Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Share this :

Roodebrug Soerabaia merupakan salah satu komunitas yang konsen di bidang kesejarahan bekerja sama dengan Kompas Jombang (Komunitas Pelestari Sejarah Jombang) mengadakan acara dengan tajuk “Jelajah Sejarah Jombang”. Selain dihadiri oleh Ady Setyawan ( pendiri Roodebrug Soerabaia), Satrio Sudarso (Ketua Roodebrug Soerabaia), Mohammad Faisol (Kompas Jombang, sekaligus Marketing Jawa Pos Radar Jombang), juga 30 peserta dari berbagai latar belakang, Minggu (16/10/2022).

Kegiatan yang dikemas dengan berjalan kaki menelusuri spot-spot sejarah perjuangan di Jombang pada era revolusi tahun 1945 – 1949, peserta memdapatkan penjelasan secara detail oleh Mohammad Faisol, yang didapuk juga sebagai narasumber Jelajah Sejarah Jombang. Lengkap dengan peraga berupa cetakan foto dari berbagai media asing maupun media lokal Indonesia, dan koleksi foto pada kurun waktu tersebut.

Mohammad Faisol menjelaskan bahwa Alun-Alun Jombang, Stasiun Jombang SS, Gereja Ktisten Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Jombang Kaliwungu, Taman Mastrip, Gardu Listrik ANIEM, SMAN 1 Jombang eks. Rumah Dinas Asisten Residen Jombang, Pendopo Kabupaten Jombang, Taman Kebon Rojo, Wotertoren Ringin Contong, dan Pabrik Gula Jombang Baru, dan Rumah Dinas Pabrik Gula Jombang Baru merupakan saksi sejarah perjuangan

“Setelah Indonesia merdeka, khususnya masa revolusi fisik tahun 1945-1949, para pejuang Jombang berperan aktif dalam pertempuran melawan Belanda maupun tentara sekutu. Spot-spot tersebut merupakan saksi bisu sejarah perjuangan para pejuang yang masih ada hingga kini,” jelas pria sebagai Marketing Jawa Pos Radar Jombang.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Pengarahan dari Ketua Roodebrug Soerabaia Satrio Sudarso sebelum berangkat
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Foto bersama sambil persiapan berangkat
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Foto bersama sambil persiapan berangkat

Sementara itu, Satrio Sudarso, Ketua Roodebrug Soerabaia, menuturkan bahwa tujuan “Jelajah Sejarah Jombang” ini di samping untuk melengkapi khasanah kesejarahan, juga agar generasi penerus memahami apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu di Republik ini. Tempat-tempat bernilai historis seperti di Jombang ini perlu dikenalkan kepada masyarakat, tak hanya masyarakat setempat, juga di masyarakat luar Jombang.

“Masyarakat, khususnya generasi millennial saat ini diharapkan dapat meneladani semangat kerja keras para pendahulunya, yakni peran para pejuang dalam masa revolusi fisik 1945-1949. Masa itu merupakan saat yang sangat kritis bagi bangsa Indonesia, diperlukan persatuan dan kekompakan seluruh komponen bangsa”, tutur pria sebagai salah satu pengajar di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Pada kesempatan yang sama, Sylvi Mutiara, salah satu peserta “Jelajah Sejarah Jombang” mengatakan bahwa dengan mengikuti kegiatan ini dirinya bisa lebih mengenal sejarah dan bangunan-bangunan bersejarah di Kota Jombang. Menurutnya, selama ini dia hanya mengenal Jombang sebagai Kota Santri, padahal ternyata banyak kisah sejarah dan bangunan kolonial yang masih bertahan di Kota Jombang.

“Khususnya di Pabrik Gula Jombang Baru, saya juga bisa masuk di beberapa bagian pabrik untuk mengetahui apa yang ada di dalamnya. Bangunan lawas pabrik gula yang masih bisa dioperasikan hingga kini perlu tetap dirawat, dan dijaga kelestariannya,” kata perempuan yang pehobi melancong ke destinasi wisata di berbagai belahan bumi ini.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Satu keluarga yang membawa anaknya sejak dini dikenalkan sejarah perjuangan bangsa
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Tanda pin sebagai tanda peserta Jelajah Sejarah Jombang
Tanda pin sebagai tanda peserta Jelajah Sejarah Jombang

Sedangkan peserta yang lain, Sigit Haryo Susilo, menggarisbawahi apa yang dikatakan Sylvi Mutiara, bahkan Sigit menambahkan bahwa dengan mengikuti kunjungan terkait sejarah tersebut, dia mendapat pengetahuan baru tentang sejarah. Yakni pengetahuan sejarah yang lebih jelas,lebih detail daripada apa yngg dia peroleh dari buku pelajaran sejarah semasa sekolah dahulu.

Bahkan kami juga bisa mendapatkan sesuatu yang sama sekali belum kami ketahui karena buku sejarah sebagai sumber pelajaran sejarah pasti hanya mengisahkan peristiwa-peristiwa yang dianggap ‘besar’, tanpa kami mengetahui tempat yang terkait dengan sejarah tersebut lahir. Apa yang didapat dari tour sejarah seperti yang dimotori Roodebrug Soerabaya kemarin, terasa menjadi lebih hidup dalam pikiran.

“Saya merasa jadi lebih bisa menghargai, segala hal di masa lalu, baik itu tentang perang perjuangan maupun kisah-kisah kehidupan di masa lalu lainnya. Sadar atau enggak, batin ini menjadi lebih kaya, yang bisa mempengaruhi sikap dan tindakan saat bergaul dan berinteraksi dengan sesama,” pungkas pria pehobi bersepeda.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Sarapan buat persiapan fisik’Mlaku-malku nang Jombang’
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Sarapan buat persiapan fisik’Mlaku-malku nang Jombang’
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Ady Setyawan (kanan) siap meluncur ke Jombang dengan tunggangan kuda besinya Royal Enfield’

Tempat Bersejarah dan Bangunan Bersejarah di Jombang

Alun-Alun Jombang

Fungsi Alun-Alun Jombang tak ubahnya fungsi alun-alun pada zaman kolonial. Yakni, tidak hanya menjadi bagian dari sebuah keraton yang dikepalai oleh seorang raja, melainkan oleh para bupati. Pemerintah kolonial Belanda selain menggunakan pejabat resmi seperti gubernur jenderal, residen, asisten residen, kontrolir, juga menggunakan pejabat pribumi untuk berhubungan langsung dengan rakyat.

Unsur pemerintahan pribumi ini disebut sebagai pangreh praja yang berkuasa atas kerajaan, Belanda menamai Inlandsch Bestuur. Dalam sistem pemerintahan Inlandsch Bestuur pejabat pribumi yang tertinggi adalah regent atau bupati, yang membawahi sebuah kabupaten. Rumah bupati dibangun menjadi miniatur kraton. Di depan rumah bupati juga terdapat pendopo, berhadapan dengan alun-alun.

Fungsi alun-alun sebagai ruang terbuka publik telah terdominasi sebagai fungsi ekonomi. Dari waktu ke waktu peran alun-alun mengalami banyak perubahan sejak zaman pra kolonial, kolonial, pasca kolonial dan masa saat ini. Awalnya alun-alun merupakan tempat berlatih perang (gladi yudha) bagi prajurit kerajaan, tempat penyelenggaraan sayembara dan penyampaian titah (sabda) raja kepada kawula atau rakyat.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Foto Alun-Alun Jombang tahun 1925 dan 1948 (dok. katalog Jelajah Sejarah Jombang)
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Mohammad Faisol sedang menjelaskan seputar Alun-Alun Jombang
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Arya Wisanggeni SatriaWikramawardhana (kanan) sedang bertanya tentang seputar Alun-Alun Jombang
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Foto bersama di luar Alun-Alun Jombang

Stasiun Jombang

Dilansir dari Radar Jombang (4/2/2019), dari data yang berhasil didapat dari PT KAI, stasiun ini dibuka bersamaan dengan selesainya segmen Jombang – Jombang Kota pada tanggal 1 Januari 1898 dan dilanjut menuju Dolok pada tanggal 16 Agustus 1899. Dan operasionalnya di bawah perusahaan kolonial Babat Djombang Stroomtram Maatschappij (BDSM).

Mulanya, jalur kereta api tersebut juga memiliki percabangan pendek sejauh 800 meter menuju Pasar Kota Jombang, jalur kereta api ini dioperasikan oleh Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM). Kemudian pada akhirnya jalur tersebut diakuisisi oleh perusahaan kolonial lain yakni bernama Staatsspoorwegen pada 1 Desember 1916.

Setelah Indonesia merdeka, Stasiun Jombang Kota pengelolaannya sempat melayani sejumlah perjalanan orang maupun barang dari Jombang ke Babat. Sedangkan penutupan pengoperasian stasiun tersebut dilakukan pada tahun 1980, hal itu sejalan dengan penutupan jalur Jombang – Babat untuk kereta api.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Jalur rel Babat – Jombang
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Mohammad Faisol menjelaskan seputar Stasiun Jombang
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Mohammad Faisol menjelaskan seputar Stasiun Jombang
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Mohammad Faisol menjelaskan seputar Stasiun Jombang

Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemat Jombang Kaliwungu

Pada tahun 1942 (archieven.nl) bangunan GKJW Kaliwungu menghadap ke selatan, terletak di Jalan Goedang Garem(gudang penyimpanan komoditas garam), sekarang Jalan Gatot Subroto. Bangunan gereja tersebut beserta sebuah rumah di belakangya yang sempat menjadi markas pejuang kemerdekaan dari kesatuan TRIP dan Mobrig.

Menurut keterangan pihak GKJW Kaliwungu, berdasar catatan internal, pasukan TRIP menempati rumah di Jalan Kamboja Nomor 5, sekarang Jalan Adityawarman. Legenda pada tahun 1942 memberi keterangan lokasi GKJW Kaliwungu atau rumah di Jalan Kamboja Nomor 5, saat iti Jalan Kaliwoengoe, diberi kode Nomor 14 sebagai kantor Mobrig (Brimob Polisi). Rumah tersebut sebelumnya milik kantor Waterstaat (PDAM) kolonial.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Pengurus GKJW berbincang-bincang dengan Sylvi Mutiara Jombang Kaliwungu
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Sigit Haryo Susilo dan Oscar mendengarkan penjelasan pengurus GKJW Jombang Kaliwungu
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Uki Hariyanto dan Maghfirotul Laily, violinist sedang menghibur peserta
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Foto bersama di depan GKJW Jombang Kaliwungu

Taman Mastrip

Taman Mastrip diresmikan tahun 1995 saat Peringatan Ulang Tahun Emas Kemerdekaan RI oleh para Veteran Pejuang Eks. Anggota TRIP. Pada masa kolonial, lokasi monumen ini dijadikan pasar tradisional. Dalam peta tahun 1942 (archieven.nl) diberi kode no 15 (pasarloodsen). Sampai sekitar tahun 1970-an, pemerintah menggeser pasar sedikit ke timur, sekarang menjadi Pasar Pon.

Kemudian bekas pasar tersebut dijadikan taman atau ruang terbuka hijau. Pada ahun 1995, Pemerintah Kabupaten Jombang membangun beberapa monumen untuk menandai Peringatan HUT Emas Ke-50 Kemerdekaan RI. Selain Monumen Mastrip, juga ada Patung Garuda Pancasila dan Taman Ringin Contong.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Meski cuaca Jombang cukup panas namun tak menyurutkan semangat peserta untuk menyusuri tempat bersejarah
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Mohammad Faisol menjelaskan seputar Taman Mastrip
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Secara detail Mohammad Faisol menjelaskan seputar Taman Mastrip kepada peserta cilik,
Arya Wisanggeni Satria Wikramawardhana, Kels 5 SD Muhammadiyah 6 Gadung Surabaya

Gardu Listrik ANIEM

Perusahaan listrik pada zaman kolonial Belanda bernama N.V. Algemeene Nederlandsch-Indische Electriciteits-Maatschappij atau disingkat ANIEM. Di area Jombang kota terdapat lima bangunan gardu listrik ANIEM. Selain di pojok selatan timur Alun-Alun, ada juga di timur perempatan Kebon Rojo. timur perempatan Tugu (dekat kantor PLN).

Gardu ANIEM juga berada di timur Ringin Contong dan di depan klenteng TITD Hok Liong Kiong, namum pada saat ini gardu hanya tersisa tiga bangunan yang asli. Sedangkan gardu ANIEM di timur perempatan Tugu (dekat kantor PLN), dan timur Ringin Contong sudah dibongkar tanpa sisa sebagai penanda.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Mohammad Faisol menjelaskan seputar Gardu ANIEM
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Anggota Kompas Jombang menjelaskan foto seputar Gardu ANIEM kepa Andik dan Anang
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Foto bersama di depan Gardu ANIEM

SMAN 1 Jombang Eks. Rumah Dinas Asisten Residen Jombang

Pejabat Asisten Residen (AR) Jombang sejak tahun 1888 sampai dengan 1942 menempati rumah dinas di sebelah utara Alun-Alun Jombang. Bangunan ini dibangun bersamaan dengan Pendopo Kabupaten dan Penjara Jombang. Sebelumnya, sejak tahun 1811 –1888, pejabat AR bertempat di kediamannya di Djombang Straat (sekarang Jl Ahmad Yani).

Pada masa revolusi 1945, rumah Asisten Residen di utara Alun-Alun Jombang ini dipakai sebagai Markas Pasukan Resimen 32 pimpinan Letkol Kretarto. Kemudian di bekas rumah Asisten Residen Jombang ini didirikan sekolah menengah atas. Pada tahun 1980, resmi mendapat SK Kemendikbud No. 0206 bernama SMAN 1 Jombang.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
1916, rumah AR Jombang (buku Olivier Raap)
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
1932, rumah AR Jombang

Pendopo Kabupaten Jombang

Setelah kabupaten Jombang resmi berdiri sendiri terpisah dari kabupaten Mojokerto pada 21 Oktober 1910, Bupati Jombang Kanjeng RAA Soeroadiningrat tidak bisa langsung bekerja dari pendopo. Sebab pendopo harus dibangun dulu selama hampir dua tahun. Beliau harus berkantor dan tinggal untuk sementara di Hotel Paviljoen, sekarang SDN Kepanjen 2 Jombang.

Foto Pendopo Kabupaten Jombang yang tertua yang sudah didapatkan adalah dari Majalah Pandji Poetaka terbitan Juli 1925. Kemudian foto saat perayaan pernikahan Ratu Juliana pada 7 Januari 1937, dan foto udara MLD tahun 1948, ketika pendopo gagal dibumihanguskan.

Aksi pembakaran pendopo hanya mampu merusak sebagian kecil bagian depan, karena para pejuang terburu-buru harus mundur. Pada 15 Januari 1968, dilakukan renovasi pertama pendopo secara total yang selesai tanggal 1 Juli 1969. Peresmian bangunan baru Pendopo Kabupaten Jombang oleh Gubernur Jawa Timur Mohammad Noer pada 17 Juli 1969.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
1948, Des,Pendopo Kabupaten Jombang (MLD 337 16)

Taman Kebon Rojo

Taman Kebon Rojo dibuat sebagai ruang terbuka hijau di tengah Kota Jombang. Sekitar akhir tahun 1890-an terletak di halaman belakang Rumah Dinas Pejabat Asisten Residen (AR). Awalnya belum ada jalan tembus yang membelah Kebon Rojo, sekarang bernama Jalan Jaksa Agung Suprapto, sebelumnya adalah Jalan Ksatria, jalan ini termasuk jalan baru.

Di dalam area Taman Kebon Rojo terdapat lapangan tenis, tempat bermain para pejabat pribumi dan Belanda. Pada masa colonial Belanda, lapangan tenis hanya ada di Kebon Rojo, di sebelah barat rumah potong hewan Candimulyo, dan di pabrik-pabrik gula. Foto paling tua yang mengabadikan gunungan Kebon Rojo diambil tahun 1916 – 1917 oleh keluarga Boong Ge (lahir 1915).

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Peserta mengamati foto Taman Kebon Rojo tanhun 1917
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Mohammad Faisol menjelaskan seputar Taman Kebon Rojo
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Arya Wisanggeni Satria Wikramawardhana menerima hadiah buku ‘Sang Patriot’ lantaran benar menjawab kuis

Wotertoren Ringin Contong

Watertoren mulai dibangun pertengahan 1928, lalu beroperasi setahun kemudian pada 1929. Sebagai rumah pompa untuk memasok air bersih bagi warga Kota Jombang. Sebagai sistem perpipaan dari sumber air bersih dari Desa Ngampungan, Kecamatan Bareng. Didukung dengan tiga sumur bor artesis (Kebonrojo, Wersah dan Ringin Contong).

Pohon beringin ditanam oleh Bupati pertama Jombang Kanjeng RAA Soeroadiningrat tahun 1910 sebagai Titik Nol Kilometer, dan penanda berdirinya Kabupaten Jombang terpisah dari Kabupaten Mojokerto, telah berganti tiga kali. 1964, terbakar dan roboh; 1989, roboh akibat hujan badai; dan saat ini tinggal satu rumpun pohon saja.

Sedangkan istilah Contong adalah merujuk pada lokasi tanah yang menjorok dari jalan utama poros Surabaya – Madiun, menyerupai contong, pembungkus atau wadah dari bahan daun atau kertas yang berbentuk kerucut; basung (Jw n). Ada juga Alun-Alun Contong di area Normaal School, sekarang SMA Negeri 3 Jombang di Jalan Dr. Soetomo, sebelah barat Kebon Rojo.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Foto dok. Katalog Jelajah Sejarah Jombang – Roodebrug Soerabaia

Pabrik Gula Jombang Baru

Pabrik Gula (PG) Djombang Baru adalah salah satu dari 13 pabrik gula yang ada di seluruh Kabupaten Jombang. Berdiri sebagai PG pertama di Jombang pada tahun 1836 (versi lain 1834). Sebelum dibuka jalur rel kereta api BDSM tahun 1896, hasil produksi dikirim melalui lori lokomotif uap (decauville) dengan jalur PG Djombang baru ke selatan, belok di perempatan Sengon ke timur.

Lalu belok di perempatan SMA Negeri 2 Jombang ke selatan, belok di perempatan Pandanwangi ke timur sampai Alun-Alun Jombang. Di sisi selatan Alun-Alun Jombang didirikan bangunan gudang penampung gula sebelum diangkut dengan kereta api SS ke Surabaya atau tujuan lain.

Pada masa revolusi 1945, kompleks PG Djombang Baru dijadikan sebagai Markas Pasukan TNI Resimen 32 pimpinan Letkol Kretarto. Akhir bulan Desember 1948, beberapa hari sebelum Pasukan Marbrig Belanda mampu menerobos pertahanan Jombang, seluruh instalasi dan rumah dinas PG Djombang Baru dibakar. Beberapa foto bidikan MLD mengabadikan aksi bumi hangus ini.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Mohammad Faisol menjelaskan seputar Pabrik Gula Jombang Baru
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Mohammad Faisol menjelaskan seputar Pabrik Gula Jombang Baru
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Sebagian bangunan Pabrik Gula Jombang Baru, Adiba sedang piket
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Adegan reka ulang oleh Anang, Adiba, Wahyu U, dan Andik
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Adegan reka ulang oleh Maghfirohtul Laily, Andik dan Adiba
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Adegan reka ulang oleh Anang dan Wanto

Rumah Dinas Pabrik Gula Jombang Baru

Deretan Rumah Dinas (Rumdin) Pabrik Gula (PG) Djombang Baru di utara jalan atau sungai sempat digunakan sebagai markas pelatihan Laskar Hizbullah Jombang sepanjang bulan September –Oktober 1945 pasca Proklamasi Kemerdekaan RI. Atas usaha dari H. Affandi, atau dikenal dengan Kaji Pandi Jagalan. Tiga rumdin di bagian tengah bisa dipakai sebagai markas Laskar Hizbullah Jombang.

Pemilihan rumdin ini sangat menguntungkan, sebab lokasinya strategis karena dekat dengan jalan raya utama maupun stasiun, dan jalur kereta api (SS dan BDSM). Dekat dengan Pondok Pesantren Tambak Beras (tempat pendaftaran), masjid Kauman Utara (tempat penggemblengan spiritual), dan lapangan Sambong Dukuh (tempat latihan fisik baris berbaris).

Di samping dengak juga dengan Makam Tionghoa Tunggorono (latihan strategi bertempur), dan Alun-Alun Jombang. Seminggu sebelum pasukan Belanda menerobos pertahanan Jombang, deretan rumdin ini juga harus dibakar. Sebab termasuk obyek vital yang harus dibumihanguskan agar tidak bisa dimanfaatkan oleh pasukan Belanda.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Mohammad Faisol menjelaskan seputar Rumah Dinas Pabrik Gula Jombang Baru
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Salah satu Rumah Dinas Pabrik Gula Jombang Baru
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Foto bersama di kompleks Pabrik Gula Jombang Baru

*

Untuk mengurangi kepenatan selama berjalan menelusuri spot tempat-tempat bersejarah, di tempat tertentu dihibur dengan lagu-lagu oleh duet ayah anak, peserta dari Gadang Malang, yakni Uki Hariyanto dan Maghfirotul Laily, violinist. Tak ketinggalan, dihibur pula dengan unjuk kebolehan memainkan gitar sambil menyanyikan beberapa lagu oleh Danny Hartanto dari Komunitas Mata Hati Surabaya, juga lulusan S2 Kebijakan Publik Fisip Unair, pemusik dan wiraswasta.

Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Uki Hariyanto dan Maghfirotul Laily, violinist sedang menghibur peserta
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Danny Hartanto dari Komunitas Mata Hati Surabaya sedang menghibur peserta
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Souvenir wayang buatan Samut, Medokan Ayu Surabaya
Roodebrug Soerabaia Ajak Jelajah Sejarah Jombang
Akhir telusuri tempat sejarah, peserta potong tumbeng bersama

Sementara Paulus Sugito, dari Kinarya Jaya (KJ) Tour and Travel yang turut mengantarkan rombongan Jelajah Sejarah Jombang, mengomentari terkait destinasi wisata Jombang. Menurutnya, Jombang berada di jalur non-tol, persimpangan antara wilayah barat menuju Madiun, atau ke timur menuju Surabaya. Dari kacamata pariwisata, Jombang dengan letaknya yang tanggung sulit ditemukan resto yang prefer untuk standar pariwisata jumlah besar.

“Disebabkan letaknya nanggung, sehingga kalau dari arah timur waktu makan yang baik adalah di Caruban atau Madiun, sebaliknya dari barat adalah di Mojokerto atau Surabaya. Sehingga pertumbuhan resto yang prefer atau satndart pariwisata jumlah besar sulit sekali tumbuh di Jombang,” komentar pria yang juga anggota Roodebrug Soerabaia.

Untuk menumbuhkan sektor pariwisata, lanjutnya, sesuai dengan sebutan Jombang Kota Santri, Pemkab Jombang bisa meng-explore destinasi wisata relegi dan edukasi. Mengingat di jalur ke barat ada kompleks Makam Troloyo di Mojokerto, dan wilayah Jombang ada makam tiga ulama besar Jombang, yakni K.H. Hassyim Asyhari, K.H. Abdul Wahid Hasyim , dan K.H. Abdurahman Wahid atau Gus Dur.

Barangkali wisata relegi dan edukasi Jombang itu akan bisa melengkapi paket wisata Ziarah Wali 5 (lima), atau paket wisata Ziarah Wali 9 (Sembilan). Dengan sarana prasarana pendukung, seperti tempat beribadah, resto atau wisata kuliner kearifan lokal yang sesuai dengan prinsip ‘halal tourism’, sektor pariwisata Jombang tentu bisa tumbuh lebih pesat lagi, tambahnya.

“Di samping juga, syarat disebut objek wisata itu jika memenuhi syarat objek pariwisata, yakni Something to See, Something to Do, Something to Buy, dan belakangan ada tambahan Something to Teste, pungkasnya.

KJ Tour and Travel

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *