Keberadaan musik jazz lebih dari 100 tahun, hingga kini musik jazz terus dimainkan dan diperdengarkan. Tak pandang orang ap pun ras dan warna kulit mereka, dari berbagai kalangan mendengarkannya dan menari mengikuti irama. Kiranya semua maklum, musik selalu memiliki caranya sendiri untuk menyentuh kehidupan seseorang.
Sejarah awal kehadiran musik ini sejatinya bukan musik milik kaum berada, mungkin juga anggapan itu masih hingga saat ini. Musik jazz dipandang sebagai musik klasik AS, awalnya diperkenalkan oleh komunitas Afrika-Amerika pada akhir abad ke-19. Seiring waktu itu komunitas yang sama juga mempopulerkan musik blues, aliran musik yang kerap disebut sebagai ibunya segala musik.
Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) menyatakan bahwa tanggal 30 April diperingati sebagai Hari Jazz Internasional setelah melakukan pembicaraan medio November 2011 di Paris. UNESCO meluncurkan untuk pertama kali Hari Jazz Internasional dan menggelar konser musik jazz diadakan pada 30 April 2012 di Paris, Perancis.
Irina Bokova, Direktur Jenderal UNESCO, dalam pesannya saat hari konser digelar itu menekankan bahwa jazz dalam sejarahnya telah menjadi kekuatan bagi perubahan positif dalam masyarakat. Situs UNESCO mencantumkan bahwa kata ‘jazz’ sendiri baru masuk kamus pada 1912. Namun musik tersebut telah diperdengarkan jauh sebelumnya.
Dinamika Perkembangan Musik Jazz
Charles ‘Buddy’ Bolden (1877-1931) adalah nama yang pertama kali dikenal. Pria yang memainkan cornet, salah satu instrumen tiup yang terbuat dari kuningan itu, sayangnya tidak pernah merekam lagu di studio. Tidak ada jejak musik apa pun dari diri pria tersebut. Namun New Orleans, kota asal genre ini, melahirkan banyak musisi yang mengembangkan gaya baru jazz di kemudian hari, termasuk penyanyi Louis Armstrong.
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan industri radio pada tahun 1920 an dengan konsumen pendengar yang meminta lebih banyak musik jazz yang diputar. Jazz bukan lagi monopoli orang Afrika-Amerika semata, mereka yang berbeda warna kulit pun mulai menikmatinya. Alunan khas menjadi istimewa karena tidak ada ketetapan pola yang mutlak harus diikuti. Dengan improvisasi, musisi jazz bisa mengubah nada-nada yang dimainkannya sesuka hati.
Perkembangan pesat musik jazz kala itu lantas memunculkan masalah baru. Mereka yang menganggap diri pakar bidang musik berpendapat bahwa jazz berantakan dan tak profesional, kebisingan yang dibuat oleh elemen masyarakat kelas bawah. Rasisme di AS masih sangat tinggi dan kondisinya serba-sulit untuk orang Afrika-Amerika, yang dianggap tak berpendidikan.
Akhirnya musik jazz pun hanya bisa diperdengarkan di lokasi tertentu, karena tempat-tempat yang mau menerima orang Afrika-Amerika terbatas jumlahnya. Mereka yang tak menyukai musik jazz lantas menyebut musik ini sebagai The Devil Music. Bahkan beranggapan, jazz dimainkan untuk membuat pendengarnya mabuk dan melakukan hal-hal buruk. Musisi jazz kebanyakan datang dari kondisi ekonomi lemah, terjebak dalam popularitas, utang piutang, mafia dan narkoba.
Kondisi itu makin diperburuk, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Radio atau Radio Act pada tahun 1927, di dalamnya tercantum pelarangan memperdengarkan musik jazz di tempat umum. Musik jazz dipandang subversif, usaha pemberontakan, gaya improvisasi musisinya dinilai sebagai ketidakpatuhan. Hal ini justru membuat pelaku dan pecinta musik jazz semakin bersemangat. Akhirnya, musik jazz justru menjadi simbol perjuangan kaum Afrika-Amerika.
Kehadiran Wanita dalam Blantika Musik Jazz
Rosetta Reitz adalah nama penting di kancah musik jazz. Wanita kelahiran tahun 1924 yang mempelajari, mencintai dan mengoleksi musik jazz. Ia mendirikan label rekaman dan memproduksi 18 album jazz dan blues yang dinyanyikan oleh hanya para wanita. Lantaran merekam ulang album-album bersejarah, meneliti latar belakang para musisi dan menulis catatan tentang mereka maka namanya makin dikenal.
Kemudian muncul pula Melba Liston, ia memainkan instrumen trombone selama lima decade. Liston juga mendirikan jazz band yang semua personelnya wanita, menelurkan album legendaris ‘Melba Liston & Her Bones’ dan menjabat sebagai Direktur Studi Musik Populer di sekolah musik Jamaica Institute of Music.
Di samping mereka berdua, ada pula Lil Hardin Armstrong, seorang musisi jazz yang amat dihormati. Seorang komposer, pianis dan pemimpin band yang mempunyai peran penting untuk Louis Armstrong. Sedangkn di Jepang ada Toshiko Akiyoshi, seorang pianis dan composer. Akiyoshi dikenal sebagai legenda Toshiko Akiyoshi Jazz Orchestra dan telah 14 kali menjadi nomine Grammy Award.
Musik Jazz di Indonesia
Bagaimana musik jazz di Indonesia? Awalnya di Indonesia musik jazz pernah dianggap sebagai musik kalangan atas atau kaum elit. Tidak terjangkau semua lapisan masyarakat seperti halnya musik pop. Munculnya berbagai aliran jazz seperti swing dan soul, bikin musik ini jadi lebih variatif dan dinikmati lebih banyak kalangan. Nggak heran kalau kultur musik satu ini pun akhirnya merambah seluruh sudut dunia, termasuk Indonesia.
Indonesia sukses memunculkan musisi-musisi jazz legendaris yang prestasinya udah merambah kancah internasional, yakni Bill Saragih. Pria bernama lengkap Bill Amirsyah Saragih ini dikenal sebagai musisi jazz serba bisa yang mendedikasikan diri sebagai musisi jazz sejak tahun 1940-an. Kepiawaiannya memainkan instrumen musik khas jazz seperti saxofone, flute, hingga vibrafon membuat namanya dilabeli sebagai salah satu maestro jazz terbaik yang pernah dimiliki Indonesia.
Seiring perkembangan industri musik Indonesia sederet nama-nama muncul, ada nama pula Jack Lesmana, Bubby Chen, Indra Lesmana, Benny Likumahua, Tohpati Ario Hutomo, Tompi, Tulus, Syaharani, Dira Sugandi, Andien Aisyah, dan ssederet nama yang tak bisa disebutkan di sini.
Java Jazz Festival (JJF) adalah festival musik jazz terbesar yang setiap tahunnya diselenggarakan setiap awal bulan Maret di Jakarta oleh Java Festival Production sejak tahun 2005. Selain menghadirkan musisi jazz mancanegara maupun dalam negeri, festival ini juga disertai musisi dari genre musik lainnya seperti R&B, soul, reggae.
Selain itu, di Surabaya dikenal adanya agenda tahunan festival musik jazz, yakni bertajuk Festival Jazz Traffic yang diselenggarakan oleh Radio Suara Surabaya. Tak hanya itu, bahkan perkembangan berikutnya bermunculan festival seperti ada Festival Jazz Gunung atau Festival Jazz Pantai.
#dirangkum dari berbagai sumber
Catatan : Foto 1 adalah Perform Allen Stone – Java Jazz Festival ke-10, 2014.