Kamis tanggal 31 Oktober 2024 adalah peringatan ke-89 berdirinya INS (Indonesisch Nederlandsche School) Kayutanam atau Institut Nasional Sjafe’i kini. INS Kayutanam adalah lembaga pendidikan menengah swasta yang didirikan oleh Engku Muhammad Sjafe’i di Kayutanam, Padang Pariaman, Sumatera Barat, pada tanggal 31 Oktober 1926.
Engku Muhammad Sjafe’i adalah seorang tokoh pendidikan nasional yang pernah dipercaya menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia ketiga setelah Ki Hadjar Dewantara, dan Todung Sutan Gunung Mulia sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada era Kabinet Sjahrir II.
Saat ini, institusi pendidikan INS Kayutanam menyelenggarakan pendidikan formal di jenjang pendidikan menengah setara dengan SMA/MA dengan berlokasi di kampus SMA INS Kayutanam di Jorong Palabihan, Nagari Kayutanam, Kecamatan 2×11 Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. SMA INS Kayutanam berstatus swasta di bawah Yayasan Badan Wakaf Ruang Pendidik INS Kayutanam.
Selain jajaran pemangku sekolah, para tokoh masyarakat setempat, juga hadir pada acara yang bertajuk “Festival Oktober 2024” tersebut, yakni Prof. Fasli Jalal, Penasehat Yayasan Badan Wakaf Ruang Pendidik INS Kayutanam, yang juga sebagai Rektor Universitas YARSI Jakarta, pun didampingi oleh Ustadz Farrel Muhammad Riski, Founder Yayasan Spirit of Ummah Jakarta.
Sekilas tentang Sejarah Berdirinya INS Kayutanam
Dilansir dari https://id.wikipedia.org/wiki/INS_Kayutanam, pada masa-masa perjuangan pendirian sekolah ini, Muhammad Sjafei memberi nama sekolah tersebut dalam bahasa Belanda “Indonesisch Nederlansche School” (Sekolah Belanda Indonesia) atau dikenal dengan singkatannya saja yaitu INS Kayutanam.
Penggunaan nama sekolah dalam bahasa Belanda adalah untuk mengurangi kecurigaan pihak pemerintah kolonial Belanda, terlebih kurikulum dan sistem pendidikan yang dipakai oleh sekolah di masa itu tidak mengikuti kurikulum yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Belanda.
Setelah itu, nama sekolah kemudian berganti pada masa pendudukan Jepang di Indonesia dengan mengggunakan nama “Indonesia Nippon School” untuk kepanjangan dari INS. Nama sekolah kemudian berganti lagi menjadi “Institut Nasional Sjafe’i” di masa kemerdekaan hingga kini.
Engku Mohammad Sjafe’i mendirikan Ruang Pendidik INS Kayutanam dengan cara mandiri dan berdikari, meski biaya operasional pendidikan sekolah sangat besar. Beliau bersikeras untuk tidak menerima bantuan atau donasi yang mengikat. Hal ini tampaknya mencontoh pendirian dari kedua orang tua angkatnya, Anduang Khalijah dan Engku Ibrahim Marah Sutan.
Untuk itu, Engku Mohammad Sjafe’i bergiat diri mencari pembiayaan sekolah dengan mengarang buku-buku bacaan sekolah yang diterbitkan di JB Wolters, penerbit ternama saat itu. Selain itu, Inyiak Ibrahim Marah Sutan dan Anduang Chalijah banyak membantu pembiayaannya. Anduang Khalijah merelakan emas simpanannya untuk membiayai operasional sekolah anaknya.
Adapun sumber pendanaan lainnya berasal dari kegiatan-kegiatan mandiri seperti pementasan drama tonil dan penjualan hasil kreasi siswa INS Kayutanam. Setelah mengalami perkembangan pesat, meski belum di lokasi milik sendiri pada tahun 1936, INS di tanah sewaan telah memiliki bangunan sekolah seluas 2565 m2, padahal di tahun 1926 hanya seluas 81 m2 saja
Pada tahun 1939 untuk keperluan pelajaran pekerjaan tangan telah dibangun pula ruangan musik, sandiwara, menggambar, ruang bertenun, poliklinik, dua ruang bertukang kayu, ruang pekerjaan anyaman, ruang pekerjaan tanah liat, pertukangan besi, tungku pembakaran bata dan keramik serta delapan ruang kelas baru.
Pada masa ini, Ruang Pendidik INS Kayutanam memiliki dua tingkatan pendidikan yaitu bagian bawah Ruang Rendah dan bagian atas Ruang Dewasa. Ruang Rendah sama dengan Sekolah Rakyat yang lama tujuh tahun, sedangkan Ruang Dewasa lama pendidikan nya adalah empat sampai lima tahun.
Konsep pendidikan sekolah kerja terbukti membuat sekolah Ruang Pendidik INS Kayutanam berkembang pesat dengan menjadi salah satu sekolah bumiputra bermutu dengan fasilitas paling lengkap di seluruh keresidenan Sumatera Barat di dasawarsa 1930-an. Jumlah siswa pada masa ini sudah mencapai 600 orang dengan asal mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Proses belajar berlangsung dua kali sehari. Pelajaran teori diberikan pada pagi hari dan di siang hari nya adalah pelajaran pekerjaan tangan. Kedua pelajaran ini dilengkapi dengan pendidikan kesenian dan olahraga pada sore dan malam hari. Engku Mohammad Syafei sendiri yang menyiapkan buku dan bahan pelajarannya.
Selain itu, perkembangan pesat di masa ini juga terlihat dari kegiatan dan prestasi non akademik INS di bidang olah raga dan kesenian. Ruang Pendidik INS Kayutanam tercatat telah tiga kali menyelenggarakan pertandingan olimpiade olahraga bagi para siswa se Sumatera Barat. Pada penyelenggaraan olimpiade olahraga pelajar pertama di tahun 1938 dilaksanakan bersamaan dengan Jambore Kepanduan Muhammadiyah se Sumatera Barat dengan 5000 orang peserta.