Blusukan Manfaatkan Waktu di Sela Jadwal Padi Reborn Live di Plaza Lagoi, di Bintan Resorts Carnival, 31 Desember 2024
Menyebut Pulau Penyengat, tak luput pula nama Raja Ali Haji. Pulau kecil nan eksotis terletak di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, menyimpan pesona sejarah dan budaya yang tak ternilai. Di sini, terletak makam Raja Ali Haji (1808-1873), seorang tokoh besar yang meninggalkan jejak abadi dalam dunia sastra dan bahasa. Beliau dikenal melalui karya agungnya, Gurindam 12 (terbit tahun 1853), hingga kini menjadi salah satu warisan sastra Melayu yang paling berpengaruh.
Atas dedikasi dan kontribusinya dalam memperkaya sastra, budaya dan bahasa Indonesia, Presiden Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Bahasa Indonesia kepada Raja Ali Haji pada tanggal 5 November tahun 2004. Pulau Penyengat pun menjadi saksi bisu perjalanan seorang ulama, cendekiawan, dan pujangga yang mengukir sejarah gemilang.
Pulau Penyengat terletak hanya sekitar 2 kilometer dari pusat kota. Panjang pulau ini 2.000 meter, lebar 850 meter, berjarak kisaran 35 km dari Pulau Batam. Perjalanan menuju pulau ini menjadi pengalaman tersendiri, karena Anda akan menyeberangi perairan dengan pemandangan laut menggunakan perahu motor tradisional, dikenal sebagai kapal pompong. Waktu tempuh sekitar 15 menit, ongkos biaya hanya Rp10.000,00 per orang untuk sekali jalan, Pulau Penyengat siap menyambut Anda dengan keindahan alam dan pesona sejarahnya.
Hal itu, seperti yang disampaikan Sylvi Mutiara, seorang traveller, kepada alisson.id saat ia beserta keluarganya membersamai personil Padi Reborn, Opa Padly dan Bang Rindra, #BlusukanEdan di Pulau Pengengat. Blusukan memanfaatkan waktu di sela-sela jadwal Padi Reborn Live di Plaza Lagoi, di Bintan Resorts Carnival, dalam rangka menikmati momen malam tahun baru pada tanggal 31 Desember 2024.
âTak sekadar menikmati momen malam pergantian tahun saja, namun kami juga âblusukan edanâ di situs-situs sejarah. Pulau Penyengat ini bisa menjadi laboratorium pusat budaya dan sejarah. Pengunjung tak hanya sekadar berwisata menikmati panorama laut dan kulineran menu kearifan lokal, melainkan dapat belajar tentang jejak perjalanan sejarah perjuangan pada masa lalu dan budaya Melayu,â tuturnya.
Untuk menjadikan Pulau Penyengat sebagai percontohan wisata bersih yang tidak hanya menarik wisatawan, Pemkab Tanjungpinang dengan jajaran yang terkait harus memberikan edukasi kepada masyarakat, sehingga mereka ikut turut turun tangan dalam menjaga kelestarian lingkungan dan budaya, pungkas pemerhati bangunan kuno dari komunitas Pernak-Pernik Surabaya Lama (PSL).
Sekilas tentang Pulau Penyengat
Dilansir dari id.wikipedia.org, Pulau Bintan ini sudah lama dikenal oleh para pelaut sejak berabad-abad lantaran menjadi tempat persinggahan untuk mengambil air tawar yang cukup banyak tersedia di pulau ini. Namun, hingga kini belum terdapat catatan tertulis tentang asal mula nama pulau ini. Dari cerita rakyat setempat, nama ini berasal dari nama hewan sebangsa serangga yang mempunyai sengat.
Menurut cerita tersebut, ada para pelaut yang melanggar pantang-larang ketika mengambil air, maka mereka diserang oleh ratusan serangga berbisa. Binatang ini yang kemudian dipanggil âpenyengatâ, dan pulau tersebut disebut dengan Pulau Penyengat. Sementara orang-orang Belanda menyebut pulau tersebut dengan nama Pulau Mars.
Ketika pusat pemerintahan Kerajaan Riau bertempat di pulau itu, namanya ditambah menjadi Pulau Penyengat Inderasakti. Pada 1803, pulau ini dibangun dari sebuah pusat pertahanan menjadi negeri, berkedudukan Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau-Lingga, sementara Sultan berkediaman resmi di Daik-Lingga. Tahun 1900, Sultan Riau-Lingga pindah ke Pulau Penyengat, peran pulau inisebagai pusat pemerintahan, adat istiadat, agama Islam dan kebudayaan Melayu.
Imperium Melayu
Pulau Penyengat merupakan pulau bersejarah dan memiliki kedudukan penting dalam peristiwa jatuh bangunnya Imperium Melayu, yang sebelumnya terdiri atas wilayah Kesultanan Johor, Pahang, Siak dan Lingga, khususnya di bagian selatan dari Semenanjung Melayu. Peran penting tersebut berlangsung hingga selama 120 tahun, sejak berdirinya Kerajaan Riau pada tahun 1722, sampai akhirnya diambil alih sepenuhnya oleh Belanda pada 1911.
