Sluis atau ‘sluice’ adalah sebuah kanal buatan yang dilengkapi dua pintu air di hulu dan hilirnya. Sluis berfungsi sebagai lintasan perahu untuk berpindah di pintu air yang berbeda elevasi atau ketinggian permukaaan airnya.
Keberadaan sluis menjadikan perahu dapat melintas sungai dari hulu ke hilir atau sebaliknya meski terdapat pintu-pintu air dengan permukaan air berbeda ketinggian. Model ini sudah lazim ditemukan di Eropa, khususnya di Belanda, dan masih berfungsi hingga saat ini.

Sluis dibangun dengan teknologi pintu air yang disebut mitre gate, yakni memakai prinsip pembendungan air agar tinggi permukaan air dapat diatur. Fungsinya, agar perahu di dalam sluis dapat dinaikturunkan dengan mengatur tinggi permukaan air yang dibendung.
Teknologi sluis ini dikembangkan oleh Insiyur Bertola da Novato di Milan tahun 1485. Sistem sluis dengan ukuran lebih besar, masih digunakan di Terusan Suez Mesir dan Terusan Panama, Amerika Latin. Bukan perahu lagi, namum kapal besar yang keluar masuk di kedua terusan tersebut.


Dua Model Pintu Air di Surabaya Sejak Zaman Kolonial Belanda
Di Surabaya sudah dikenal adanya dua model pintu air sejak zaman Kolonial Belanda. Yakni, model Pintu Air Jagir dan Pintu Air ‘Sluis’ Gubeng dan ‘Sluis’ Wonokromo. Kedua model tersebut berbeda operasionalnya.
Pintu Air Jagir fungsi pokoknya adalah membendung air. Apabila pintu airnya ditutup, maka pintu air ini akan membendung dan menahan aliran air. Namun bila pintu air dibuka, maka pintu air akan melepaskan air agar mengalir ke laut.

Sistem Pintu Air Jagir tidak dapat dipakai lalu lalang perahu. Oleh sebab itu, Pintu Air Jagir disebut pintu air banjir, “Bandjir Sluis”. Fungsi pintu air untuk mengendalikan banjir dan mengatur kebutuhan air.
Sedangkan model Pintu Air ‘Sluis’ Gubeng dan ‘Sluis’ Wonokromo adalah memiliki dua fungsi. Pertama, sebagai dam untuk membendung atau menahan air agar ketinggian air di sebelah selatan bisa lebih tinggi dibanding di sebelah utara. Ketinggian air bisa diatur.

Fungsi kedua adalah sebagai sarana keluar masuknya perahu dari elevasi air yang lebih tinggi ke yang lebih rendah atau sebaliknya. Kedua sluis ini memiliki dua jalur sehingga memungkinkan ketika dua perahu yang berlawanan arah tujuan dapat langsung dilayani tanpa menunggu giliran.
Sluis Wonokromo terdiri dari dua bentang, yaitu pintu stoplock dan jalur pelayaran. Dibangun pada tahun 1917, terletak pada hulu Kalimas, di antara percabangan Kalimas dan Kali Wonokromo Surabaya. Sedangkan Sluis Gubeng berada di kawasan Gubeng, dibangun tahun 1899.

Menaikkan Perahu ke Arah Hulu
Jika akan menaikkan perahu ke arah hulu maka air yang berada di dalam ruangan sluis masih setinggi permukaan air di hilir oleh karena pintu dibagian hulu ditutup. Setelah perahu memasuki ruang sluis maka perahu diikat pada kaitan di dinding ruangan sluis.
Pintu hilir ditutup dengan menggunakan kerek manual yang dinamakan “crabs”. Lalu katup yang berada di bagian bawah pintu hilir juga ditutup sehingga saat ini ruangan dalam kondisi kedap air.

Petugas lantas berjalan ke bagian pintu hulu untuk membuka perlahan katup terowongan yang berada di dalam dinding bawah pintu air agar air dari hulu mengalir perlahan memasuki ruangan sluis.
Perlunya mengalirkan air secara perlahan agar perahu tidak terkena pusaran air yang masuk secara mendadak dan perahu dapat terangkat secara perlahan.
Ketika tinggi permukaan air telah sejajar dengan permukaan air di hulu maka pintu hulu dibuka melalui kerek “crabs” di pintu hulu. Perahu bisa melintas kearah hulu.

Menurunkan Perahu ke Arah Hilir
Sedangkan jika akan menurunkan perahu ke arah hilir maka air di dalam ruangan sluis harus setinggi permukaan air di hulu dengan pintu hilir dalam keadaan tertutup. Kemudian perahu memasuki ruangan sluis dan diikat ke pengait di dinding.
Pintu Hulu ditutup dan katup terowongan yang berada di bagian bawah juga ditutup. Saat ini ruangan dalam keadaan kedap air. Petugas berjalan ke arah pintu hilir dan membuka perlahan katup di bawah pintu hilir dengan kerek manual.
Air akan mengalir perlahan melalui katup sampai tinggi permukaan air di dalam ruangan sejajar dengan permukaan air di hilir. Selanjutnya pintu hilir dibuka dan perahu dapat melanjutkan perjalanan ke arah hilir.

Sayang Kedua Sluis Sudah Tak Berfungsi
Sluis Gubeng maupun Sluis Wonokromo keduanya sudak tak berfungsi, sudak tak digunakan sebagai moda transportasi air. Namun keberadaan bendungan saja sampai saat ini masih berfungsi. Sayang peninggalan dengan sistem canggih ini mangkrak.
Ini hanya berandai-andai, jika infrastruktur air zaman kuno yang telah mati bisa dihidupkan kembali tentu akan mempercantik Kota Surabaya. Padahal sebenarnya teknologi sluis masih bisa digunakan hingga saat ini.
Andaikan kedua sluis itu difungsikan kembali, tentu akan menjadi alternatif wisata air, sekaligus penyelamatan warisan budaya. Kota Surabaya akan menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki sarana infrastruktur dan moda transportasi air seperti yang ada di Negeri Belanda.

Harapannya, selain menjadi daya pikat destinasi wisata kota dan wahana edukasi teknik, keberadaan, fungsi, dan riwayat Kalimas sendiri sebagai transportasi air agar tetap terjaga, serta memorial sejarah Kalimas tetap lestari.
“Hal ini dapat membangun memori kolektif masyarakat Surabaya tentang nilai warisan budaya, dan nilai perjuangan. Menyusuri Kalimas, Menyusuri Peradaban Kota,” sebagaimana dikatakan oleh Ady Setyawan, Roodebrug Soerabaia.
#dirangkum dari berbagai sumber