Selamat Hari Film Nasional Ke-71 : Gedung Bioskop Nasibmu Kini

Selamat Hari Film Nasional : Gedung Bioskop Nasibmu Kini
Share this :

Tanggal 30 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Film Nasional (HFN), dan peringatan tahun 2021 ini merupakan yang ke-71. Hari Film Nasional tanggal 30 Maret menandai dimulai sebagai hari pertama pengambilan gambar film Darah dan Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh Haji Usmar Ismail.

Haji Usmar Ismail dikenal sebagai seorang sutradara film, sastrawan, wartawan, dan pejuang Indonesia yang berdarah Minangkabau. Lahir di Bukittinggi, 20 Maret 1921 dan meninggal di Jakarta, 2 Januari 1971 dalam usia 49 tahun. Lantaran jasanya yang besar di bidang indutri perfilman, kemudian ia dinobatkan sebagai warga pribumi pelopor perfilman di Indonesia.

Namun sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia berbagai sektor industri termasuk industri hiburan layar lebar harus tutup untuk merespons imbauan pemerintah terkait penerapan social distancing. Berbagai kegiatan yang melibatkan banyak orang ditiadakan. Industri hiburan, termasuk bioskop, sektor yang sangat terpukul akibat pembatasan sosial tersebut. Gedung bioskop harus tutup.

Dampak kehilangan pekerjaan tak hanya menimpa para aktor, aktris, dan para pekerja di lingkungan indudtri film, namun juga orang-orang yang bekerja di seputar gedung bioskop. Mulai petugas jual tiket, sobek tiket, jaga outlet minuman dan snack, operator pemutaran film, dan pekerja-pekerja lainnya yang terkait. Mereka kehilangan sumber penghidupan bagi keluarganya.

Lebih-lebih di era digital seperti saat ini, banyaknya layanan yang menawarkan kepraktisan bermunculan. Layanan tersebut bahkan dapat diakses dengan mudah, kapan dan di mana saja selama terhubung dengan internet. Era ini telah memunculkan perubahan di berbagai sektor, tidak terkecuali pada industri perfilman.

Saat ini jika ingin menikmati film-film terbaru, baik nasional maupun film impor tidak harus datang ke bioskop. Cukup dengan smartphone atau perangkat mobile lainnya, seperti PC, atau dengan TV pintar Android sudah bisa menonton film favorit. Banyak kalangan yang sudah familiar menikmati layanan tersebut.

Pada tahun 2020 saja telah ada beberapa layanan streaming video on demand (SVoD) yang hadir dan legal di Indonesia, yakni iFlix, Netflix, Vidio, Disney+ Hotstar, Genflix, GoPlay, CatchPlay, dan Viu. Dengan layanan internet over the top (OTT) yang berbasis aplikasi itu telah terjadi dampak bagi industri perfilman, dan juga memicu orang enggan nonton di gedung bioskop.

Bagi orang yang berpikir hemat, seperti beli tiket, biaya transport, beli minuman dan snack, atau makan di saat sebelum atau sesudah nonton film di bioskop jelas menjadi pertimbangan cukup masuk akal. Mengapa harus ke gedung bioskop, toh dari smartphone dengan berlangganan salah satu SVoD, dengan biaya cukup terjangkau sudah bisa nonton film sekelas film box office.

Ke depannya, barangkali bioskop mungkin hanya menjadi tujuan sesekali waktu ketika seseorang ingin menonton film dibarengi dengan keinginan untuk jalan-jalan mengisi waktu luang sambil refreshing. Atau bisa juga jalan bareng teman, atau memang mungkin ada film yang perlu ditonton lantaran tidak puas jika hanya menonton lewat streaming.

Kini pandemi sudah berjalan satu tahun lebih, tentu Anda bisa membayangkan bagaimana kondisi ruang dalam gedung bioskop yang sudah tak beroprasi beberapa bulan. Baragkali kursi-kursi berdebu atau berjamur karena kondisi ruang tertutup dan sirkulasi terbatas sehingga pengap. Dinding-dinding pun mungkin sudah banyak dihiasi sarang laba-laba.

Sekilas tentang Perfilman Indonesia

Sejak zaman penjajahan Belanda film Indonesia sebenarnya sudah mulai diproduksi. Film pertama berjudul Loetoeng Kasaroeng sudah dirilis pada tahun 1926, dan film berjudul Lily Van Shanghai pada tahun 1928. Kedua film tersebut meski menghadirkan banyak aktor lokal, karena disutradarai oleh orang asing maka tercermin adanya dominasi asing dalam film tersebut.

Baru pada tahun 1950 perfilman Indonesia mulai ada titik terang. Saat film berjudul Darah dan Doa atau The Long March of Siliwangi berhasil disutradarai dan diproduksi melalui perusahaan film milik Haji Usmar Ismail, Perfini. Hari pertama shooting film ini tanggal 30 Maret 1950. Dewan Film Nasional menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Perfilman Nasional.

Ideologi bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan digambarkan dalam film Darah dan Doa menuai sukses. Lantas momen tersebut dianggap menjadi titik bangkitnya perfilman Tanah Air. Kemudian pada era Presiden BJ Habibie tanggal 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Perfilman Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyelenggarakan peringatan Hari Film Nasional ke-71 pada tanggal 30 Maret 2021 sekaligus sebagai peringatan genap 100 tahun tokoh perfilman Indonesia, HajiUsmar Ismail. Demi memenuhi protokol kesehatan, serangkaian kegiatan diselenggarakan secara daring maupun luring.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *