Hidup adalah perjalanan penuh makna, tempat setiap manusia mencari arti di balik keberadaan mereka. Namun, di tengah perjalanan itu, tak sedikit orang yang memilih kesendirian. Ironisnya, kesendirian acap kali dimaknai kesepian lantaran ketidakhadiran seseorang dalam kesehariannya. Pendapat demikian lantaran kurangnya pemahaman tentang hakikat kehidupan itu sendiri.
Kesendirian sering digambarkan sebagai sebuah ruang kosong yang menggaung di dalam hidup. Hal itu bukan hanya ketika kita duduk sendiri di di sebuah ruang, mungkin juga di tengah keramaian, ketika jiwa merasa terasing dari kehidupan. Dalam pandangan kerdil saya, kesendirian adalah sebuah pilihan. Ia bisa berubah menjadi kedamaian ketika seseorang mulai mengenal makna ‘hidup’.
Pun kesendirian, dalam esensinya, bukan sekadar ketidakadaan orang lain di sampingnya. Bukan pula perasaan kesepian yang muncul dari jiwa yang belum sepenuhnya mengenal makna hidup. Ketika seseorang memahami ‘hidup’, memahami siapa yang menghidupkan, hidup menjadi lebih dari sekadar rutinitas. Ia menjadi ruang dialog dengan Sang Pencipta, sebuah perjalanan spiritual.
Hidup adalah sebuah keajaiban, sebuah perjalanan penuh warna-warna, dengan lika-liku yang tak terduga menyapa. Ketika seseorang mulai mengenal dan merasakan kehadiran Sang Pencipta, kesendirian tak lagi menjadi beban perasaan. Hidup terasa seperti pelukan hangat yang senantiasa menyelimuti, meski ia hanya ditemani oleh keheningan. Itu pun hanya ‘suasana’ kehidupan.
Ada saatnya dalam hidup perlu berhenti sejenak, merenung, dan bertanya: “Apa yang sedang aku cari?” Jawaban atas pertanyaan tersebut tentu tak akan ditemukan di luar, melainkan di dalam diri sendiri. Bermesraan dengan sang Pemberi Hidup adalah tentang membuka hati untuk merasakan kehadiran-Nya dalam setiap momen-momen kecil dalam keseharian.
Bayangkan seorang duduk sendirian di bawah langit malam, jauh dari keramaian, dan ditemani gemerlap bintang. Dalam keheningan itu, ada dialog yang tak terucap, antara jiwanya dengan yang menghidupkan. Ketika menyadari bahwa setiap napas adalah bukti cinta-Nya, rasa syukur menciptakan damai. Hidup bukan lagi sekadar rutinitas, melainkan perayaan akan keberadaan.
Demikian juga, sejatinya segala sesuatu di sekitar hanyalah ‘suasana’ kehidupan, seseorang dapat melepaskan diri dari keterikatan emosional yang berlebihan. Suasana dapat berubah, kadang mendung, pun kadang cerah, namun pusat kendali kehidupan tetap sama. Dengan perspektif ini, seseorang tidak lagi merasa kesepian dalam kesendirian lantaran ia hidup dalam kesadaran.
Hal penting untuk mengenal hidup dan memaknai kesendirian, seseorang mesti mengenali diri sendiri. Seseorang acap kali melupakan diri sendiri di tengah kesibukan. Dengan meluangkan waktu untuk merenung, tentu dapat memahami kebutuhan diri; emosional dan spiritual. Di samping tahu tujuan hidupnya, lantaran tujuan memberi arah, seperti cahaya di ujung lorong yang gelap.
Pun menghargai hal-hal kecil itu penting. Kebahagiaan sejati sering tersembunyi dalam momen-momen sederhana. Secangkir kopi atau teh hangat, udara segar, merasa kecukupan, bersyukur, bertemu sahabat, atau senyuman dari orang yang tak dikenal ketika berpapasan, akan dapat menghadirkan kebahagiaan kecil, dan pertanda bahwa hidup ini masih sangat bermakna.
Hal tak kalah penting pula, sekali waktu perlu kontemplasi dengan alam. Pergi ke sebuah taman, atau pergi ke kawasan pegunungan, pergi ke danau atau ke pantai, dan lainnya. Alam adalah pengingat akan kebesaran Sang Pencipta. Berjalan di sebuah taman, mendengarkan kicau burung, atau sekadar menyentuh dedaunan dapat menghadirkan ketenangan yang mendalam. Masyaallah!
Sedang menjalani hidup dalam kesendirian tidak berarti hidup tanpa kebahagiaan. Sebaliknya, kesendirian adalah peluang untuk mengenal diri lebih dalam, dan membangun hubungan yang lebih erat dengan sang Pemberi Hidup dengan waktu yang lebih leluasa. Saat memandang hidup dengan cara ini, kesendirian adalah pilihan, maka tak perlu dirisaukan, apalagi belas kasihan.
*
Pun dalam kehidupan, bukan tentang siapa dan berapa banyak orang yang hadir di samping diri seseorang, namun tentang bagaimana ia hadir dalam kehidupan itu sendiri. Dengan memahami kehidupan, seseorang tak lagi terperangkap dalam kesepian, justru menemukan kedamaian dalam setiap langkah perjalanan. Pada akhirnya, di ujung perjalanan hidup kelak semua toh akan sendirian. Kapan? Kelak, saat di liang lahat.