Roode Brug Soerabaia, salah satu komunitas kesejarahan di Kota Surabaya, mendampingi tujuh anggota UKM Menwa ITS Surabaya yang sedang melakoni kegiatan Raid Baret dengan long march. Turut mendampingi ketujuh anggota Satmenwa tersebut, yakni Ady Setyawan, founder Roode Brug Soerabaia dan Wahyu D., pemerhati Sejarah Kota Surabaya, Sabtu (16/12) siang.
Kegiatan Raid Baret dimulai pukul 07.30, target 16.00 sampai finis dan pembaretan. Adapun rute dimulai dari Plaza dr. Angka Niti Sastro, Kompleks ITS, Gedung Grahadi, Monumen Gubernur Suryo, dan Tugu Pahlawan, kemudian jeda untuk isoma. Setelah itu perjalanan kaki dilanjutkan dengan tujuan Alun-Alun Contong, Siola, Monumen Bambu Runcing, Monumen Polisi Istimewa, Monumen Kancah Yudha TRIP, Taman Mayangkara, dan finis kembali ke ITS.
Ady Setyawan menuturkan bahwa Raid Baret merupakan kegiatan pelatihan militer intensif yang diadakan oleh resimen mahasiswa atau menwa. Kegiatan ini dirancang untuk menguji keterampilan fisik, mental, dan kedisiplinan anggota. Kegiatan ini, peserta akan menghadapi serangkaian tugas yang mencakup berbagai aspek, seperti navigasi, pertahanan diri, strategi militer, dan taktik lapangan.
“Rintangan-rintangan fisik dan mental, seperti medan berat, permainan peran, simulasi taktik, dan long march adalah menjadi bagian integral dari raid. Selama kegiatan ini, peserta diharapkan untuk bekerja sama sebagai tim, mengasah keterampilan militer dasar, dan menghadapi tantangan dengan keberanian dan semangat tanpa pantang menyerah,” tuturnya saat memberikan pendampingan di Monumen Gubernur Suryo.
Baret yang dikenakan oleh peserta, lanjutnya, menjadi simbol prestasi dan keberhasilan mereka dalam menyelesaikan raid. Baret ini dapat berbeda warna atau desain sesuai dengan pencapaian atau tingkat keahlian yang telah dicapai oleh peserta selama kegiatan tersebut berlangsung.
“Raid Baret bukan hanya uji keterampilan individu, tetapi juga merupakan sarana untuk membangun semangat kebersamaan, kepemimpinan, dan rasa tanggung jawab di antara anggota resimen atau menwa,” pungkas penulis buku Kesaksian dari Garis Depan yang baru terbit bulan Oktober lalu.
Sementara itu, Wahyu D. di Kompleks Tugu Pahlawan Surabaya memberikan penjelasan panjang lebar dengan media foto-foto lama tentang Pertempuran Surabaya. Dikatakannya, pertempuran 10 November 1945 adalah pertempuran terbesar dan menimbulkan korban ribuan pejuang gugur di medan pertempuran. Pertempuran dipicu oleh terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, dan ultimatum Mayor Jenderal Robert Mansergh.
“Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November tersebut, kemudian ditetapkan sebagai Hari Pahlawan oleh Pemerintah Republik Indonesia,” pungkas pria pehobi lari dan gowes.
Bidikan Mata Lensa
Raid Baret Resimen Mahasiswa (Menwa) ITS Surabaya
mantaaap jaya, semangat terus pak ali