketidakmampuan untuk mengelola kebebasan.
Namun, di sisi lain dari pola asuh permisif, orangtua ada kecenderungan memanjakan anaknya. Orangtua yang menganut pola asuh ini selalu mengijinkan buah hatinya melakukan apa saja. Akibatnya, anak jadi tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya serta selalu berharap mendapatkan semua yang mereka inginkan. Biasanya anak cenderung suka melanggar peraturan.
Sedangkan pola asuh autoritatif, yakni pola asuh perpaduan dua pola sebelumnya. Pola asuh ini dikenal sebagai pola demokratis, yaitu orangtua memberi kebebasan pada anak tetapi tetap memberikan batasan dan pengendalian atas tindakan atau perilaku anak. Anak dibesarkan dalam keluarga autoritatif biasanya menjadi pribadi bertanggung jawab dan memiliki kesadaran diri yang tinggi.
Orangtua sebagai Guru Pertama dan Utama
Terkait beberapa kasus, orangtua dan masyarakat cenderung menyalahkan guru karena mereka dianggap bertanggung jawab atas pendidikan dan perkembangan siswa. Dalam hal ini, orangtua dan masyarakat menggantungkan harapan bahwa guru dapat mengatasi semua masalah yang timbul di sekolah. Padahal, masalah tersebut kompleks dan melibatkan banyak faktor yang tidak sepenuhnya terkait dengan peran guru.
Persepsi yang kurang tepat atas kekurangpahaman orangtua dan masyarakat tersebut terhadap peran dan tugas guru di sekolah perlu diluruskan. Bahwa, tanggung jawab pendidikan itu tak semata berada di pundak guru, namun juga pada peran dan tanggung jawab orangtua sebagai guru pertama dan utama di rumah serta peran lingkungan masyarakat.
Menyoal orangtua sebagai guru pertama dan utama, yakni anak-anak belajar banyak hal penting di rumah yang didapat dari orangtua dan anggota keluarga sebelum mereka memasuki lingkungan sekolah formal. Orangtua memiliki peran penting dalam membantu perkembangan anak-anak dan mengajarkan nilai-nilai moral serta keterampilan dasar sebelum mereka memasuki sekolah.
Di rumah yang notebene sebagai sekolah pertama dan utama, orangtua mengajarkan anak-anak tentang bahasa, komunikasi, etika, dan nilai-nilai moral. Selain itu, orangtua juga membantu anak-anak mengembangkan keterampilan sosial, emosional, dan kognitif. Rumah sebagai lingkungan “sekolah” dalam pembentukan watak dan karakter pertama dan utama bagi anak-anak.
Di samping itu, orangtua juga berperan dalam memotivasi anak-anak untuk belajar dan mencapai potensi terbaik mereka. Setelah anak-anak memasuki usia sekolah, mereka akan melanjutkan pembelajaran yang dimulai dari rumah. Sekolah memberikan pendidikan formal yang lebih terstruktur dengan standar operasional proses dan menyediakan lingkungan belajar yang berbeda.
Namun, ketika ada masalah yang dihadapi anak di sekolah, masalah tersebut seringkali kompleks dan melibatkan banyak faktor. Tidak semua masalah dapat langsung guru jadi kambing hitam, pihak yang bersalah. Ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku dan prestasi anak di sekolah, seperti pola asuh di rumah sebagai ‘soko guru’ pendidikan keluarga, faktor internal anak, kehidupan beragama, lingkungan teman, pengaruh media, dan lain-lain.
Sebagai orangtua, penting untuk berkomunikasi dengan guru dan sekolah untuk memahami situasi dan kondisi anak dengan lebih bijak. Diskusikan masalah yang dihadapi anak dan cari solusi bersama. Konseling dengan guru dan sekolah, orangtua akan dapat membantu menemukan pendekatan yang tepat untuk membantu anak dalam mengatasi masalahnya.
Featured image : source from SHUTTERSTOCK/DUALORORUA
Betul sekali pak
Betul sekali
Terima kasih pak Ali.
Bertambah lagi wawasan saya, tentang pendidikan anak.