Sapu Lidi : Menilik Filosofi di Balik Ikatannya

Sapu Lidi : Menilik Filosofi di Balik Ikatannya
Share this :

Sapu lidi, keberadaannya tak pandang status sosial dalam masyarakat. Ia bisa berada di rumah golongan masyarakat miskin, menengah, dan bahkan di rumah para ‘sultan’, maupun crazy rich. Alat kebersihan ini dibuat dari seikat lidi, salah satu sarana untuk kebutuhan kebersihan rumah tangga. Mungkin untuk menyapu pekarangan, halaman rumah, jalan, atau keperluan lainnya.

Sarana kebersihan terbuat dari lidi pohon kelapa atau pohon aren ini erat kaitannya dengan filosofi persatuan. Jika hanya satu batang, ia tak mempunyai kekuatan optimal. Namun, jika lidi-lidi disatukan, diikat, dan menjadi sebuah sapu, ia akan mempunyai kekuatan sulit dipatahkan. Sapu lidi hadir menjadi sebuah produk yang memberikan manfaat, maka ia tak ubahnya seperti persatuan.

Andai suatu saat kita coba letakkan sebuah sapu lidi di pekarangan rumah. Muncul pertanyaan, bisakah sapu lidi itu langsung memberikan manfaat untuk kebersihan di pekarangan rumah itu? Pasti tak mungkin. Sapu lidi tak memiliki ruh untuk berjalan sendiri, tak bisa membersihkan pekarangan dengan sendirinya. Perlu orang yang terampil menggerakannya. Persatuan pun tak beda dengan itu.

Persatuan itu seperti seikat sapu lidi, maka persatuan sebagai kekuatan suatu kelompok yang atau terikat, yang memiliki kesamaan visi dan misi. Muncul pertanyaan pula, cukupkah persatuan itu dapat menggerakkan dan menghasilkan suatu manfaat yang besar tanpa adanya sosok penggerak yang mumpuni, dan berkompetensi? Tentu tak bisa, persatuan itu sebuah produk seperti halnya sapu.

Maka dalam konteks ini, persatuan itu sebuah produk dalam wujud sebuah komunitas, sama halnya dengan sapu lidi. Produk itu akan bermanfaat jika dikelola oleh sosok yang berkompeten; memiliki visi, misi dan tujuan yang jelas, serta dengan manajemen yang baik. Sosok itu apakah ia seorang ketua, kepala, atau pemimpin, maka kehadirannya akan memberi kebermanfaatan.

Persatuan itu butuh pengorbanan, keteladanan, butuh pula perhatian. Butuh pengorbanan dari berbagai pihak yang terlibat di dalamnya dalam mencari solusi mencapai tujuan bersama. Persatuan butuh keteladanan dari figur seorang pemimpin dalam mengelola persatuan. Begitu juga, persatuan butuh perhatian yang mendalam dalam menjaga konsistensinya.

Sapu Lidi : Menilik Filosofi di Balik Ikatannya

Maka, persatuan itu harus sudah terbangun di komunitas skala kecil seperti di sebuah rumah tangga, rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), komunitas terkait kesamaan hobi atau kesamaan kepentingan, hingga persatuan atas nama bangsa dan negara. Yang perlu ditumbuhkembangkan untuk mewujudkan persatuan yakni rasa kebersamaan, keterbukaan, dan kekompakan.

Sebagaimana kalimat pepatah, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Pepatah ini kiranya indentik dengan filosofi sapu lidi. Ia menjadi kuat lantaran ada dalam jalinan ikatan yang kuat. Sebaliknya, jika mereka terpisah antara satu dengan lainnya, bercerai-berai, maka tak akan ada kekuatan optimal. Seikat sapu lidi adalah simbul persatuan, ia kokoh lantaran ada keterikatan yang kuat.

Menumbuhkembangkan rasa persatuan yang berangkat dari keberagaman latar belakang tentunya sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang harmoni, serasi dan selaras. Baik kehidupan dalam membangun rumah tangga, tempat kerja, kehidupan sosial yang beradab, kehidupan beragama, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tepat sekali jika para founding fathers negeri ini mengambil kutipan kakawin Jawa Kuno yaitu Kakawin Sutasoma, pupuh 139, bait 5 baris 4, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 sebagai semboyan negara kesatuan, yakni “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya “Berbeda-beda tetapi tetap satu jua”.

*

Kunci untuk tetap semangat membangun persatuan yakni komunikasi yang intensif agar selalu dijaga. Membuka ruang bagi semua yang terlibat untuk menyalurkan aspirasi, meski tak menutup kemungkinan adanya perbedaan cara pandang. Perbedaan justru menjadi khasanah kekayaan wawasan, bukan sebagai tembok penyekat yang membuat berjauhan antarsatu dengan lainnya.

You may also like

2 thoughts on “Sapu Lidi : Menilik Filosofi di Balik Ikatannya”

Leave a Reply to Ali Muchson Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *