Surabaya Walking Tour (SWT) adalah salah satu pegiat tur yang mengajak orang-orang yang menaruh minat dan kepedulian terhadap peristiwa sejarah dan tempat-tempat bersejarah untuk jalan-jalan sambil mendapatkan informasi kesejarahan seputar hal tersebut. Tur tidak menumpang bus atau kendaraan lain, namun dengan jalan kaki ke objek yang dipilih di kawasan Kota Surabaya.
Ady Setyawan, penggagas Surabaya Walking Tour menuturkan, salah satu spesifikasi aktivitas SWT yakni mendampingi dan mengantarkan selain warga lokal, regional, nasional, bahkan wisatawan asing yang ingin menggali kembali puing-puing peristiwa sejarah dan tempat-tempat bersejarah Kota Surabaya yang sudah lama terpendam oleh waktu dan perubahan perkembangan kota.
“Kali ini SWT menemani Katharine (Kate) McGregor, Professor Dean International Faculty of Arts-Deputy Associate Dean International (Indonesia), ‘Mlaku-Mlaku nang Tunjungan’. Di Surabaya, Prof. Kate MacGregor, panggilan akrabnya, kebetulan sedang melakukan research tentang “Submerged Histories : Activism in Indonesia and The Netherlands”. Jadi, sekalian kami ajak mlaku-mlaku nang Tunjungan,” tutur Ady Setyawan, Rabu (15/3/2023) malam.
Pendiri Roode Brug Soerabaia menambahkan, sebelum acara SWT tersebut, Prof. Kate McGregor bersama anggota Roode Brug Soerabaia berkunjung ke Kampung Kemasan Gresik pada hari Minggu (12/3/2023). Pada 1853, di tepi sungai yang menghubungkan Desa Telogo Dendo, Gresik ada seorang pengrajin emas yang cukup terkenal, Bak Liong namanya. Berkat hasil karyanya yang bagus, banyak orang datang untuk memesan emas atau membetulkan perhiasan.
“Lambat laun, orang menyebut kampung ini menjadi Kampung Kemasan, atau tempat tukang emas,” tambahnya.
Kemudian pada hari Senin (13/3/2023) siang, lanjut Ady Setyawan, Prof. Kate MacGregor melakukan wawancara di bekas Markas Kompetai, yakni di Museum 10 Nopember Surabaya, terkait dengan materi research-nya tentang seputar sejarah dan keberadaan Komunitas Roode Brug Soerabaia. Setelah wawancara, kami mengantarkan beliau untuk kunjungan di Ereveld Kembang Kuning Surabaya.
“Itu adalah wawancara paling panjang sekaligus paling detil yang pernah saya alami. Diluar dugaan, beliau sudah mempelajari segala hal tentang Roode Brug Soerabaia, segala kegiatan yang pernah kami lakukan. Hampir tiga jam lamanya sesi ‘interogasi’ yang saya lalui, kertas demi kertas berisi susunan pertanyaan serasa tak ada habisnya,” kelakar pehobi lari.
Mlaku-Mlaku nang Tunjungan bersama Prof. Kate McGregor diawali dengan diskusi di Lobby Hotel Majapahit, dilanjut keliling di dalam area hotel, di antaranya di teras atas, hingga di depan kamar Legendary Suit nomor 47, kamar Charie Caplin pada April 1939; dan kamar nomor 33, kamarnya Mr. Ploegman. Mr. Ploegman yang memerintahkan untuk mengibarkan bendera Belanda di puncak sebelah kanan hotel sehingga mengakibatkan ‘Insiden Bendera’ pada 19 September 1945.
Setelah keliling di area hotel Majapahit acara dilanjutkan menyusuri Jalan Tunjungan. Jalan ini menjadi jantung kota sekaligus ikon Surabaya. Jalan yang membentang arah utara selatan itu memang sarat sejarah. Dulunya, Tunjungan adalah koridor penghubung antara Kota Lama (Kota Indisch, 1870-1900) dan Kota Baru (Kota Gemeente, 1905-1940). Jalan tersebut tumbuh dan berkembang sebagai shopping street dengan shopping arcade (pusat perbelanjaan).
Kemudian berjalan ke arah utara,menuju gedung F.J. Fuchs, Gedung Ruang Pamer Dinas Perdagangan Gementee Soerabaia, Toko Ciyoda (Tjijoda) Surabaya, dan Gedung Siola.
Di setiap tempat tersebut, secara bergantian Ady Setyawan dan Deo Caesario menjelaskan peristiwa sejarah dan tempat bersejarah dengan dibantu media berupa dokumen foto zaman dulu yang telah dicetak besar.
Selain Ady Setyawan dan Deo Caesario, turut mendampingi Prof. Kate McGregor, yakni Sylvi Mutiara, Danti Ayu, Totok Sudarmanto, Dimas Aji Perdana dan jagoan kecilnya Arya Wisanggeni Satria Wikramawardhana, serta Ali Muchson – awak www.alisson.id.
Foto
Mlaku-Mlaku nang Tunjungan
Roode Brug Bareng Prof. Katharine McGregor
15 Maret 2023
19.00 – 21.00 WIB
Lagu”Rek ayo rek, mlwku-mlsku nang Tunnjungan.. ” yg dipipulerkan Musmulyadi adalah bukti kongkret Tunjungan pernah spesial di hati rakyat. Luar biasa.