Untuk mempermudah menggapai kemenangan ketika sedang berperang, masing-masing pihak yang berkonflik tentu memiliki alat atau senjata perang. Senjata merupakan alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu target militer. Senjata dapat digunakan untuk menyerang, melumpuhkan, mempertahankan diri, atau juga untuk sekadar mengancam lawan.
Terkait dengan senjata di Masa Revolusi Surabaya 1945, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata Kota Surabaya menyelenggarakan Seminar Kajian Koleksi Museum Sepuluh Nopember dengan tema âSenjata Mesin Masa Revolusi Surabayaâ. Hadir sebagai narasumber Drs. Sumarno, M.Hum., dari Unesa Surabaya; Ady Setyawan, S.T., pendiri Roodebrug Soerabaia, dan Serka Giatna, Kopaska TNI AL Surabaya, Kamis (25/8/2022).
Menurut Sumarno, secara historis asal usul sejarah senjata api untuk medan perang bermula ditemukannya bubuk hitam mesiu. Sejarawan memperkirakan, pada awal 850 Masehi para alkemis (orang yang bisa menciptakan sesuatu dari ketiadaan) di China menemukan sifat eksplosif bubuk mesiu. Mesiu ini dibuat dengan kombinasi kalium nitrat, belerang, dan arang. Kemungkinan, senjata api pertama ditemukan di China lebih dari 1000 yang lalu.
Pada awalnya, lanjut Sumarno, bubuk hitam tersebut digunakan untuk kembang api, namun kemudian dimanfaatkan untuk senjata api. Meriam dan granat merupakan salah satu senjata senjata paling awal yang menggunakan bubuk mesiu. Setelah itu diciptakan senjata api genggam primitive. Senjata jenis ini terdiri atas tabung bamboo berlubang yang dikemas dengan bubuk mesiu dan proyektil.
âPada abad 13, senjata api modern telah menyebar dari Asia ke Eropa dalam bentuk matchlock, wheellock, dan senjata api flintlock. Keika penjajah tiba di Amerika Serikat (AS) pada abad 15 rancangan senjata ini telah maju secara signifikan,â tutur Sumarno.
Sumarno menambahkan, senjata masa revolusi Surabaya diperoleh para pejuang berasal dari perampasan tentara jepang yang sedang patrol di jalan, penyerbuan ke gudang-gudang arsenal Jepang seperti di Don Bocso, Kedung Cowek, Markas Koigun, Markas Polisi Istimewa, Markas Kompetai, Markas Kohara di Gunungsari, dan Kompleks Underteves, serta melalui perundingan-perundingan.
âPerlucutan senjata dalam rangka untuk mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia, dan untuk menghadapi tentara Sekutu yang datang lantaran Jepang kalah perang. Adapun senjata tersebut di antaranya jenis PSU 6mm Boport, Boport Otomatis 7mm, Mosert Artileri 15mm, dan PSU 60mm,â pungkas Dosen Pendidikan Sejarah Unesa.
Pada kesempatan yang sama, Ady Setyawan, pendiri Roodebrug Soerabaia, menjelaskan bahwa senapan mesin dalam Pertempuran Surabaya awal mula berasal dari senjata KNIL (Koninklijke Ned Indische Leger). KNIL dibentuk tahun 1830 yakni pasca perang Diponegoro. Semula dengan nama Oost Indische Leger, nama KNIL disematkan oleh Hendrik Colijn dan diresmikan pada tahun 1933.
Senjata yang digunakan hingga kisaran 1895 yaitu Kelewang dan Mannlicher M95.
KNIL dibentuk, lanjut Ady Setyawan, pada mulanya didesain untuk menumpas pemberontakan lokal, dan mengatasi ancaman dalam negeri. KNIL mengalami perubahan besar-besaran sejak tahun 1936 dimana mereka mendapat alokasi dana yang cukup besar yang disebut sebagai upaya modernisasi pasukan. Saat itu pembelian alutsista besar-besaran, mulai pengadaan tank, korps udara, persenjataan infantri dan artileri.
Jenis senjata yakni SMG pertama yang dimiliki KNIL adalah 9mm Schmeisser MP 28, pendatangan pertama tahun 1939. LMG pertama dimiliki KNIL adalah Madsen M15 tahun 1915. SMG menggunakan amunisi pistol 9mm. LMG menggunakan amunisi senapan lebih kurang 7mm. HMG menggunakan amunisi 12.7mm keatas atau menggunakan tripod. Kemudian tahun 1912 didatangkan LMG Schwarzlose M12 dan Vickers M23, lanjutnya.
âPada tahun 1937-1938 didatangkan HMG M30 Colt Browning 12.7mm. Senjata Anti Tank pertama didatangkan tahun 1938, pilihan jatuh pada 20mm M38 Solothurn S18-1000. Dari total 322 unit yang dipesan, hanya 72 yang sempat terkirim. Beratnya 53 kg membuat senjata ini tidak efisien dibawa oleh infantri,â tambah pria yang telah napak tilas perjalanan âJelajah Tiga Zaman Jalan Raya Pos Anyer â Panarukanâ.
Ketika zaman Jepang menduduki Hindia Belanda, dalam Monograph 68 bertajuk âReport on Installations and Captured Weapon, Jawa and Singaporeâ, sebuah laporan resmi militer Jepang ketika menguasai Hindia Belanda, laporan dibuat oleh Letkol Tadataka Numaguchi dan Mayor Katsuji Akiyama. Berdasarkan inspeksi lapangan antara Maret hingga Mei 1942, militer Jepang menguasai ratusan ribu senjata dari berbagai jenis, lanjut Ady Setyawan.
Perang itu bukan pilihan warga Surabaya, tambah Ady Setyawan, tetapi karena mereka diperangi, ya memilih angkat senjata daripada disuruh menyerah. Warga Surabaya tidak pernah ingin berperang, mereka mempertahankan diri. Hali ini bisa dibaca di arsip surat menyurat antara Gubernur Suryo dengan Jenderal Mansergh. Bagaimana upaya untuk mencegah perang juga bisa didengarkan dari pidato Bung Tomo menjelang perang, yakni seperti berikut :
âJangan mulai menembak! Jika musuh menembak baru kita menembak, kita tunjukkan pada mereka bahwa kita adalah benar-benar bangsa yang ingin merdeka.â
Sementara itu, Serka Giatna, dari kesatuan Komando Pasukan Katak (Kopaska) Angkatan Laut Republik Indonesia, menjelaskan secara rinci teknis penggunaan masing-masing senjata mesin yang di pajang di meja seminar, yang merupakan koleksi Museum Pahlawan Surabaya. Menurutnya, masing-masing senjata tersebut memiliki, jenis, karakter, kegunaan dan fungsi yang berbeda-beda.
âSenjata itu suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan sesuatu. Juga dapat digunakan untuk menyerang atau mempertahankan diri, mengancam atau melindungi. Apa pun yang dapat digunakan untuk merusak dapat dikatakan senjata. Senjata bisa sederhana seperti pentungan atau kompleks seperti peluru kendali balistik,â pungkasnya.
Diskusi dengan suasana gayeng tentang tipe setiap senjata koleksi museum, kapan tahun masuknya ke Indonesia, perkiraan jumlahnya berdasarkan arsip-arsip militer, dan bukti keterlibatannya dalam Pertempuran Surabaya 1945, hingga penjelasan singkat cara kerja senjata mesin diikuti oleh beberapa komunitas pemerhati kesejarahan Kota Surabaya, juga mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi.
Salah satu bukti ketertarikan mereka mengikuti rangkaian seminat, yakni usai acara, para peserta masih cukup antusias dengan melihat dan menutak-atik senjata- senjata yang dibahas, dan membaca buku-buku yang digunakan sebagai sumber literatur dalam paparan, bahkan sebagian dari mereka minta diabadikan dengan berpose memegang senjata. Tetapi bukan untuk menembak beneran loh!
*
Peperangan adalah fenomena yang buruk. sedangkan perdamaian memiliki andil besar dalam terwujudnya kemajuan sebuah bangsa. Dengan perdamaian, sebuah negara dapat berkembang dan memiliki persamaan hak asasi manusia, pendidikan, teknologi, kesehatan, dan kesejahteraan. Duduk bersama satu meja, tawarkan solusi saling menguntungkan, ini tentu jalan terbaik. Apa pun hasilnya, perang akan menyisakan kesengsaraan bagi warga kedua belah pihak yang bertikai.
Senjata arek2 Surabaya berasal dari hasil merambas di gudang senjata terbesar se Asia Tenggara yg ada di Donbosco, yg konon disurusuh menyerahkan ke sekutu sambil mengangkat kedua tangan dan mengabarkan bendera putih tanda menyerah. Cik enggak!!!