Meski di bawah terik matahari Surabaya pada tengah hari, Surabaya Walking Tour (SWT) menjadwalkan ajak mlaku-mlaku peneliti dari Fisipol UGM – Prodi : Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, Bidang Keilmuan : Manajemen dan Kebijakan Publik, yakni Ario Wicaksono, Ph.D., Ketua Peneliti, dan Khusnul Prasetyo, S.AP., Anggota Mahasiswa, di kawasan Surabaya Lama, Minggu (6/8/2023).
Sebelum acara mlaku-mlaku, atas fasilitas dari Bu Sylvi Mutiara, semua yang hadir mencicipi menu-menu khas Omah Lawas. Turut menemani makan siang tamu dari UGM, yakni Ady Setyawan, Wahyu D., Satrio Sudarso, Agris Rizki, tim Mager Cinematic yaitu Yoyog, Jibril, Kiki, dan Fatma, serta saya sendiri.
Usai menikmati makan siang, mlaku-mlaku di awali dengan jalan kaki dari Omah Lawas 1826, Jalan Peneleh Nomor 2 Surabaya, menuju Kantor PLN Area Pelayanan Jaringan (APJ) Area Surabaya Utara Jalan Gemblongan Nomor 64 Kota Surabaya, Jawa Timur.
Dilansir dari alisson.id, gedung ini dulunya merupakan gedung N.V. Algemeene Nederlandsch-Indische Electriciteis Maatschappij (ANIEM), sebagaimana dilansir dari kekunaan.blogspot.com. ANIEM merupakan perusahaan yang berada di bawah N.V. Handelsvennootschap yang sebelumnya bernama Maintz & Co. Perusahaan ini berkedudukan di Amsterdam.
Perusahaan tersebut masuk pertama kali ke Kota Surabaya pada akhir abad ke-19 dengan mendirikan perusahaan gas yang bernama Nederlandsche Indische Gas Maatschappij (NIGM). ANIEM berdiri pada tahun 1909, perusahaan ini diberi hak untuk membangun beberapa pembangkit tenaga listrik berikut sistem distribusinya di kota-kota besar di Jawa.
Pada masa Pertempuran Surabaya 1945 gedung ini mempunyai peran penting, lokasinya berdekatan dengan Alun-Alun Contong. Sekitar Alun-Alun berkobar pertempuran dahsyat, dan pemboman oleh pihak musuh (Inggris, Gurkha, dan Nica) dari darat, laut dan udara sehingga Surabaya jadi lautan api. Gedung ini pernah menjadi Sekolah Radio, salah satu muridnya adalah Pramoedya Ananta Toer.
Setelah itu, bergeser ke kawasan Jalan Karet Surabaya. Pada zaman kolonial Belanda, Jalan Karet merupakan salah satu kawasan yang penting. Jalan ini juga dikenal dengan sebutan Petjinan Kulon atau Chineesche Kerkhofstraat, mengacu pada pengaruh dan keberadaan komunitas Tionghoa di daerah tersebut. Kini, mlaku-mlaku tidak dengan jalan kaki, namun menyusuri dengan motor.
Pada masa itu, jalan ini menjadi pusat perniagaan yang sibuk, dengan banyak kantor dagang, kongsi, dan perbankan yang terkenal. Kawasan ini memiliki arsitektur yang mencerminkan pengaruh kolonial Belanda, China, dan Jawa. Hal ini mencerminkan pentingnya sejarah dan warisan budaya pada masa silam.
Mlaku-mlaku berikutnya Kelenteng Sukhaloka/Hok An Kiong (Sakhalaka/Hok An Kiong Temple). Kelenteng berlokasi di Jalan Coklat Nomor 2 Surabaya awalnya adalah bangsal untuk menampung atau tempat menginap sementara para imigran Tionghoa yang baru mendarat di Surabaya dari Tiongkok. Karena mereka memerlukan tempat Ibadah di Surabaya, maka pada 1821 didirikanlah.
Kelenteng dengan Kapiten The Goan Tjing sebagai salah satu donaturnya. Kelenteng ini dinamakan Hok An Kiong yang memiliki arti klenteng kebahagiaan dan kedamaian. Sampai sekarang kelenteng ini masih digunakan untuk beribadah bagi umat Tri Dharma (agama Too, Konghucu dan Budha). lengkap dengan segala festival perayaan di setiap tahunnya.
Setiap tahun, saat perayaan Imlek, Kelenteng Hok An Kiong menjadi pusat kegiatan dan meriah dengan adat-istiadat dan upacara keagamaan yang diikuti oleh komunitas Tionghoa di Surabaya. Selain itu, kelenteng ini juga sering dikunjungi oleh wisatawan yang tertarik dengan sejarah, arsitektur, dan budaya Tionghoa.
Dari Kelenterng Hok An Kiong, mlaku-mlaku berlanjut ke Rumah Abu Keluarga The dan Rumah Abu Keluarga Han Jalan Karet Surabaya. Rumah Abu Keluarga The bercirikan khas di samping kiri dan kanan pintu utama ada sepasang patung singa, ini seperti penjaga keamanan pintu masuk. Juga beberapa ornamen khas ada di wajah depan bangunan menghadap barat ini.
Pintu masuk berada di tengah-tengah komposisi wajah depan, mengisyaratkan pola simetri yang kuat. Dibangun oleh The Goan Tjing, nuansa interiornya kuat dengan atmosfer Tiongkok. Sedangkan Rumah Abu Keluarga Han dibangun oleh anak keturunan Han Bwee Kong (1727-1778).
Han Bwee Kong sangat kaya hingga menjadi kepala orang Tionghoa. Han Bwee Kong dan istrinya meninggal dunia dan dimakamkan di Pasar Bong, Surabaya. Sejak kota baru mulai memindahkan kuburan, anak-anaknya membangun krematorium ini pada tahun 1876 untuk menghormati leluhur mereka.
Kemudian dari Jalan Karet belok ke kiri, sebelum melintas Jembatan Merah berhenti sejenak di pinggir Kalimas, sebelah selatan jembatan. Masa lalu, Kalimas berfungsi sebagai sarana transportasi dan tempat pelayanan segala urusan pelayaran dan kepabeanan untuk kepentingan eskpor maupun impor masa kolonial Belanda.
Sebelah utara Jembatan Merah masih berdiri kokoh menara pandang, tempat Syahbandar atau kepala pelabuhan mengawasi aktivitas bongkar muat kapal di dermaga Kalimas lama. Sedangkan Pelabuhan Kalimas di ujung utara Surabaya jadi penghubung transportasi antarpulau, warisan sejarah maritim. Salah satu bagian penting bagi jalur perdagangan rempah nusantara pada masa lampau.
Mlaku-mlaku berakhir di Bangunan Cagar Budaya di Siropen Telasih. Bangunan ini dahulu tempat produksi minuman ‘Siropen Telasih’, merupakan sirup asli Surabaya warisan zaman kolonial Belanda. Pabrik sirup ini berada di Jalan Mliwis Nomor 5 Surabaya. Pabrik rumahan didirikan oleh J.C. Van Drogelen & Hellfach tahun 1923, pabrik sirup pertama di Indonesia.
Sempat beberapa kali berpindah tangan, bangunan ini tahun 1942 diambil alih oleh Jepang. Setelah pendudukan Jepang berakhir, pabrik dikuasai kembali oleh Belanda hingga ada program nasionalisasi tahun 1958, yakni semua perusahaan Belanda diambil alih oleh Indonesia. Tahun 1962 pabrik diserahkan kepada Perusahaan Industri Daerah Makanan dan Minuman.
Perusahaan tersebut lalu dilebur menjadi PD Aneka Pangan tahun 1985. Pada 2002 masuk PT Pabrik Es Wira Jatim yang merupakan holding company dari PT Panca Wira Usaha Jawa Timur. Berdasar SK Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/75/436.1.2/2015,tanggal 12 Maret 2015, pabrik ini sebagai Bangunan Cagar Budaya.
Jejak Rekam Mata Lensa
Surabaya Walking Tour Ajak ‘Mlaku-Mlaku’ Peneliti UGM di Kawasan Surabaya Lama