Bangunan Bersejarah
Pulau Penyengat merupakan salah satu objek wisata di Kepulauan Riau. Di pulau ini menyimpan berbagai peninggalan bersejarah yang menarik perhatian wisatawan, baik wisatawan lokal maupun internasional, seperti wisatawan dari Singapura, Malaysia, maupun dari negara-negara lain. Adapun berbagai peningalan bersejarah di antaranya:
Masjid Raya Sultan Riau
Pada awalnya masjid ini dibangun oleh Sultan Mahmud pada tahun 1803. Kemudian pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman, tahun 1832 masjid ini direnovasi dalam bentuk yang terlihat saat ini. Bangunan utama masjid ini berukuran 18 x 20 meter yang ditopang oleh 4 buah tiang beton.
Di keempat sudut bangunan, terdapat menara tempat Bilal mengumandangkan adzan. Pada bangunan Masjid Sultan Riau terdpat 13 kubah yang berbentuk seperti bawang. Jumlah keseluruhan menara dan kubah di Masjid Sultan Riau sebanyak 17 buah yang melambangkan jumlah rakaat salat wajib lima waktu sehari semalam.
Mushaf Al-Quran
Di dalam Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat tersimpan dua buah Al-Quran tulisan tangan. Salah satu yang diperlihatkan kepada pengunjung adalah hasil goresan tangan Abdurrahman Stambul, seorang penduduk Pulau Penyengat yang dikirim oleh Kerajaan Lingga ke Mesir untuk memperdalam ilmu Agama Islam, sekembalinya dari belajar dia menjadi guru dan terkenal dengan “khat” gaya Istambul.
Al-Quran ini diselesaikan pada tahun 1867 sambil mengajar. Keistimewaan al-Quran Mushaf Abdurrahman Stambul ini adalah banyaknya penggunaan “Ya Busra” serta beberapa rumah huruf yang titiknya sengaja disamarkan sehingga membacanya cenderung berdasarkan interpretasi individu sesuai akal dan ilmunya.
Istana Kantor
Istana Kantor adalah istana dari Yang Dipertuan Muda Riau VIII Raja Ali (1844-1857), atau juga disebut dengan Marhum Kantor. Selain digunakan sebagai kediaman, bangunan yang didirikan pada tahun 1844 ini juga difungsikan sebagai kantor oleh Raja Ali. Istana Kantor berukuran sekitar 110 m2 dan menempati areal sekitar satu hektar yang seluruhnya dikelilingi tembok.
Balai Adat Melayu
Disebut dengan Balai Adat Pulau Penyengat adalah replika rumah adat Melayu yang pernah ada di Pulau Penyengat. Bangunan Balai Adat merupakan rumah panggung khas Melayu yang terbuat dari kayu. Balai Adat difungsikan untuk menyambut tamu atau mengadakan perjamuan bagi orang-orang penting.
Di dalam gedung, dapat dilihat tata ruang dan beberapa benda perlengkapan adat resam Melayu, serta berbagai perlengkapan atraksi kesenian yang digunakan untuk menjamu tamu-tamu tertentu. Sedangkan di bagian bawah Balai Adat ini terdapat sumur air tawar yang konon sudah berabad lamanya dan sampai sekarang airnya masih mengalir dan dapat langsung diminum.
Monumen Bahasa Melayu
Peletakan batu pertama pembangunan Monumen Bahasa Melayu di areal dalam bekas Benteng Kursi, Pulau Penyengat, oleh Gubernur Kepulauan Riau, HM Sani, pada tanggal 19 Agustus 2013. Pembangunan monumen ini merupakan wujud penghormatan dan penghargaan Pemerintah Provinsi Kepri terhadap jasa-jasa Raja Ali Haji sebagai pahlawan nasional di bidang bahasa.
Di samping itu, juga untuk lebih mengenalkan tentang asal dan arti bahasa Melayu yang dipakai di Kepulauan Riau dan Lingga, serta bahasa Indonesia yang digunakan saat ini. Monumen ini dibangun sebagai tindak lanjut dari dari mufakat 12 kebudayaan Melayu antara Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri dan LAM Provinsi Riau pada saat seminar nasional bahasa Indonesia di Pekanbaru, Riau, 2010, dihadiri masing-masing gubernur.
Adapun berbagai peningalan bersejarah lain, di antaranya makam pembesar Kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga, seperti Makam Yang Di-Pertuan Muda IV Kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga, Raja Haji Fisabilillah, dan Makam Engku Putri Raja Hamidah, Makam Pahlawan Nasional Bahasa Indonesia Raja Ali Haji, Benteng Pertahanan Bukit Kursi, Gedung Mesiu dan lainnya.
Biarkan Foto Bicara
Pulau Penyengat: Tak Hanya Eksotis, Pun Simpan Pesona Sejarah dan Budaya
Featured image and others from Sylvi Mutiara