Membahas soal arsitektur sebenarnya bukan hal baru, bukan pula hal yang usang. Bagi manusia yang wajib terpenuhi tiga variabel kebutuhan pokok hidupnya, yakni sandang, pangan, dan papan, maka arsitektur sudah menjadi bagian dari bagian âpapanâ. Meskipun bagi perspektif sebagian besar masyarakat, arsitektur terlihat seolah âbarang mewahâ karena identik dengan rancangan yang âhigh-classâ.
Sebenarnya pemahaman Arsitektur sendiri sangatlah luas antara lain perancangan kota (selain hunian/rumah tinggal), humaniora (manusia dan budaya), landscape (perancangan ruang luar), permukiman, keteknikan (engineering) bahkan sains arsitektur (akustik ruang, lighting, penghawaan buatan). Sangat luas sekali, dan semuanya saling terkait satu sama lain.
Hari ini secara kebetulan diperingati sebagai Hari Arsitektur Nasional, yang awalnya merupakan tanggal lahir Mas Aboekasan Atmodirono, seorang Arsitek pertama berkebangsaan Indonesia, yang sebelumnya belajar dari departemen pekerjaan umum pemerintahan Hindia Belanda. Perkembangan kemudian diturunkan ke generasi-generasi berikutnya, baik sebagai Anemer (pemborong bangunan), Sthapati (ahli rancang bangun, bahasa sanskerta), hingga zaman ini disebut sebagai âarsitekâ.
Dalam perkembangannya dari masa ke masa, arsitek maupun arsitektur mengalami tumbuh kembang yang sangat signifikan, dipengaruhi pula oleh budaya, agama, maupun inovasi arsitektur itu sendiri. Hingga untuk seorang arsitek harus memiliki lisensi dalam berpraktik layaknya professional, seperti seorang dokter, pengacara, atau apoteker.
Saat ini arsitek dan arsitektur menjadi salah satu penentu dan penanda keberhasilan pembangunan, dengan banyaknya tenaga ahli arsitek mumpuni yang melibatkan diri di dalamnya. Bahkan, dengan disahkannya UU Arsitek nomor 6 tahun 2017, mensyaratkan arsitek harus memiliki lisensi STRA yang disahkan Dewan Arsitek sebelum melakukan praktik merancang.
Untuk memperoleh lisensi STRA tersebut, seorang arsitek harus telah terdaftar sebagai anggota asosiasi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Dengan demikian para arsitek juga dibebankan suatu tanggung jawab terhadap produk karya yang dihasilkannya terhadap masyarakat, sekaligus mereka dilindungi hak-haknya.
Bagi masyarakat zaman sekarang, menggunakan jasa arsitek sebagai perencana maupun perancang sekaligus mengedukasi pentingnya penanaman nilai-nilai arsitektur itu sendiri yang memiliki keterkaitan dengan budaya, nilai historis, langgam daerah, firmitas bangunan, maupun estetika. Hal itu untuk menjaga hal-hal yang terjadi di kemudian hari.
Sebuah gambaran pentingnya jasa arsitek, saat terjadi peristiwa luar biasa seperti bencana alam dan penularan virus Covid-19, peran arsitek juga akan terlihat seperti perancangan bangunan ekonomis tahan gempa, hunian sosial di masa transisi bencana, maupun tuntutan rumah sehat era pandemic seperti yang terjadi saat ini.
Maka pada akhir tulisan ini, saya merasa ada kewajiban moral selayaknya seorang arsitek yang diamanatkan oleh UU Arsitek No.6 / 2017 untuk turut memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam tentang profesi arsitek, yang saat ini sering disalahartikan sebagai profesi âtukang gambarâ saja.
Padahal sejatinya seorang arsitek juga dibekali dengan ilmu-ilmu kemasyarakatan yang turut terkandung di dalam profesinya, seperti yang telah saya ulas singkat di atas. Semoga dengan diperingatinya Hari Arsitektur Nasional ini, profil arsitektur di Indonesia semakin memberi manfaat yang semakin besar bagi rakyat Indonesia pada umumnya.
Surabaya, 18 Maret 2021
Ar. Teddy Aria Permana, IAI
Arsitek Profesional & Praktisi