Sutrisno, namanya cukup pendek, nama khas Jawa yang gampang dihafal. Pria pengamen alat musik siter ini raut muka dan fisiknya masih tampak bugar meski usianya sudah 80 tahun. Bapak dari enam orang anak, belasan cucu dan beberapa cicit ini sedang mengamen, unjuk kepiawaian memetik senar siter di pojok Joglo Aula Kantor Dispendikbud Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (18/4/2022).
Kebetulan saat itu kantor yang mengurusi pendidikan anak bangsa sedang mempunyai hajatan, yakni pelaksanaan “Lomba dalam Rangka Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) Jenjang SD Tahun 2022”. Petikan jari-jari Sutrisno pada alat musik siternya, yang tampak telah cukup berumur, menarik perhatian para pengantar dan peserta lomba yang sedang menanti pengumuman hasil lomba. Sebagian mereka tampak tertegun.
Sutrisno menuturkan bahwa dirinya belajar memainkan alat musik siter ini ketika usia 16 tahun. Ia belajar memainkan alat musik siter bukan dari orang lain, tetapi dari ayahnya sendiri. Ayahnya, memang seorang pemain alat musik siter. Setelah ayahnya meninggal dunia, ia mulai berkeliling untuk mengamen dari desa ke desa lain , maupun di berbagai sudut kota yang berjuluk Kota Petis.
“Belajar memainkan siter ini pada bapak saya, ketika itu saya baru usia 16 tahun. Di samping memainkan siter, juga belajar gending-gending gamelan Jawa. Setelah bapak meninggal, saya mulai mengamen. Memainkan siter ini terbukti memberikan rasa bahagia, dapat merangsang kesehatan fisik dan mental,” tutur pria dari Lambangan RT06/RW02, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Sekilas tentang Alat Musik Siter
Dikutip dari laman budaya-indonesia.org, siter adalah alat musik berukuran 20 x 50 cm, berbahan dari kayu jati, dan memiliki 13 – 24 senar. Siter memiliki dua sisi, sisi pertama disebut pelog, dan sisi yang kedua disebut slendro. Siter merupakan salah satu pasangan gamelan Jawa. Musik eksotis gamelan Jawa tradisional itu wajib hukumnya untuk diiringi oleh alat musik siter.
Suaranya lembut dan jernih layaknya alat musik petik lainnya. Melodi yang dimainkan oleh siter biasa sangat variatif. Alat musik Jawa Tengah ini memang sudah jarang dimainkan. Bahkan saat ini terancam punah. Padahal siter adalah gitar Jawa yang suaranya tidak kalah menarik bila dibandingkan dengan guzheng (Cina) atau sitar (India).
Ada beberapa yang mengatakan, siter mengadopsi banyak gaya India. Siter mempunyai kemiripan nama dengan alat petik negeri Asia Selatan tersebut. Ketika memainkan gitar Jawa ini, biasanya tempo para musisi cenderung cepat. Siter merupakan jenis alat musik pengiring. Cara memainkannya hampir sama dengan kecapi, memakai dua tangan, dan ibu jari sebagai penahan getaran dari senar.
Nada Khas Siter
Slendro memiliki lima nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 (C- D E+ G A) dengan interval yang sama atau kalaupun berbeda perbedaan intervalnya sangat kecil. Sedangkan pelog memiliki tujuh nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7 (C+ D E- F# G# A B) dengan perbedaan interval yang besar. Dibagi menjadi dua bagian nada dari 24 senar yang ada, biasanya 11 disetel nada slendo, dan 13 disetel nada pelog. Slendro dan pelog adalah nada khas siter.
Perbedaan nada dari slendro dan pelog itu akan terdengar sangat jelas ketika dimainkan. Nada yang dikeluarkan oleh pelog itu berada dua skala lebih dari gamelan asli Bali dan Jawa. Nada pelog dibuat dengan merangkai beberapa interval yang lebar. Interval nada dari pelog cenderung ekstrim. Nada lain yang dikeluarkan oleh slendro sifatnya lebih mudah dicerna daripada pelog, dan sifatnya lebih fleksibel.
Siter, dengan sebutan lain yakni gitar Jawa, memiliki alunan suara yang indah. Hanya dengan hitungan jari saja orang yang bisa memainkan alat musik tersebut saat ini. Konon pada saat pembuatannya, tidak sembarang orang bisa menyetemnya. Barangkali inilah mengapa orang yang bisa dan mahir menyetem alat musik siter dianggap sebagai maestro dalam alat musik Jawa tradisional.
*
Siter, sebagai salah satu alat musik petik peninggalan para leluhur. Lantaran itu, siter merupakan salah satu budaya bangsa yang perlu dilestarikan agar tidak punah. Mengingat semakin kekinian, semakin sedikitnya generasi muda yang berminat mempelajari salah satu budaya daerah ini. Sedangkan Sutrisno, sosok yang sudah terbilang uzur, sementara belum ada generasi yang siap “nguri-uri kabudayan Jawi”.
Sutrisno semestinya sebagi salah satu aset budaya Kabupaten Sidoarjo, keberadaannya perlu diberi ruang sebagai penghargaan atas keteguhannya “nguri-uri siter”. Misalnya, ketika Pemkab Sidoarjo atau jajaran dinas terkait kebudayaan mengadakan even tertentu, atau ada kunjungan tamu, Sutrisno diberi kesempatan unjuk kepiawaian. Apalagi dipacaki dengan dandanan pakaian khas Sidoarjo, tentu akan lebih menjadi daya tarik. Syukur lagi, jika diinisiasi menjadi narasumber atau fasilitator untuk mengenalkan siter kepada generasi millenial.
Seniman labgka seperti pak Sutrisni memang perlu diberi ruang dan waktu untuk untuk mengekspresikan keluarbiasaannya di alat musik petik seterusnya tersebut.Mudah2an pihak yg berkompeten memberikan apresiasi dan menjunjung derajat yang bersangkutan.
Mas Santoso A.,
Inggih, seharusnya seniman seperti Pak Sutrisno, yang boleh dikatakan sudah langka, harus benar-benar “diuri-uri” dan diberdayakan untuk melestarikan budaya adi luhung.
Semestinya, beliau diberi ruang dan difasilitasi untuk menjadi pelatih yang diinisiasi secara aktif oleh pemerintah, khususnya yang terkait dengan bidang seni dan budaya. Tak beda juga dengan seni pedalangan Panjenengan.
Untuk itu, perlu ada pihak-pihak yang dapat mendorong pemerintah untuk secara proaktif segera mengambil langkah penanganan mumpung belum terlambat,
mumpung juga diklaim oleh “tetangga sebelah”.
Matur nuwun atas apresiasi Panjenengan. Tetap sehat selalu bersama keluarga besar Panjenengan.
Siter…jadi tahu secara detail. Ternyata ada pelog dan slendronya ya…lengkap banget.Senang mendengar alunannya, semoga harapan penulis terealisasi…Pak Sutrisno senimannya jadi terangkat…Aamiiin
Bu Endang Sulistijorini,
Inggih, semoga harapan kita bisa menyentuh pihak terkait seni budaya adiluhung, para pegiat seni, dan komunitas lainnya.
Matur nuwun atas apresiasi Panjenengan.
Tetap sehat selalu bersama keluarga besar.
Monggo para penggiat seni, segera bergerak untuk mewujudkan keinginan penulis dan kita semua para penikmat seni.
Ayoo pak Ali, maju terus…
Pak Hendro,
Inggih, profesi pemusik siter seperti Pak Sutisno ini sudah langka. Generasi milenial rupanya tak mengenal
karena memang mereka tak gampang menemukan aktivitas pemusik ini.
Semoga pihat terkait kebudayaan, pegiat seni, dan komunitas yang lain turut tergugah untuk mengapresiasi mengangkat seniman siter
sehingga sehingga dikenal masyarakat luas, terutama para generasi muda.
matur nuwun atas apresiasi Panjenengan.
Semoga tetap sehat selalu bersama keluarga.