Oleh Ali Muchson dan Wahyu D.
“E.., Rek, Rek. Ayo…, Rek. Kumpul nang Radio Pagupon saiki!”
“Onok opo, Cak, nang Kono?”
“Pidato Bung Tono iku!
“Pidato teko Bung Tomo?”
“Iyo wes, ayo rono!”
“Ayo…, ayo…, ayooo…!”
Bismillaahirrohmaanirrohiim….
Merdeka!!!
“Saudara-saudara, tukang-tukang becak. Saudara-saudara, bakul-bakul soto, bakul-bakul tahu. Saudara-saudara orang Madura, tukang rombengan. Saudara-saudara, wong-wong kampung Suroboyo. Saudara-saudara, Arek-Arek Suroboyo, pemuda-pemuda Suroboyo, dan saudara-saudara semua pemuda-pemuda Indonesia, yang tergabung dalam pasukan-pasukannya masing-masing di Surabaya ini. Habiskanlah lawan kita, pertahanilah kota kita ini. Tuhan ada beserta kita. Insyaallah, saudara-saudara, kemenangan akhir pasti kita yang mencapainya.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar…!
Merdeka!!!”
Demikian gambaran sekilas pidato Bung Tomo yang membakar semangat Arek-Arek Suroboyo saat Pertempuran Surabaya 1945 fase kedua drama teatrikal oleh anggota Roode Brug Soerabaia dalam rangka turut meramaikan “Kirab Budaya Mojo Bangkit 2024” atas undangan Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto dalam rangka memperingati Ulang Tahun Kota Mojokerto Ke-106, Sabtu (15/6/2024) siang.
Ketua Roode Brug Soerabaia Satrio Sudarso menuturkan bahwa Pertempuran Surabaya 1945 Fase Kedua dilatarbelakangi oleh kekalahan tentara Inggris pada akhir Pertempuran Surabaya 1945 Fase Pertama. Pasukan Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadier A.W.S Mallaby nyaris tersapu bersih, bahkan Brigadier A.W.S Mallaby pun tewas pada 30 Oktober 1945. (https://www.alisson.id/roode-brug-soerabaia-teatrikal-pertempuran-surabaya-1945-fase-pertama/).
Untuk membalas kekalahan dari Pertempuran Surabaya 1945 Fase Pertama, lanjut Satrio Sudarso, tentara Inggris menyebarkan pamflet-pamflet dari udara yang berisi perintah agar Arek-Arek Suroboyo menyerahkan senjata sambil mengangkat tangan kepada tentara Inggris, atau Surabaya dihancurleburkan dari darat, laut, dan udara.
“Untuk pertama kalinya dalam mempertahankan kemerdekaan, Indonesia mendapatkan tantangan untuk berperang dengan bangsa Asing, dan bangsa Indonesia pun menjawabnya dengan semangat pantang menyerah. Arek-Arek Suroboyo sudah bersiap menghadapi tantangan tentara Inggris tersebut,” tutur Satrio Sudarso.
Pada waktu Subuh 10 November 1945 yang menegangkan, dan tepat pukul 06.00 pagi, lanjut Satrio Sudarso, tentara Inggris mewujudkan tantangannya, Kota Surabaya diserang habis-habisan dari darat, laut, dan udara. Arek-Arek Suroboyo dan para pejuang Indonesia pun bertahan dengan segenap kekuatannya demi mempertahankan kemerdekaan yang masih seumur jagung tumbuh.
Inggris sesumbar bahwa mereka akan menaklukkan Surabaya dalam tiga hari. Namun pada kenyataannya, pada pertempuran fase kedua terebut, mereka kembali kehilangan nyawa seorang perwira tingginya, Brigadier Robert Guy Loder Symonds saat pesawat Mosquito yang ditumpanginya jatuh. Pasukan Inggris baru dapat menguasai Kota Surabaya setelah tiga minggu pertempuran sangat sengit, tambahnya.
“Pertempuran Surabaya 1945 Fase Kedua berlangsung selama tiga minggu. Pada Desember 1945 Kota Surabaya telah jatuh sepenuhnya ke tangan tentara Inggris, dan diserahterimakan kepada pihak Belanda pada tahun 1946,” pungkas pria salah satu dosen di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Pj Wali Kota Mojokerto yang sekaligus Kadispora Jawa Timur, Moh Ali Kuncoro, menuturkan saat menyampaikan kata sambutan pembukaan Kirab Budaya Mojo Bangkit 2024 bahwa kegiatan Mojo Bangkit rangkaian HUT Kota Mojokerto ke-106. Merupakan upaya Pemerintah Kota Mojokerto untuk melestarikan, mengembangkan wisata, dan nilai-nilai tradisi luhur yang pernah ada di Bumi Majapahit ini.
“Untuk acara kedepannya, penyelenggaraan Kirab Mojo Bangkit akan lebih meriah, dan melibatkan masyarakat dengan potensi wisata yang ada di Mojokerto Raya,” pungkas Mas Pj sebutan akrabnya.
Suharno, Camat Kecamatan Kranggan Kota Mojokerto, usai pelaksanaan Kirab Budaya Mojo Bangkit 2024menuturkan bahwa jajarannya menyampaikan terima kasih kepada komunitas Roode Brug Soerabaia dalam memberikan support kepada Kecamatan Kranggan pada pelaksanaan Kirab Budaya Mojo Bangkit dalam rangka Ulang Tahun Ke-106 Hari Jadi Kota Mojokerto.
“Ke depannya mudah-mudahan kegiatan ini tetap dilaksanakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto, dan tentunya kami berharap juga komunitas Roode Brug Soerabaia tetap mensuport kami , dan mendukung kami, dalam melaksanajan kegiatan tahun-tahun berikutnya, pungkas orang nomor satu di Kantor Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto.
Sementara Yuk Kota Mojokerto 2023 Dina Eka Puteri, di saat sela-sela persiapan Kirab Budaya Mojo Bangkit 2024 mengatakan bahwa sebagai Yuk, yang notabene sebagai generasi muda, ke depan berharap dapat turut menjadi salah satu garda terdepan dalam menjaga kebudayaan yang ada, kebudayaan Kota Mojokerto khususnya, maupun budaya luhur bangsa ini.
“Sehingga ke depannya dapat turut mewariskan kebudayaan yang ada, dan tak segan-segan untuk terus belajar agar dapat menjaga dan melestarikan kebudayaan luhur bangsa ini,” pungkas Duta Wisata Kota Mojokerto.
Sekilas tentang Peran Penting Kota Mokojerto pada Masa Perang Kemerdekaan
Pada tahun 1945, Kota Mojokerto memainkan peran penting sebagai benteng terakhir dalam perang kemerdekaan setelah kekalahan para pejuang pada Pertempuran Surabaya 1945 Fase Kedua. Mojokerto menjadi basis pertahanan pasukan perjuangan. Pasukan tersebut terdiri atas BKR, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, dan pejuang dari kalangan rakyat mundur ke daerah Mojokerto.
Setahun pasca proklamasi Kemerdekaan RI, Mojokerto berubah menjadi daerah basis perjuangan revolusi. Berbagai satuan pasukan berupaya untuk mempertahankan kemerdekaan. Termasuk barisan remaja yang tergabung dalam Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) yang telah lahir di Surabaya pada 22 Agustus 1945. Ini merupakan satu permulaan dari pembentukan TRIP Jawa Timur.
A. Radjab dalam bukunya berjudul TRIP dan PERANG KEMERDEKAAN, menuliskan bahwa era baru ini sangat berarti bagi kehidupan perajurit remaja ini. Pada hakekatnya kamp TR Kaliwaron dulu, sudah merupakan satu permulaan, dan kini dalam rangka menyegarkan pasukan sesudah pukulan yang hebat di Gunungsari akhirnya pada suatu malam yang pekat truck-truck membawa pasukan ini ke suatu daerah di wilayah Mojokerto, sebelah timur Mlirip.
Pada bagian lain, A. Radjab menuliskan pula bahwa kehidupan di Jetis-Parengan, makin menjadi berarti bagi pertumbuhan Tentara Pelajar ini sebagai Tentara Rakyat. Dengan kehadiran teman-teman pelajar bersenjata dari daerah, dari Kediri datang menggabungkan diri dua regu di bawah pimpinan Waluyo Sundoro, beserta teman-temannya: Sudarsono Kebluk, Surono, Mukono, Mulyadi Domo dan lain- lain.
Ia menuliskan pula bahwa Jetis-Parengan ini merupakan pemusatan atau konsentrasi pasukan-pasukan pelajar dari seluruh Jawa Timur sebelum memasuki medan pertempuran di garis depan Markas Pertahanan Surabaya, front Karangasem, Kedamean, Mojolebak, Widoro, Tambaksari, Karangandong, Banyu Urip, Cangkir, Kletek, untuk kemudian bergeser ke utara Mojokerto dan ke selatan Japanan menjelang Perundingan Linggarjati.
Sementara sejarawan Mojokerto Ayuhanafiq pada radarmojokerto.jawapos.com/kisah-trip-mojokerto-tentara-pelajar-yang-turut-berjuang-pada-masa-revolusi, menceritakan bahwa TRIP Mojokerto lahir pada Januari 1946 dengan anggota para pelajar. TRIP Mojokerto bermarkas di gedung SMP Negeri 1 Mojokerto, dan keberadaannya menjadi bagian dari Resimen 1 Jawa Timur.
Selain itu, masih menurut Ayuhanafiq, TRIP juga memiliki markas di Desa Parengan, Kecamatan Jetis yang dijadikan sebagai garis depan pertahanan. Pada Agustus 1946, Mojokerto mendapatkan kepercayaan untuk dijadikan sebagai pusat pelatihan pasukan. Anggota TRIP dari berbagai penjuru daerah se Jawa yang datang ke Kota Mojokerto.
Penulis buku Revolusi di Pinggir Kali ini menyebutkan, alasan dipilihnya Mojokerto sebagai pusat pelatihan TRIP karena daerahnya telah dijadikan sebagai basis pejuang. Sebab, pada 1946, Mojokerto menjadi benteng pertahanan untuk menahan pasukan Sekutu yang telah menduduki Kota Surabaya. Lantaran itu, pelatihan tak hanya diberikan dalam bentuk teori. Tetapi langsung dipraktikkan dengan terjun di garis depan pertahanan di Gresik dan Krian, Sidoarjo.
Pelatihan pasukan TRIP, Ayuhanafiq menambahkan, dilakukan di SMP Negeri 1 Mojokerto. Sekolah yang beralamat di Jalan Gajah Mada itu dulu merupakan Sekolah Pertanian (SP) yang pada masa revolusi dijadikan sebagai markas Tentara Pelajar. Selain itu, praktik pertempuran juga dilakukan di markas TRIP yang berada di Desa Parengan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto.
Tangkapan Mata Lensa
Kirab Mojo Bangkit 2024 – Hari Jadi Kota Mojokerta Ke-106
Hora-Hore Kebersamaan
Roode Brug Soerabaia pada Kirab Mojo Bangkit 2024
