Bersepeda Temani C4kM4d “Rachmad Priyandoko” Memorabilia ke Kaliasin “Kampung Murup”

Kaliasin Kampung Murup
Share this :

Niat bersepeda bagi saya tak melulu hanya sebagai kegiatan berolahraga untuk menjagai kebugaran tubuh belaka, namun ada hal-hal lain yang ingin saya lakukan ketika sambil bersepeda. Yakni, selain bersepeda dapat manfaat olahraga untuk menjaga kesehatan, juga sekaligus sebagai sarana aktivitas rekreasi, bersosialisasi, dan menemukan berbagai inspirasi yang kadang-kadang bisa saja muncul tiba-tiba.

Inspirasi merupakan letupan atau percikan-percikan ide kreatif yang datangnya tiba-tiba begitu panca indera mendapat rangsangan sesuatu. Dengan kata lain, inspirasi adalah penemuan momentum buah dari rajin mengamati dan perpikir tentang sesuatu yang menggerakkan seseorang untuk mencipta suatu karya. Entah itu karya berupa artikel, cerita pendek, novel, puisi, buku, atau karya yang lain.

Kaliasin Kampung Murup
Kaliasin Kampung Murup
Dengan bahasa Jawa sebagai ucapan selamat datang untuk memasuki Kaliasin I, masih mempertahankan kearifan lokal

Seperti artikel yang saya unggah sebelum artikel ini, tentang “Pak Miskun, Penjaja Rangin Ketan” adalah artikel yang terinspirasi setelah menangkap momen secara tak sengaja pada saat di sebuah depot menunggu pesanan menu sarapan pagi. Momen yang tak direncanakan itu kadang memberikan nilai positif tentang dunia di luar kehidupan diri.

Bersepeda kali ini kebetulan rame-rame menemani C4kM4d (baca Cak Mad) melintasi beberapa kawasan Surabaya dengan tujuan utama memorabilia ke Kaliasin I “Kampung Murup”. C4kM4d adalah salah satu tokoh Muralis sekaligus Scribble Art Surabaya yang turut melukis mural di kampung Kaliasin I Surabaya. Bersama teamwork-nya, “Dinding Rupa”, berhasil memenangkan lomba dengan tema “Wismilak Project Passion”.

Kaliasin Kampung Murup
Kaliasin Kampung Murup
C4kM4d menjelaskan fungsi ‘Giant Chalk Board’

C4kM4d menuturkan, lomba dengan tema “Wismilak Project Passion” pada pertengahan April 2017 bertujuan mengajak para komunitas muralis yang mempunyai passion masing-masing untuk menuangkan ide mereka ke dalam lukisan mural untuk mem-branding kampung yang secara grografis berada di pusat kota, namun telah terhimpit oleh belantara beton menjulang ke langit.

“Lantaran tertutup tembok tinggi, Kaliasin menjadi sepi dan redup. Bertujuan untuk menghidupkan kembali, Sanggar Teras Warna sebagai penggagas sebutan ‘Kampung Murup. Semula Kaliasi ibarat tertelan dinding menjulang sehingga keberadaannya seakan punah,” tutur owner teamwork “Arek Mboyo”.

Kaliasin Kampung Murup
Kaliasin Kampung Murup
Kaliasin Kampung Murup
Kaliasin tempat mangkal musisi legendaris Gombloh, Ahmad Albar, dan Ucok AKA. Gambar mereka turut menghiasi dinding pembatas

Lebih lanjut C4kM4d menambahkan bahwa di Jalan Kaliasin Gang I dan III, Surabaya ada pemandangan baru. Dinding pembatas yang awalnya kusam akhirnya dipenuhi oleh berbagai gambar dan tulisan. Selain berbagai corak gambar yang menghiasi dinding pembatas itu, ada juga gambar beberapa tokoh musisi legendaris asal Surabaya, yakni Gombloh, Ahmad Albar, dan Ucok AKA.

“Warga difasilitasi dengan dibuatnya ‘Giant Chalk Board’. Di samping sebagai fasilitas untuk menempelkan hasil karya anak-anak, dapat juga tempat pengumuman bagi warga,” pungkas pria yang karya muralnya bergambar pahlawan menghiasiai tembok utama pojok Gedung Siola Jalan Tunjungan Surabaya.

Kaliasin Kampung Murup
Kaliasin Kampung Murup
Tak perlu kagum, di gang sempit pun berdiri sekolah yang menampung anak-anak berkebutuhan khususs

Sekilas tentang Kaliasin

Sampai saat ini barangkali sebagian banyak warga Kota Surabaya belum mengetahui jika nama Kaliasin pada zaman Pemerintah Hindia Belanda dijadikan nama jalan, yaitu “Kaliasin Straat”. Jalan ini membentang mulai dari ujung utara Jalan Urip Sumoharjo hingga Jalan Embong Malang. Saat ini “Kaliasin Straat” berubah nama menjadi Jalan Basuki Rahmat.

Mengutip dari Jelajah Cagar Budaya, Surabaya in The Book, pada tahun 1912 Pemerintah Kolonial Hindia Belanda membangun Dam Jagir di Wonokromo, atau orang sekarang menyebut Pintu Air Wonokromo, untuk mengurangi luberan banjir Kalimas di kawasan pusat kota, yang sekaligus juga pusat pemerintahan Hindia Belanda di Surabaya.

Kaliasin Kampung Murup
Kaliasin Kampung Murup
Namaku k (A L I) a s i n

Duhulu saat air laut pasang, sungai Kalimas yang berada belakang Gedung Grahadi, acapkali airnya meluber di daerah Simpang sampai di wilayah kampung ‘Surabayan’. Kampung ini berada di lahan kering bernama Bobot Tegal Sekar, atau Bobot Tegalsari, yang saat ini bernama ‘Tegalsari’. Padahal daerah Simpang dan Tegalsari merupakan kawasan tengah kota.

Lantas muncul pertanyaan, mengapa kawasan itu disebut dengan Kaliasin? Di Jawa, umumnya penamaan suatu tempat dikaitkan dengan adanya suatu peristiwa. Akibat air laut pasang, maka luberan air dari Sungai Kalimas ini terasa asin. Air Sungai Kalimas tersebut banyak digunakan oleh masyakarat untuk dikonsumsi, maka orang-orang selalu berkata “Kali asin…, kali asin”. Lantaran kata itu sering diucapkan, akhirnya dareah itu dinamakan ‘Kaliasin’, daerah yang kita kenal sekarang.

Kaliasin Kampung Murup
Kaliasin Kampung Murup
Hehehe…, ada goweser rupanya punya kenangan khusus dengan k (A L I A) s i n nih!

*

Murup (Jw) atau menyala, sebuah harapan warga tertuang di sana. Dengan sebutan Kampung Murup, Kaliasin diharapkan menjadi kampung hidup kembali dengan berbagai aktivitas warga. Tentunya bisa murup secara harapan, sosial, maupun ekonomi.

Kampung Murup, Kaliasin, kampung sempit di sebelah selatan Tunjungan Plaza yang tertutup tembok tinggi, warganya tak ingin kampungnya tenggelam dan dicaplok pula oleh gedung-gedung menjulang tinggi. Eksistensi Kaliasin perlu dipertahankan untuk membangunkan memori kolektif warga Surabaya bahwa Kaliasin turut andil sebagai bagian dari sejarah perkembangan Kota Surabaya.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *