Bersama segenap anggota Roode Brug Soerabaia, berkesempatan mengenal lebih dekat dengan Lidwien van de Ven (61), fotografer senior kelahiran Hulst, Belanda. Hulst adalah sebuah gemeente terletak di Provinsi Zeeland. Lidwien datang untuk menggali sejarah Kota Surabaya di awal Abad 20 sebagai titik penting pergerakan nasional, di Jalan Kanwa 20 Surabaya, Kamis (4/1/2024) malam.
Dilansir dari https://andriesse-eyck.com/artists/32/2, Lidwien bekerja di bidang politik dan agama. Dalam penelitiannya ia menggunakan pendekatan jurnalistik, meskipun karyanya sendiri bukanlah foto jurnalistik. Foto-foto Van de Ven merekam apa yang berada di luar bingkai berita dan menyelidiki batas antara realitas dan representasi, gambar dan bahasa, berita dan sejarah kontemporer.
Lidwien van de Ven, sejak tahun 2012 ia telah menangkap dinamika kompleks antara dorongan revolusioner dan kebangkitan kontra-revolusioner di Mesir yang menghasilkan serangkaian karya baru. Van de Ven telah memenangkan beberapa penghargaan atas karya fotografi dan instalasinya, ia pernah menerima penghargaan Dolf Henkes Prize 2014.
Dolf Henkes Prize adalah sebuah penghargaan seni yang diberikan kepada seniman di Belanda. Penghargaan ini dinamai dari seniman Belanda, Dolf Henkes. Penghargaan ini bertujuan untuk mengakui dan mendukung seniman kontemporer yang telah memberikan kontribusi signifikan dalam bidang seni rupa.
Karya-karya Lidwien pernah dipamerkan di Museum Reina Sofia (2014), Noorderlicht, (Groningen, 2013), Kota yang Tidak Ada , Images of Global Spaces, Ludwig Forum Aachen, (Jerman, 2013) Busan Biennale (Korea Selatan, 2012), Comma 32, BloombergSPACE, London (2011), For Be(com)ing Dutch at the Van Abbemuseum, ia memproduseri instalasi Kebebasan Berekspresi (2008).Documenta 12 di Kassel (2007) Sydney Biennale, (2006).
Di samping itu, Lidwien van de Ven juga melakukan pameran-pameran foto tentang kehidupan di Palestina (sebelum 7 Oktober 2023), tak terhitung berapakali ia keluar masuk wilayah tersebut. Beberapa kali mendapat perlakuan tak manusiawi dari keamanan Israel, namun tak membuat Lidwien jera.
“Dunia harus melihat apa yang dialami Palestina selama ini,” cerita Lidwien van de Ven, perempuan yang sejak 2006 hingga 2023 telah mengadakan pameran karya fotografinya di berbagai negara.
Sebagaimana cerita Lidwien van de Ven yang diterjemahkan oleh Ady Setyawan, founder Roode Brug Sorabaia, ada satu keunikan dari dirinya, selama ini ia tak menggunakan media sosial apa pun kecuali eMail. Bahkan akun whatsapp baru download saat di Indonesia lantaran saat itu ia kesulitan ketika mau cetak tiket di bandara. Unik pula, tanpa medsos namanya banyak ditulis di media massa elektronik.
Lebih lanjut cerita Lidwien van de Ven, ia mulai belajar mengenal fotografi sejak usia 12 tahun. Sesuatu hobi atau sesuatu kesenangan yang positif jika dikerjakan secara berulang-ulang, dan fokus akan dapat mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang lebih mendalam pada bidang yang disenangi, sehingga dapat membantu menghasilkan karya yang luar biasa, atau karya yang fenomenal.
Temu Kenal Lidwien van de Ven
Senior Fotografer Asal Hulst – Belanda
