Lebih Bijak Bila Pertimbangkan Sisi Humanis
Kematian yang dianggap tidak wajar adalah kematian yang terjadi di luar batas-batas yang dianggap normal atau alami menurut pandangan agama, budaya, maupun masyarakat secara umum. Misalnya, kematian disebabkan oleh tindakan pembunuhan, berbagai kecelakaan, bunuh diri, tindakan kekerasan fisik, bencana alam, dan tindakan kejahatan sehingga berkesan tragis.
Bagi keluarga, kehilangan anggota akibat kematian seperti tersebut mengakibatkan dampak emosional yang berat dan mendalam. Keseimbangan hidup yang terhenti secara tak terduga menghadirkan penderitaan yang berkepanjangan. Kelamnya kejadian tersebut menciptakan pusaran kesedihan, membuka ruang hampa bayang-bayang kenangan yang sulit dilupakan.
Meninggal dunia dengan cara yang tidak sewajarnya juga membuka luka psikologis yang mendalam. Keluarga terpaksa merasakan beban ketidakadilan, bertanya-tanya mengapa kejadian begitu kejam. Hal ini akan menciptakan rawa emosional yang sulit diseberangi, mengakibatkan perasaan kehilangan yang terus-menerus menghantui, dan menggerus emosi.
Beban kesedihan keluarga yang ditinggalkan semestinya tak diperparah oleh pemberitaan media massa dengan pilihan diksi yang berkesan hiperbola. Media massa cenderung menggunakan kata “tewas” daripada “meninggal dunia”. Memang, kata tersebut memiliki dampak yang lebih kuat, lebih tajam dan mendalam, sehingga dapat menarik perhatian pembaca atau penonton. Seperti kutipan berikut :
Kecelakaan Tewaskan 5 Guru, Sekolah Kibarkan Bendera Setengah Tiang
(Judul berita Kompas.com/ Regional – https://medan.kompas.com/ tanggal 25/1/2014 11;36 WIB)
Laka Lantas di Kediri : Kronologi Dua Remaja Tewas karena Kecelakaan di Jabon
(Judul berita – https://humas.polri.go.id/ Polres Kediri tanggal 24/1/2014 08:22 WIB)
Tak dipungkiri, pemilihan kata tersebut juga dapat berhubungan dengan upaya media dalam menciptakan headline berita yang memikat. Hal itu bertujuan agar berita tersebut lebih menonjol dan dapat menarik lebih banyak pembaca atau penonton. Penggunaan kata “tewas” cenderung memberikan kesan dramatis dan memperkuat urgensi dalam menyampaikan informasi kematian.
Meski demikian, pemilihan diksi “tewas” dapat mempengaruhi persepsi masyarakat, lebih-lebih bagi keluarga korban. Sebagian masyarakat mungkin merasa bahwa kata “tewas” terlalu keras atau sensasionalis. Sementara dari pihak media massa mungkin memandangnya sebagai cara yang efektif untuk menyampaikan berita dengan jelas dan tegas daripada prase “meninggal dunia”.
Jika ditinjau dari sisi humanis, pemilihan prase “meninggal dunia” memberikan rasa empati, membantu mengurangi beban kata yang bisa menambah luka. Konteks penyampaian yang lembut dan hormat menjadi tindakan kecil namun sangat bermakna. Yakni, memberikan penghormatan kepada yang meninggal, dan memberikan dukungan kepada keluarga yang berduka.
Penggunaan diksi “meninggal dunia” mengandung nuansa yang lebih santun dan penuh empati bila dibandingkan dengan kata “tewas”. Dalam hal ini, lantaran prase “meninggal dunia” menciptakan suasana yang lebih lembut, memberikan penghargaan pada kehidupan yang telah berakhir tanpa menonjolkan unsur-unsur dramatis, sensasionalis, dan berkesan tragis.
Pun prase “meninggal dunia” mengandung simbolis makna yang lebih mendalam, santun, dan merangkul siklus alamiah kehidupan dan kematian. Penekanannya pada aspek universal ini meminimalkan kesan tragis, dan memberikan kesan bahwa kematian adalah bagian tak terhindarkan dari eksistensi manusia. Mengapa harus diberitakan secara hiperbola? “Tewas.”
Featured image source : istockphoto.com