JakArt dan Surabaya Juang Hadirkan Penyanyi Vocal Bas dari Yunani dalam Konser Musik Klasik

  • EDUKASI
JakArt dan Surabaya Juang Hadirkan Penyani Vocal Bas dari Yunani dalam Konser Musik Klasik
Share this :

Suasana Gedung Cak Durasim, Surabaya, sore itu seakan berubah menjadi ruang magis penuh harmoni. Jemari Ary Sutedja dan Elmira David menari di atas tuts piano, menghasilkan alunan yang mengalir lembut sekaligus tegas, sementara suara vokal bas Christophoros Stamboglis menggema, dalam dan berwibawa, memenuhi setiap sudut ruangan.

Perpaduan ketiganya membentuk dialog musikal yang tak hanya terdengar, tetapi juga terasa meresap ke hati penonton. Sesekali, hening yang tercipta di antara nada justru menambah kesyahduan, sebelum akhirnya pecah oleh gemuruh tepuk tangan panjang yang menggema usai setiap lagu dibawakan. Penonton terhipnotis, larut dalam keindahan musik klasik yang menjembatani rasa, budaya, dan persahabatan lintas bangsa.

Demikian gambaran suasana konser musik klasik yang diselenggarakan atas kerja sama JakArt dengan Komunitas Surabaya Juang. Yakni, persembahkan konser musik klasik internasional yang menghadirkan harmoni lintas budaya di Kota Pahlawan. Konser menghadirkan Christophoros Stamboglis, penyanyi bas asal Yunani, Ary Sutedja – pianis Indonesia, dan Elmira David – pianis Indonesia di Gedung Cak Durasim, Surabaya, Minggu (28/9/2025) sore.

Konser tersebut tak sekadar pertunjukan musik, melainkan sebuah perjumpaan budaya. Melalui karya-karya klasik, para musisi menghadirkan dialog universal tentang keindahan, persahabatan, dan jembatan antarbangsa. Kali ini, Surabaya menjadi saksi pertemuan musik klasik dunia, lintas negara, dan semangat kebersamaan tanpa batas. Selain konser, diadakan pula Master Class.

JakArt dan Surabaya Juang Hadirkan Penyani Vocal Bas dari Yunani dalam Konser Musik Klasik

Berikut ini catatan sekilas tentang Christophoros Stamboglis, Ary Sutedja, dan Elmira David.

Christophoros Stambolgis (Vocal Bas – Greek)

Christophoros Stamboglis, penyanyi bas asal Yunani, telah tampil di panggung opera paling bergengsi di dunia, antara lain New York Metropolitan Opera, Royal Opera House Covent Garden di London, Teatro Real Madrid, Grand Théâtre de Genève, Glyndebourne Festival, hingga Bayerische Staatsoper di München.

Dalam perjalanan musikal dan pembentukan teknik vokalnya, peran penting dimainkan oleh Maria Callas Scholarships yang mendukung studinya, serta bimbingan dari almarhum Chr. Lambrakis, Kostas Paskalis, dan penyanyi bas legendaris Yunani D. Kavrakos, yang hingga kini masih menjadi mentornya.

Christophoros menganggap dirinya sebagai hasil asuhan artistik Greek National Opera, yakni tempat ia menapaki langkah awal kariernya serta Athens Concert Hall yang membuka kesempatan baginya untuk bekerja sama dengan penyanyi, konduktor, dan sutradara kelas dunia.

Ia juga kerap tampil bersama Athens State Orchestra, Greek Radio Symphony Orchestra, dan Thessaloniki State Orchestra. Selain itu, ia telah menggelar banyak resital pribadi serta berpartisipasi dalam berbagai konser musik rohani.

Repertoar yang ia kuasai kini telah melampaui 100 peran, dan ia telah merekam karya-karyanya bersama label ternama seperti EMI Classics, Bongiovanni, Rossini Opera Festival, serta LYRA. Salah satu penampilannya yang paling dikenal adalah produksi The Barber of Seville di Glyndebourne Festival, di mana ia memerankan Don Basilio, yang juga dirilis dalam format DVD.

JakArt dan Surabaya Juang Hadirkan Penyani Vocal Bas dari Yunani dalam Konser Musik Klasik
Foto : Adree Tjioe

Ary Suteja (Pianis – Indonesia)

Pianis Indonesia, Ary Sutedja, lulus dengan predikat summa cum laude dari Towson University, Baltimore, Maryland, Amerika Serikat pada tahun 1992, di bawah bimbingan maestro piano Reynaldo Reyes. Selama masa studinya, Ary meraih sejumlah penghargaan bergengsi, antara lain Outstanding Achievement in Music Award, beasiswa dari Peggy and the Yale Gordon Foundation, serta sebagai pemenang Talent Award Competition.

Ia kemudian melanjutkan studi pascasarjana di St. Petersburg Conservatory, Rusia, berguru pada Sofia Vakman, Sergey Uryvaev, dan Valery Visnevsky. Di Indonesia, salah satu sosok yang paling berpengaruh dalam perjalanan musikalnya adalah guru besar musik klasik, Iravati M. Sudiarso. Sejak awal kariernya di Jerman pada 1980-an, Ary sudah tampil sebagai pianis pendamping tur bersana Bremen Opera Theatre, bekerja di bawah arahan Kapellmeister Gunther Bauernschenk.

Pada 1994, ia turut mendirikan Classical Nuances bersama obois asal Korea, Soun Youn Yoon, dan pemain biola alto asal Amerika Serikat, Sharon Eng. Lima tahun kemudian, tepatnya 1999, bersama almarhum suaminys, Mikhail David (Neocles Ficolas David) yang juga seorang senimam visual, Ary mendirikan JakArt – Festival Seni, Budaya, dan Pendidikan Internasional. Festival ini menghadirkan perhelatan seni berskala besar di Jakarta pada Juni 2001, 2002, dan 2003.

Pada 2004, JakArt meluncurkan Festival à la Carte, sebuah festival keliling yang singgah di 15 kota di Jawa dan Bali. Tahun berikutnya, program serupa dibawa ke 12 kota di Peloponnese dan Athena, sebagai bagian dari Cultural Olympiad Athens 2004.

Pada Agustus 2008, JakArt menyelenggarakan Imaginary Festival (IF) yang dihadiri oleh 31 direktur dan perwakilan festival dari seluruh dunia, dengan Ary menjabat sebagai Sekretaris Jenderal. Hingga kini, JakArt telah menghadirkan lebih dari 1.000 scara, mulai dari pertunjukan kelas dunia, pameran seni, hingga karya seni publik dan ekspresi spontan.

JakArt dan Surabaya Juang Hadirkan Penyani Vocal Bas dari Yunani dalam Konser Musik Klasik
Foto : Adree Tjioe

Sebagai anggota pendiri Confederation of the Association of Asian Performing Arts Festival (AAPAF) bersama festival-festival ternama seperti Singapore Arts Festival, Shanghai Arts Festival, Hong Kong Arts Festival, hingga European Festival Association, Ary turut aktif menjadi bagian dewan eksekutif AAPAF sejak 2004, bahkan dipercaya sebagai Wakil Ketua pada periode 2010-2013.

Dari 2006 hingga 2015, Ary berkolaborasi dengan almarhum suaminya dalam proyek tur ASAH, yang menyinggahi 100 kota di seluruh Indonesia. Hanya dalam tahun pertama saja (2006), Ary telah tampil dalam 71 konser di 51 kota, bersama pemain cello Asep Hidayat dan pianis Jazz Rene van Helsdingen. Kiprahnya tak berhenti di sana. Pada 2010, Ary mendirikan JakArt School dan juga aktif mengajar piano serta manajemen seni di Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Pada Maret-April 2024, Ary menggagas dan tampil dalam rangkaian konser budaya bertajuk “Jembatan Kebudayaan”, berkolaborasi dengan sahabat dekatnya, Christophoros Stamboglis penyanyi bas ternama asal Tunani. Konser lintas budaya ini hadir di Bali, Magelang, Kudus, dan Jakarta, membangun jembatan apresiasi antara musik klasik dan dialog kebudayaan.

Proyek terbarunya adalah Chronosphere Project, sebuah inisiatif seni dan budaya yang unik, berpusat di Selemadeg Barat, Tabanan, Bali-tempat Ary terus berkarya, mencipta, dan mempertemukan beragam dimensi seni dan budaya.

Dengan perjalanan karier yang melintasi berbagai benua dan proyek-proyek berskala internasional, Ary Sutedja tidak hanya dikenal sebagai pianis tetapi juga sebagai penggerak budaya yang menjadikan musik sebagai medium persahabatan, dialog, dan Jembatan antarbangsa.

JakArt dan Surabaya Juang Hadirkan Penyani Vocal Bas dari Yunani dalam Konser Musik Klasik
Foto : Adree Tjioe

Elmira David (Pianist – Indonesia)

Ekaterini Elmira David adalah seorang musisi dan terapis musik berdarah Yunani-Indonesia yang karyanya menjembatani berbagai budaya, disiplin ilmu, dan komunitas. Lahir di Jakarta dan dibesarkan di Indonesia, Yunani, serta Amerika Serikat, identitas multikulturalnya menjadi inti dari visi artistik dan terapetik yang ia usung.

Elmira meraih gelar Magister Musik dalam Terapi Musik dari Frost School of Music, University of Miami, serta Sarjana Seni dalam Musik dari Goucher College, ia tercatat sebagai mahasiswa berprestasi dan penerima Julia Gontrum Hill Award. Perjalanan seninya juga mencakup studi di Accademia dell’Arte di Italia, tempat ia memperdalam pemahaman tentang seni pertunjukan dalam konteks global.

Meskipun piano adalah instrumen utamanya, Elmira juga pernah mempelajari biola dan cello, serta terus tampil sebagai vokalis dan gitaris. Latar belakang instrumental yang beragam ini memperkaya ekspresi musikal maupun pendekatan terapinya.

Dalam praktik klinisnya, Elmira pernah bekerja dengan pasien hospice di California, memberikan terapi musik secara individu dan kelompok dengan fokus pada koneksi emosional dan menjaga martabat pasien. Ia juga menggagas inisiatif konser lintas budaya seperti seri “Bridging Cultures” di Amerika Serikat dan Indonesia, yang bertujuan menyatukan berbagai komunitas melalui musik dan dialog.

Di luar dunia seni, Elmira saat ini menjabat sebagai Pejabat Akuntansi & Administrasi di Kedutaan Besar Republik Siprus di Jakarta, tempat ia terus mendorong kolaborasi internasional melalui diplomasi dan keterlibatan budaya.

Berakar pada empati, narasi, dan pemahaman lintas budaya, Elmira memandang musik bukan hanya sebagai sarana ekspresi seni, tetapi juga sebagai alat penyembuhan dan koneksi antarmanusia.

JakArt dan Surabaya Juang Hadirkan Penyani Vocal Bas dari Yunani dalam Konser Musik Klasik
Foto : Adree Tjioe
JakArt dan Surabaya Juang Hadirkan Penyani Vocal Bas dari Yunani dalam Konser Musik Klasik
Foto : Adree Tjioe

Beberapa lagu yang dipersembahkan di antaranya: Tembang Alit (karya Jaya Suprana-Indonesia, 1947 – …), Vergin Tutto Amor (Francesco Durante-Italia, 1682-1755), Bois epais (Jean-Baptiste Lully-Italia, 1632-1687), Du bist wie eine Blume (R. Schumann- Germany, 1810-185?), O Wusst Ich doch (J. Brahm- Germany, 1833-1897), Standchen (F. Schubert-Austria, 1797-1828), Ultima canzone (Fancesco Paolo Tosti-Italia, 1846 – …).

Usai intermission, dilanjutkan Don’t ask the sky (Manos Hadjidakis-Greece, 1925-1944), Sonata op. 107 part 1(piano four hands) (F. Schubert-Austria, 1797-1828), Moon river Mancini (Henry Mancini- USA, 1924-1994), My Kind of Girl (Leslie Bricusse-Inggris, 1931-2021), Strangers in the night (Bert Kaempfert-Germany, 1923-1980), dan My way (Gilles Thribaut-France, 1927-2000).

Adapun Yayasan JakArt yang didirikan pada tahun 1999 sebagai organisasi akar rumput untuk mendemonstrasikan, mengekspos, berbagi, mendorong, dan mempromosikan Seni dan Budaya di Indonesia melalui berbagai program dan kegiatan, termasuk Festival Seni, Budaya, dan Pendidikan Internasional Jakarta.

JakArt berpandangan bahwa kreativitas adalah jiwa kemanusiaan dan bahwa promosi seni tidak hanya akan mendukung perkembangan masyarakat tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan. Pada tahun 2002, JakArt disahkan oleh UNESCO. Pada tahun 2004, bersama dengan Singapore Arts Festival, China Shanghai International Arts Festival, dan Hong Kong Arts Festival, JakArt mendirikan AAPAF.

Sedangkan Yayasan Surabaya Juang yang diawaki oleh Heri Prasetyo, atau lebih akrab dipanggil Heri Lentho, adalah entitas yang terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan sejarah dan perjuangan di Surabaya, seperti sebagai kreator tetrikal peringatan Insiden Bendera di Hotel Yamato atau kini Hotel Majapahit pada setiap bulan September.

Di samping itu, Yayasan Surabaya Juang juga sebagai kreator Parade Surabaya Juang yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Surabaya setiap bulan November untuk memperingati Hari Pahlawan, sebuah acara tahunan yang melibatkan masyarakat, komunitas sejarah, dan renaktor sejarah se Indonesia. (Ali Muchson).

JakArt dan Surabaya Juang Hadirkan Penyani Vocal Bas dari Yunani dalam Konser Musik Klasik
Foto : Tiara
JakArt dan Surabaya Juang Hadirkan Penyani Vocal Bas dari Yunani dalam Konser Musik Klasik
Foto : Tiara
JakArt dan Surabaya Juang Hadirkan Penyani Vocal Bas dari Yunani dalam Konser Musik Klasik
Foto : Patria Prasasya
JakArt dan Surabaya Juang Hadirkan Penyani Vocal Bas dari Yunani dalam Konser Musik Klasik
Foto : Sakuntala

Featured image by : Adree Tjioe

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *