Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran

Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Share this :

Roode Brug Soerabaya Cangkruk Sejarah bersama Jeffry Pondaag,
Sosok di Balik Pengaju Gugatan kepada Pemerintah Belanda

“Pernah dengar tentang pengadilan Belanda yang memutuskan Belanda harus membayar ganti rugi kepada korban pembantaian Rawagede, korban Westerling, tragedi Peniwen, dll ?
Kami mengajak kawan-kawan mengenal sosok di balik pengaju gugatan ini. Mari kita bersilaturahmi dan diskusi dengan Bapak Jeffry Pondaag yang saat ini kebetulan ada di Surabaya. Sabtu, 26 April 2025 pukul 10.00 – 12.00 WIB,” begitu ajakan @roodebrug_soerabaia melalui akun instagramnya, Kamis (25/4/2025).

Sebuah pertemuan sederhana namun sarat makna: “Cangkruk Sejarah: Obrolan Santai namun Penuh Kesadaran Sejarah bersama Jeffry Pondaag,” yakni sosok di balik berbagai gugatan hukum terhadap pemerintah Belanda terkait kekejaman masa Perang Kemerdekaan 1945–1949. Acara berlangsung di Ballroom Museum Pusat Angkatan Laut (MUSPUSAL), Surabaya, Sabtu (26/4/2025) pagi.

Jeffry Pondaag adalah penggerak yang berani mempertanyakan narasi besar yang lama didiamkan, dikubur dari ingatan. Pada November 2017, bersama Francisca Pattipilohy, ia melayangkan surat terbuka kedua kepada pemerintah Belanda, mengkritik riset bertajuk “Kemerdekaan, Dekolonisasi, Kekerasan, dan Perang di Indonesia 1945–1949” yang dinilainya tidak sepenuhnya jujur dalam mengungkap kekejaman kolonial.

“Ada upaya sistematis untuk menghapus atau melunakkan jejak kekerasan tersebut dari catatan resmi,” ungkap Jeffry Pondaag.

Pengakuan kesalahan Belanda lebih dari 60 tahun setelah tragedi berdarah itu. Pada 9 Desember 2011, Belanda secara resmi meminta maaf atas pembantaian di Rawagede (sekarang Balongsari, Karawang), sekaligus memberikan kompensasi kepada janda dan keluarga korban. Namun, perlu dicatat, permintaan maaf ini bukan hasil inisiatif murni, imbuhnya.

“Ia lahir dari tekanan hukum dan perjuangan panjang keluarga korban,” tegas Jeffry Pondaag, pelopor perjuangan bersama keluarga korban pembantaian.

Bahkan, ketika Raja Belanda berkunjung ke Indonesia pada Maret 2020 dan menyampaikan permintaan maaf atas “kekerasan berlebihan” di masa lalu, pengakuan itu hanya terbatas pada periode 1945–1949. Masa kolonialisme panjang, lebih dari 300 tahun, tetap belum diakui sebagai luka sejarah yang harus dipertanggungjawabkan sepenuhnya, lanjutnya.

“Hal itu, termasuk fakta bahwa kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, hingga kini belum pernah diakui secara legal penuh oleh pemerintah Belanda,” pungkas pria yang telah 58 tahun hidup di Belanda.

Cangkruk Sejarah kali ini dipandu oleh Ady Setyawan, pendiri Roode Brug Soerabaia, dan dihadiri para pegiat sejarah: di samping belasan anggota Roode Soerabaia, hadir juga Rintahani Johan Pradana, Dosen Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial – Universitas Negeri Malang, dan Nanang Purwono dari Puri Aksara Rajapatni. Mereka berkumpul untuk satu tujuan, yakni menghidupkan kembali kesadaran akan sejarah kelam yang pernah menggoreskan luka dalam perjalanan bangsa.

Sebelum obrolan santai dimulai, para peserta diberi kesempatan untuk menyaksikan film dokumenter dan foto-foto era tahun 1800 an tentang betapa Belanda mengeruk kekayaan alam Indonesia dan kekejaman serta penghinaan oleh serdadu maupun orang-orang Belanda terhadap rakyat Indonesia pada masa itu.

Jeffry Pondaag mengingatkan kita bahwa perjuangan melawan sejarah yang dipura-puralupakan, bahkan dikubur dari ingatan, adalah tugas kita semua. Bukan untuk membuka luka lama semata, tetapi untuk membangun masa depan yang berkeadilan. Tanpa keberanian menghadapi sejarah secara utuh, kita hanya mewarisi kepalsuan, dan masa depan kita pun kehilangan pijakan.

Cangkruk Sejarah hari itu menjadi saksi: ingatan kolektif tentang penderitaan bangsa ini tidak boleh sirna. Sebab, tanpa sejarah, tak ada masa depan.
“No history, no future.” Tanpa sejarah, kita tak memiliki masa depan. Karena di sanalah akar perjalanan hidup kita bermula, tempat pijakan untuk menentukan ke mana kita akan melangkah,” sebagaimana ditulis oleh @y.wsorjoso di akun instagramnya.

Biarkan Foto Bicara
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran

Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran
Cangkruk Sejarah: Menggugat Sejarah Dikubur dari Ingatan, Menggali Kebenaran

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *