Rangkaian Seri #BlusukanEdan PSL Goes to Kudus
Membersamai PSL (Pernak-Pernik Surabaya Lama) dalam acara bertajuk “PSL Goes to Kudus”. Kegiatan “PSL Goes to ….”, yakni kegiatan khas PSL bertagar #blusukanedan, tak hanya di Kota Surabaya, pun di berbagai kota lain. Goes to Kudus, diawali singgah di Kota Ngawi untuk sarapan ‘Nasi Pecel Sor Talok’ dan blusukan mengulik sejarah Benteng Van Den Bosch, lalu singgah di Liem Heritage Kota Rembang, sebelum inap di Kota Pati, Jumat (28/6/2025).
Kegiatan berlanjut pada hari Sabtu (28/6/2025), yakni pagi hari berangkat dari Kota Pati menuju Kota Kudus untuk #blusukanedan di “Kota Kretek”. Yakni, mengenal Alun-Alun Kudus, tokoh Haji Djamari, Mas Nitisemito – Bapak Kretek Indonesia, mengenal Atmowidjojo – Bapak Saudagar Kretek Kudus, mengenal HM Ashadie – Pendiri Rokok Delima Kudus.
Di samping itu, #blusukanedan juga mengenal sejarah Rajah Kalacakra di salah satu pintu gerbang kompleks Makam Sunan Kudus, mengenal Masjid Langgar Dalem, Rumah Kuno – Joglo Kudus, dan menengok Omah Kembar. Masing-masing obyek #blusukanedan dikemas dalam artikel dan akan diunggah secara berseri.
Benteng Van den Bosch Ngawi
Kolonialisme di Indonesia menyisakan sejarah panjang, banyak tinggalan fisik berupa bangunan monumental. Benteng Van den Bosch merupakan salah satu bukti bangunan pertahanan imperium penjajahan bangsa Belanda di Indonesia. Meski benteng ini telah lama ditinggalkan, namun memori tentang imperium kolonial selalu terbayang di setiap sudut bangunannya.
Dilansir dari repositori.kemendikdasmen.go.id/24423/1/BENTENG_VAN_DEN_BOSCH, nama Van den Bosch sendiri tidak asing, yang dikenal sebagai nama seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-43, yaitu Johannes Graaf Van den Bosch. Gubernur Jenderal Hindia Belanda ini memerintah antara tahun 1830 s.d. 1834. Nama tokoh inilah yang diabadikan sebagai nama benteng Belanda di Kota Ngawi tersebut.
Bangunan benteng berdenah empat persegi panjang ini dikelilingi oleh tanggul yang lebih tinggi dibandingkan benteng itu sendiri, sehingga dari luar benteng itu seperti tidak terlihat. Masyarakat mengenalnya sebagai Benteng Pendem (terpendam). Benteng Van den Bosch terletak di pertemuan dua sungai yang mengalir di Kabupaten Ngawi, Bengawan Solo dan Sungai Madiun, sebagai bentuk strategi rancang pertahanan.
Kelompok bangunan yang mengelilingi benteng dirancang dengan gaya arsitektur indis neo klasik dan beberapa jajar bangunan dengan rancang bangun lengkung. Gaya arsitektur ini yang memberikan kesan konsep bangunan pertahanan yang megah dan kuat. Pembagian ruang yang begitu kompleks dapat memberikan bayangan mengenai hilir mudik aktivitas penghuni benteng kala itu, baik aktivitas kemiliteran maupun non-militer.
Tujuan kolonial Belanda datang ke Indonesia awalnya tak lain untuk berdagang, namun pada fase berikutnya selain keinginan Belanda melalui V.O.C. (Vereenigde Oostindische Compagnie) untuk memonopoli perdagangan, juga menjadi sebuah ambisi untuk penguasaan sebuah wilayah. V.O.C. didirikan pada 20 Maret 1602 adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.
Pada masanya bangunan benteng ini dihuni oleh tentara Belanda sebanyak 250 orang. Menjadi tempat pengendalian dan kontrol untuk kebijakan Tanam Paksa pada tahun 1840-1860, dan kontrol beberapa pabrik gula di sekitar Kabupaten Ngawi. Kemudian pada tahun 1926 benteng tersebut pernah digunakan sebagai Lembaga Pendidikan Negara, khusus anak-anak.
Hal ini diketahui dengan adanya tulisan LOG yang merupakan kependekan dari Lands Opvoedings Gesticht. Tujuannya adalah untuk mengasingkan anak-anak yang melakukan kenakalan. Selanjutnya pada masa pendudukan Jepang bangunan benteng ini digunakan sebagai kamp interniran atau tempat penahanan pribumi maupun sisa-sisa prajurit Belanda.
Pada fase berikutnya Benteng Van den Bosch juga menjadi saksi bisu kekejaman penjajah Jepang terhadap kaum pribumi. Benteng digunakan sebagai kamp sipil khusus untuk interniran (tawanan perang) laki-laki berjumlah 1,580 orang. Pada 21 Januari 1945 hingga 30 Agustus 1945, Benteng Van den Bosch berfungsi sebagai kamp sipil khusus untuk interniran (tawanan perang) pria dan anak laki-laki berjumlah 737 orang.
Pasca kemerdekaan Indonesia, Benteng Van den Bosch digunakan oleh ARMED 12 Ngawi. Munculnya kembali Benteng Van den Bosch dimulai sejak alih status dari ARMED 12 Ngawi ke Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi. Kharisma akan kegagahan Benteng Van den Bosch mulai digali lagi melalui serangkaian kegiatan, baik penelitian maupun revitalisasi Cagar Budaya, juga tempat wisata sejarah yang menyuguhkan kafe.
Chrisyandi Tri Kartika, Ketua PSL, mengatakan bahwa #blusukanedan di kawasan Benteng Van den Bosch Ngawi tak sekadar jalan-jalan, namun meng-explore keragaman aksitekturnya yang merupakan minat peserta. Arsitektur benteng dengan gaya arsitektur indis neo klasik dan bangunan dengan rancang bangun lengkung. Gaya arsitektur ini yang memberikan kesan sebagai basis pertahanan megah dan kuat.
“Mengulik sejarahnya arsitektur adalah upaya menyadarkan masyarakat menghargai warisan budaya, khususnya bangunan kuno. Kawasan ini memiliki potensi selain sebagai sektor wisata sejarah arsitektur, juga dapat meningkatkan ekonomi kreatif masyarakat sekitar. Seperti adanya penyediaan keperluan makanan, minuman, maupun sovenir dan pernak-pernik kerajinan tangan, pungkas Pustakawan di Universitas Ciputra Surabaya.
Biarkan Foto Bicara
Mengulik Benteng Van Den Bosch. Benteng Pendem yang Terpendam Waktu


















