Siapkan Anak Bisa Apa, Bukan Tahu Apa

Share this :

Indonesia Jaya

Hari-hari terus berlalu
Tiada pernah berhenti
S’ribu rintang jalan berliku
Bukanlah suatu penghalang

Hadapilah segala tantangan
Mohon Petunjuk yang kuasa
Ciptakanlah Kerukunan Bangsa
Kobarkanlah, dalam dada
Semangat jiwa Pancasila

Reff:
Hidup tiada mungkin
Tanpa perjuangan,
Tanpa pengorbanan,
Mulia adanya

Berpegangan tangan
Dalam satu cita
Demi masa depan
Indonesia Jaya

Demikian lirik lagu ‘Indonesia Jaya’, Juara I dari 12 Finalis Lomba Cipta Lagu Pembangunan Tingkat Nasional Tahun 1987, ciptaan Chaken Matulatuwa, dibawakan oleh Harvey Malaiholo, dan diiringi Elfa Seciora.

Apa yang menggelitik saya untuk menuliskan lirik lagu ‘Indonesia Jaya’, lantaran pagi ini (7/3/2020), sebelum pulang dari bersepeda pagi sempatkan mampir di kedai bubur ayam. Sarapan.

Di depan duduk saya, kebetulan satu meja, seorang ibu muda sedang menyuapi kedua anaknya seumuran TK dan Play Group.

Sempat Jadi Tertegun

Sembari menyuapkan sesendok demi sesendok bubur ayam ke mulut kedua putra lelakinya bergantian, ibu muda sambil melipur kedua anaknya dengan iringan lagu ‘Indonesia Jaya’ dari youtube di gadget-nya.

Di samping mengajarkan ketrampilan menyanyi, dan percaya diri, jika dicermati secara mendalam, ada nilai-nilai yang terselip di dalamnya.

Yakni, cinta tanah air, juga rasa nasionalisme yang sedang ditanamkan seorang ibu kepada kedua anaknya lewat lirik lagu ‘Indonesia Jaya’.

Di sela-sela mengunyah bubur yang sebenarnya tak perlu dikuyah, kedua anak sambil menyanyikan lagu ‘Indonesia Jaya’ dengan tanpa canggung, sembari bermain-main, dan cukup percaya diri.

Padahal ketika mereka bernyanyi, saya sempat angkat jempol sebagai apresiasi saya buat keduanya.

Terlintas dipikiran saya sehingga saya jadi tertegun disela-sela menyantap bubur ayam, salut apa yang dilakukan ibu muda untuk kedua buah hatinya.

Membelajarkan sesuatu, bernilai menanamkan rasa cinta tanah air lewat sebuah lagu, dengan model sambil bermain-main.

Model Bermain-Main Kembangkan Otak Anak

Pada umumnya, orang tua merasa perlu memberikan anak mereka dengan berbagai program pendidikan, padahal belum tentu itu disukai atau bahkan belum tentu dibutuhkan anak.

Menurut psikolog dan penulis ‘Playful Parenting’, Lawrence J. Cohen, PhD., hal yang justru membuat anak berkembang di usia 3-5 tahun adalah bermain.

Dengan bermain otak anak berkembang sangat baik. Saat bermain anak akan secara natural membiarkan diri mereka mendapatkan tantangan yang tidak terlalu gampang atau terlalu berat.

Biarkan anak punya waktu bermain yang cukup. Anak-anak usia pra sekolah mendefinisikan bermain sebagai melakukan apa yang mereka memang ingin lakukan karena mereka senang.

Barangkali pernah merasa si kecil membuat kesabaran Anda habis? Menurut pakar pendidikan anak, anak berusia 3-5 tahun memang sedang dalam tahap bermain-main.

Dengan kemampuannya di satu sisi sudah bisa mandiri, namun di sisi lain tetap butuh perhatian dan cinta. Inilah peran orangtua.

Siapkan Anak Bisa Apa, Bukan Tahu Apa

Era revolusi industri 4.0., ditandai meningkatnya konektivitas dan interaksi antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Terlahir dari rahim industri 4.0. adalah teknologi cerdas dan terhubung hampir pada semua aspek kehidupan sehari-hari.

Menghadapi hal itu, maka sejak dini anak harus bersiap dengan kondisi tersebut agar masa depan bisa mereka kuasai. Tak hanya harus pintar dan menguasai teori, yang penting siapkan anak bisa apa, bukan tahu apa.

Pendek kata, anak-anak juga harus memiliki kompetensi dan kemampuan tinggi dalam bidang yang menjadi minat atau perhatiannya untuk mengikuti perubahan yang datangnya berlangsung secara cepat.

Sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak, seorang ibu senantiasa siap mendampingi anak-anaknya. Seorang ibu sejatinya merupakan agen perubahan yang mampu mencetak generasi bangsa yang unggul.

Ibu-ibu yang unggul tentu akan mencetak generasi yang unggul pula. Dengan perhatian yang penuh, cinta, dan kasih sayangnya, mereka tentu dapat siapkan anak bisa apa, bukan tahu apa.

Usai menyantap sesendok bubur ayam yang terakhir, saya sempat memberikan komentar apresiasi yang mewakili ketertegunan saya.

“Salut, Mbak. Sesuai tuntutan zaman, konsep pendidikan saat ini dituntut untuk siapkan anak bisa apa, bukan tahu apa. Paling tidak, Anda sudah terapkan itu kepada kedua jagoan kecil Anda,” komentar saya sebelum membayar seporsi bubur ayam.

Semoga tidak hanya satu ibu muda, yang lebih pantas saya panggil ‘Mbak’ daripada ‘Bu’, seperti yang saya temui tadi pagi di kedai bubur ayam.

Tetapi para ibu di negeri tercinta ini semakin sadar untuk memberikan perhatian ekstra kepada anak-anaknya sesuai dengan cara masing-masing demi generasi emas mendatang.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *