Roode Brug Soerabaia Turut Hadir untuk Menyemangati Mereka
Suasana petang hari langit mulai menggelap dengan nuansa jingga dan merah membakar horizon di Gang 7 (pitu) Lawas, Kampung Gadang Kota Malang, menciptakan kontras dramatis di antara temaran lampu di gang yang tak seberapa lebar. Suara tembakan dan teriakan semangat mulai terdengar menggema, sesekali pula terdengar dentuman kecil bom “mecon” yang memecah suasana jadi menegangkan.
Sepanjang gang yang disulap dengan berbagai hiasan sehingga penuh kesan vintage ini dipenuhi dengan kerumunan anak-anak kecil, mengenakan seragam pejuang TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) dan tentara Belanda. Beberapa menggunakan kostum dan properti yang terbuat dari bahan seadanya, namun ekspresi mereka menyiratkan tekad yang tak main-main.
Di satu sisi Gang 7 (pitu) Lawas, kelompok anak-anak yang memerankan pejuang TRIP berdiri berbaris tegap, dengan ekspresi wajah penuh semangat menyitarkan kegigihan. Mereka membawa senjata tiruan, beberapa terbuat dari kayu. Raut wajah mereka menunjukkan keberanian meskipun usia mereka masih sangat muda belia.
Di satu sisi yang lain, kelompok anak-anak yang memerankan tentara Belanda tampak siap dengan kostum perlengkapan properti yang menunjukkan kesan garang, kekuatan dan dominasi. Meski semua properti yang mereka pegang adalah barang-barang mainan dan aksesori yang dirancang sedemikian rupa namun cukup impresif.
“Dor…, dor…, dor…, doorrr…!” rentetan suara tembakan senjata bersahut-sahutan menandai pertempuran sedang berkecamuk. Anak-anak pejuang TRIP berlari dengan penuh semangat, berusaha menghindari tembakan yang datang dari arah tentara Belanda. Gerakan mereka terkadang lincah dan kadang-kadang terkesan kaku, namun semua dilakukan dengan semangat.
Di tengah-tengah pertempuran, beberapa pejuang TRIP terjatuh ke tanah, berpura-pura mengalami luka dan gugur. Beberapa di antaranya mengangkat tangan mereka untuk menunjukkan bahwa mereka sedang dalam kondisi terluka. Meski jelas terlihat bahwa mereka bermain peran, ekspresi kesedihan dan ketidakberdayaan memberikan kesan emosional bagi penonton.
Suasana semakin tegang ketika pembantaian oleh tentara Belanda berlangsung menggila. Suara teriakan dan kepanikan di antara letusan senjata semakin keras, beberapa pejuang TRIP telah gugur bergelimpangan. Pejuang TRIP gugur dalam pertemputan sebanyak 35 orang, darah berlumuran di sekujur tubuh mereka, berlelehan di aspal membangkitkan nuansa kesedihan mendalam.
Seluruh pertunjukan teatrikal berakhir dengan suasana melankolis, sangat menyentuh dan penuh emosional. Pejuang TRIP yang tersisa berdiri dengan hati penuh duka. Mereka saling menatap, menyadari bahwa perjuangan mereka belum berakhir. Sementara “perempuan-perempuan” kecil menolong menyedekapkan tangan-tangan para pejuang yang telah gugur.
Sementara kerumunan penonton yang hadir tak hanya dari Gang 7 (pitu) Lawas, juga dari kampung-kampung sekitar menyaksikan dengan penuh haru, merasakan vibes dari perjuangan dan pengorbanan pejuang TRIP yang diperankan oleh anak-anak. Suasana teaterikal yang penuh semangat dan emosi ini meninggalkan kesan mendalam bagi para penonton.
Applaus dan tepuk tangan menggema dan berulang-ulang dari para penonton yang memadati Gang 7 (pitu) Lawas dan sekitarnya Kampung Gadang, Kecamatan Sukun Kota Malang, Jawa Timur, sebagai apresiasi atas pertunjukan “apik” dari anak-anak kampung yang juga siswa SD Negeri Gadang 1, yang notabene tak lain adalah anak-anak mereka juga.
Demikian “Drama Teatrikal Pertempuran Di Jalan Salak ala Anak-Anak Gang 7 (pitu) Lawas Kampung Gadang Kota Malang dalam Rangka Peringatan HUT Ke-79 Kemerdekaan RI” yang disutradari oleh Maghfirotul Laily (23), salah satu warga Gang 7 (pitu) Lawas yang juga sebagai guru di SD Islam Terpadu Ahmad Yani, Jalan Kahuripan Kota Malang, Sabtu (3/8/2024) petang.
Ditemui usai pertunjukan drama teatrikal, Maghfirotul Laily menuturkan bahwa kegiatan ini dalam rangka turut memperingati HUT Ke-79 Kemerdekaan RI, mengadakan kegiatan “ Gang 7 (pitu) Lawas”. Yakni, mencoba menampilkan suasana Gang 7 (pitu) Lawas tempo dulu dengan menampilkan pertunjukan drama teatrikal bertema “TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar)” diperankan anak-anak usia SD dan SMP, yang salah satunya Rendra (23), berkebutuhan khusus (tuna rungu).
“Di samping saya ingin mengenalkan sejarah kepada mereka, juga agar mereka tahu bahwa di Kota Malang pernah terjadi pertempuran sengit di Jalan Salak, atau kini Jalan Pahlawan TRIP, di situ berdiri Monumen Pahlawan TRIP. Sebanyak 35 pejuang TRIP gugur dalam pertempuran melawan Belanda pada 31 Juli 1947. Mereka dikubur dalam satu liang lahat,” tuturnya.
Dengan turut bermain peran, selain memperoleh pengalaman agar mereka tidak hanya menjadi penonton sejarah, namun juga peserta aktif dalam memahami dan mengapresiasi perjuangan bangsa. Kelak mereka diharapkan dapat meneruskan nilai-nilai perjuangan dan berkontribusi pada pembangunan bangsa dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, pungkas salah satu Reenactor Ngalam, juga personil “Pegiat Musik Nyelentang” bersama sang ayah, Uki Hariyanto.
Kegiatan “Gang 7 (pitu) Lawas” diadakan selama dua hari, yakni Sabtu dan Minggu, tanggal 3 dan 4 Agustus 2024. Selain pertunjukan drama teatrikal “TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar)”, juga ada kirab budaya keliling kampung, bazaar oleh warga setempat dan juga berbagai kegiatan seperti senam, dan unjuk seni budaya yang ditampilkan baik oleh anak-anak maupun para ibu rumah tangga.
Hadir dalam acara selain aparat RT, RW dan Lurah setempat, juga hadir pula dari Forkompimcam Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, serta sejumlah tamu undangan. Sedangkan dari perwakilan Roode Brug Soerabaia turut hadir Wahyu D., Lim Kiem Hau atau lebih dikenal panggilan Ko Gepeng, Anang Watimura, Edy Marga, Nurul Aini, dan Ali Muchson.
Tangkapan Mata Lensa
Teatrikal Pertempuran Di Jalan Salak ala Anak-Anak Gang 7 (pitu) Lawas Gadang Kota Malang
Featured image oleh Andry – @hstsurabayamalan
