Sebelum tentara Belanda datang, para pejuang TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) ketika sedang berjaga-jaga di Jalan Salak, mereka memanfaatkan waktu dengan mengisi kegiatan belajar dengan gurunya. Sang guru mereka lantas membawa papan tulis kecil di jalan. Waktu itu, mereka menduga bahwa Belanda akan datang dari arah Betek, maka mereka bertahan di Jalan Salak.
Namun dugaan mereka meleset, tiba tiba Belanda datang lewat Jalan Semeru, lalu ke Jalan Salak dengan membawa tank. Sebelumnya, pesawat pengintai Belanda terbang di atas jalan itu dan mengetahui posisi pejuang TRIP berada di Jalan Salak. Akhirnya pejuang TRIP terjebak. Pejuang berjumlah 35 orang gugur lantaran kalah dengan teknologi, sedangkan pejuang TRIP membawa senjata seadanya.
Demikian gambaran drama teatrikal dengan tema “Berdjoeang, Beladjar dan Bersenang-senang” yang digarap oleh Eko Irawan dari komunitas Reenactor Malang dalam rangka mengenang 77 tahun pertempuran di Jalan Salak Kota Malang, atau kini dinamai Jalan Pahlawan TRIP. Dalam aksi drama teatrikan tersebut Reenactor Malang didukung pula oleh komunitas Roode Brug Soerabaia, komunitas kesejarahan dari Kota Surabaya, Rabu (31/7/2024).
Drama teatrikal dilaksanakan di depan Monumen Pahlawan TRIP. Sebanyak 35 orang pejuang TRIP gugur dalam pertempuran melawan Belanda pada 31 Juli 1947. Mereka dikubur dalam satu liang lahat. Peringatan mengenang 77 tahun pertempuran itu diadakan oleh Keluarga Besar Paguyuban Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) Jawa Timur ex TNI Brigade 17 Detasemen 1 Pengurus Daerah Malang Raya.
Sebelum gelaran drama teatrikal, acara dimulai dengan upacara tabur bunga. Dandim 0833/Kota Malang, Letkol Arm Aris Gunawan, M.Han., memimpin Upacara Tabur Bunga di Taman Monumen Pahlawan TRIP dalam rangka mengenang jasa 35 pelajar pejuang yang gugur dalam pertempuran melawan penjajah Belanda pada 31 Juli 1947.
Dandim 0833/Kota Malang, Letkol Arm Aris Gunawan, M.Han., menyampaikan bahwa peristiwa heroik ini harus terus dikenang dan dijadikan inspirasi bagi generasi muda. Para pahlawan pelajar ini telah memberikan contoh pengorbanan yang luar biasa demi kemerdekaan bangsa.
“Sebagai generasi penerus, harus meneruskan perjuangan mereka dengan cara kita masing-masing. Bukan sekadar seremonial belaka, melainkan sebuah refleksi atas semangat juang para pemuda yang rela mengorbankan jiwa raga demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” imbaunya.
Dalam kesempatan yang sama, Deastry Damayati Soedarno, Ketua Umum Paguyuban Mas TRIP Jawa Timur mengatakan, lewat acara tersebut ingin mengajak anak-anak muda mengenal lebih dulu bahwa Indonesia secara nasional, dan mikronya konteks Malang itu tidak terbentuk begitu saja. Tetapi dibutuhkan perjuangan yang pantang menyerah. Karena itu dihadirkan teatrikal.
“Paling tidak, dengan drama teatrikal dapat memberikan gambaran kepada generasi muda bagaimana pertempuran yang tidak seimbang antara pejuang TRIP atau pejuang Indonesia dengan tentara Belanda,”
Berangkat dari gambaran yang ditampilan drama teatrikal tersebut, kita ingin generasi muda saat ini ke depan adalah generasi yang tangguh, tidak takut menghadapi kompetisi global yang makin berat. Karena itu dibutuhkan semangat pantang putus asa sehingga bisa memberikan sumbangan pada Indonesia atau Kota Malang, pungkas wanita yang juga menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia ini.
Tangkapan Mata Lensa
Drama Teatrikal Kenang 77 Tahun Pertempuran di Jalan Salak Kota Malang
Serba-Serbi Non-Teatrikal